![]() |
Ketika kekhawatiran krisis, efensiensi dan ketidakpastian ekonomi global menjadi momok yang mencemaskan pakar ekonomi, maka saatnya umat Islam melaksanakan dengan serius dan bertanggung jawab regulasi (aturan) Allah subhanahuwata'ala yaitu kewajiban zakat dan pengelolaannya oleh amil yang tupoksinya diungkap terang dalam surat Tawbah (9) ayat 60. Adalah patut dilakukan evaluasi diri apakah keberimanan dan keberislaman kita setelah Ramadhan dan idul fitri memenuhi kriteria utuh sebagai orang bertaqwa, sebab zakat rukun (kewajiban) dari pilihan menjadi muslim yang tak boleh ditawar sedikit juapun dan indikator paling jelas dari muttaqin. Jujurlah dengan zakat.
Judul di atas muncul setelah membaca data statistik ada 5 persen sebanyak 345 ribu orang miskin, terendah di Indonesia yang angkanya 9 persen, sayangnya angka 5 persen sering dilihat dan disebut pejabat sebagai angka statistik kecil, nyatanya bila digunakan nalar kemanusiaan, itu bukan jumlah kecil. Angka 100 orang saja sudah besar, ini jika kaca mata melihatnya dengan taqwa, kemanusiaan dan rahim sosial maka akan menjadi energi taqwa bergerak.
Taqwa Setelah Idul Fitri. Kekuatan taqwa selama Ramadhan dan idulfitri luar biasa mengatasi "sementra" masalah sosial, tak terkecuali kemiskinan. Sejatinya energi taqwa masyarakat Sumbar yang dominan muslim tetap menyala tiada henti, sayang cahaya taqwa sering diredupkan oleh mereka yang diberi amanah mengelola dana umat, komisioner Baznas yang bermasalah hukum, karena menyimpangkan harta orang misikn, atau disebabkan prilaku pejabat negara yang tak paham atau memberikan dana umat pada yang tak berhak.
Kadang-kadang terpikir juga kata seorang ustad dalam ceramah Ramadhan 1446 lalu, adalah lebih jahat korupsi zakat, penyalahgunaan dana zakat oleh komisioner BAZNAS atau Kepala Daerah yang menjadikan zakat seperti dana bansos, tidak mengindahkan aturan asnaf, karena menyelewengkan dana zakat, sama artinya mengkorupsi makan dan kebutuhan pokok orang miskin, fuqara, dan asnaf lain yang sudah ditunjuk oleh al-Qur'an (QS. al-Taubah, (9):60).
Kekeliruan lain yang tak banyak dipahami atau diabaikan oleh ulama, ustad, penceramah dan khatib untuk mengingatkan dengan tegas jenis-jenis harta yang wajib dizakat, kewajiban zakat dibayarkan melalui amil yang diangkat pemerintah syah (Baznas dan Laz) yang diberikan kewenangan oleh Pemerintah. Bahwa zakat itu mencakup semua harta halal yang didapatkan melalui usaha . Ayat yang paling sering dijadikan rujukan tentang kewajiban zakat dari segala bentuk hasil usaha adalah (QS. Al-Baqarah (2): 267). Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untukmu...” Ayat ini memerintahkan untuk mengeluarkan zakat dari “mā kasabtum”, apa yang kalian usahakan, mencakup semua jenis usaha, perdagangan, pekerjaan profesional, jasa, dan lainnya.“mimmā akhrajnā lakum minal-arḍi” – apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kalian, yaitu hasil pertanian, perkebunan, tambang,dan sejenisnya.
Meskipun kata yang digunakan adalah “infakkanlah”, banyak ulama menafsirkannya sebagai mencakup zakat dan infak sunnah. Fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia), Nomor 8 Tahun 2011 tentang Amil Zakat, menetapkan jenis-jenis zakat:
1.Zakat Fitrah. Zakat wajib atas setiap Muslim pada bulan Ramadan sebelum Idulfitri.
Dikeluarkan dalam bentuk makanan pokok (misalnya beras) atau uang senilai 1 sha' (±2,5–3 kg beras).
2.Zakat Mal (Harta). Zakat ini terbagi menjadi beberapa jenis, antara lain:
a. Zakat Emas, Perak, dan Logam Mulia. Wajib jika mencapai nisab (senilai 85 gram emas) dan haul (1 tahun).
b. Zakat Uang dan Simpanan. Termasuk tabungan, deposito, dan lainnya, bila nilainya setara emas (85 gram) dan telah haul.
c. Zakat Perdagangan. Berlaku bagi pedagang atau pemilik usaha jika harta dagangannya mencapai nisab dan haul.
d. Zakat Pertanian dan Perkebunan. Dikeluarkan saat panen; kadar 5%–10% tergantung pada sistem pengairan.
e. Zakat Peternakan. Berlaku bagi pemilik hewan ternak (unta, sapi, kambing termasuk ternak ayam dan ternak halal lainnya) jika memenuhi syarat jumlah dan waktu.
f. Zakat Hasil Tambang (Ma'din). Diwajibkan atas hasil kekayaan alam seperti batu bara, emas, minyak, dan produk tambang lainnya.
g. Zakat Hasil Laut. Dikenakan atas hasil perikanan atau kekayaan laut yang bernilai ekonomi.
h. Zakat Hasil Profesi (Penghasilan). Penghasilan dari pekerjaan seperti gaji, honor, fee, jika mencapai nisab dan haul (atau bisa juga per bulan). Zakat gaji, jasa profesi seperti dokter dan profesi halal dan baik lainnya.
Fatwa ini menegaskan bahwa zakat bukan hanya untuk pertanian atau ternak seperti zaman dulu, tapi juga mencakup berbagai bentuk kekayaan modern.
Membaca fatwa MUI di atas dapat dikatakan bahwa semua hasil usaha konvesional dan moderen wajib di zakatkan. Masalah lain yang tak tidak pula tuntas dijelaskan ulama dan dai adalah tentang kewajiban berzakat terhadap harta tetap dan bergerak dan harta bergerak atau menghasilkan harta dari harta tak bergerak.
Hukum zakat atas harta tetap dan harta bergerak memang ada perbedaan tergantung pada fungsi dan penggunaannya. Harta Tetap (al-amwāl ats-tsābitah), Contoh: bangunan, kendaraan operasional, mesin produksi, tanah yang tidak produktif. Hukum zakatnya: Tidak wajib zakat atas harta tetap jika hanya digunakan sebagai alat (tidak diperjualbelikan). Contoh: mobil untuk antar barang, gedung kantor, mesin produksi. Namun, zakat tetap dikenakan atas hasil usaha atau keuntungan yang dihasilkan dari penggunaan harta tetap tersebut. Misalnya: Usaha toko yang pakai ruko: yang dizakati adalah laba bersih usaha. Rumah yang disewakan: yang dizakati adalah hasil sewa (pendapatan).
Sedangkan harta bergerak (al-amwāl al-munqūlah). Contoh: uang tunai, emas/perak, saham, barang dagangan, kendaraan yang diperjualbelikan. Hukum zakatnya wajib zakat, asalkan memenuhi syarat.
Mencapai nisab (misalnya 85 gram emas untuk uang atau perdagangan). Berlalu haul (1 tahun), kecuali untuk pertanian dan rikaz serta milik penuh. Contoh: Uang tabungan, emas: wajib zakat 2.5% jika mencapai nisab dan haul. Barang dagangan di toko: wajib zakat atas nilai stok dagangannya.
Kesimpulannya bahwa zakat atas alat (aset tetap) tidak wajib zakat, ada yang mewajibkannya satu kali saat dibeli saja, karena itu adalah kekayaan. Untuk membuat harta berkah menimal satu kali saat dibeli bayarkan zakatnya. Zakat atas hasil dari alat wajib jika mencapai nisab dan haul. Zakat atas harta bergerak wajib zakat.
ZAKAT SOLUSI KEMISKINAN 5 PERSEN DI SUMBAR
Untuk menjadikan Zakat sebagai solusi konkrit bagi 5% atau sekitar 345 ribu orang miskin di Sumatera Barat, perlu program yang terintegrasi, transparan, dan berkelanjutan. Beberapa usulan program konkrit yang bisa diterapkan:
1.Digitalisasi Data Mustahik dan Muzakki. Tujuan: Validasi jumlah orang miskin (mustahik) dan potensi zakat dari muzaki. Ini menjadi solusi tumpang tindih dan salah sasaran. Kedua fenomena ini sering dikeluhkan masyarakat. Maka saarnya membangun database terintegrasi berbasis NIK dan wilayah nagari. Kolaborasi dengan nagari, masjid, dan BAZNAS/Laznas. Gunakan teknologi mobile apps dan dashboard monitoring. Digitalisasi data meminimalisir zakat untuk anggota satu partai dan penyimpang lainnya.
2.Zakat Produktif Berbasis Klaster Ekonomi. Tujuannya untuk mengubah mustahik menjadi muzakki. Langkahnya bentuk klaster seperti: Klaster Petani Berdaya (bantuan alat, bibit, pelatihan). Klaster UMKM Mandiri (modal usaha, branding, pemasaran). Klaster Santri dan Pemuda Produktif (pelatihan IT, bisnis digital). Dana zakat diberikan dalam bentuk barang/modal dan pendampingan, bukan tunai.
3.Program “Nagari Bebas Fakir”. Tujuannya agar setiap nagari memiliki target 0% fakir dalam 3-5 tahun. Langkahnya petakan jumlah fakir miskin per nagari. Alokasikan zakat secara prioritas untuk nagari dengan angka kemiskinan tertinggi. Libatkan tokoh agama, pemuda, dan tokoh adat.
4.Korporatisasi Zakat dan Wakaf Produktif. Tujuannya untuk membangun aset ekonomi umat dari zakat + wakaf. Langkahnya bangun BUMNag Syariah atau koperasi zakat produktif. Gunakan tanah wakaf untuk pertanian/industri kecil. Bagi hasil usaha digunakan untuk dana sosial dan reinvestasi.
5.Audit dan Transparansi Zakat. Tujuan untuk meningkatkan percayaan publik. Langkahnya laporan publik bulanan dan tahunan (infografik + testimoni mustahik). Sertifikasi lembaga zakat oleh otoritas independen. Kolaborasi dengan kampus untuk monitoring dan evaluasi.
6.Zakat ASN dan Swasta Terpotong Otomatis (Zakat Payroll). Tujuan untuk optimalkan potensi zakat dari golongan penghasilan tetap. Langkahnya instruksi Gubernur/Bupati untuk pemotongan 2.5% ASN. Kerjasama dengan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta.
ESTIMASI DAMPAK:
Regulasi yang jelas, kerja keras Amil Zakat dan dakwah tegas serta jelas dari ulama, khatib dan mubaligh diyakini kemiskinan di Sumatera Barat dapat diatasi dengan zakat. APBN dan APBD dapat digunakan untuk infrasturuktur, pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan.
Analisa simpel saja data statistik ada 196 buah perusahaan di Sumatera Barat, jika potensi zakat di Sumbar diperkirakan Rp 1,5 – 2 triliun/tahun, dan dikelola secara produktif, maka sekitar 100.000–200.000 mustahik bisa menjadi mandiri setiap 2–3 tahun. Dalam 5 tahun, target 345 ribu orang miskin bisa dibina bertahap dan keluar dari garis kemiskinan.
ANALISA EKONOMI DAN PEMBERDAYAAN UMAT
1. Perspektif Ekonomi: Zakat sebagai Instrumen Redistribusi Kekayaan. Zakat dalam sistem ekonomi Islam berfungsi sebagai mekanisme distribusi ulang (redistribution) yang wajib. Dengan mengalirkan sebagian kekayaan dari kelompok muzakki ke mustahik, zakat: Mengurangi ketimpangan sosial-ekonomi. Meningkatkan daya beli masyarakat bawah. Menggerakkan ekonomi mikro dan sektor informal. Menciptakan demand domestik yang lebih stabil, karena mustahik yang terbantu bisa kembali berkontribusi sebagai konsumen dan pelaku usaha.
2. Paradigma Baru: Dari Konsumtif ke Produktif.
Zakat yang selama ini didistribusikan secara konsumtif (bantuan tunai, sembako sesaat) perlu diubah menjadi pendekatan produktif: Zakat sebagai modal usaha. Pendampingan dan pelatihan sebagai investasi SDM. Skema klaster ekonomi mustahik menciptakan ekosistem pemberdayaan yang berkelanjutan. Contoh konkrit: Zakat disalurkan untuk alat pertanian dan pelatihan pupuk organik petani panen lebih baik, hasil dijual, mustahik menjadi muzakki, membawa efek domino positif.
3. Dampak Ekonomi Makro: Potensi Rp 1,5–2 Triliun/Tahun. Dengan potensi zakat Sumbar yang mencapai Rp 1,5 – 2 triliun per tahun, jika: 50% saja dikelola produktif, berarti ada Rp 750 miliar – Rp 1 triliun modal sosial tiap tahun. Digunakan untuk mendirikan unit usaha atau koperasi syariah berbasis komunitas, bisa menghasilkan perputaran ekonomi 2–3 kali lipat. Target pengurangan kemiskinan 100–200 ribu orang dalam 3 tahun menjadi realistis.
4. Transformasi Sosial: Dari Mustahik ke Muzakki.
Tujuan jangka panjang zakat bukan sekadar bantuan, tapi transformasi status: Mustahik menjadi mandiri selanjutnya menjadi muzakki. Ini hanya bisa terjadi dengan intervensi struktural (akses modal, pelatihan, pasar, regulasi mendukung).
5. Aspek Kelembagaan: Tata Kelola Zakat yang Amanah dan Profesional. Tulisan ini sangat menekankan pada integritas amil zakat. Penguatan lembaga pengelola (BAZNAS dan LAZ). Digitalisasi data untuk validitas mustahik/muzakki penting untuk efisiensi dan akuntabilitas. Tanpa kepercayaan publik, potensi zakat hanya akan jadi angka. Korupsi dana zakat = pengkhianatan terhadap amanah Qur’an.
6. Implikasi Kebijakan: Sinergi Zakat dan APBD.
Dengan zakat menyasar pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan ekonomi, maka APBD bisa difokuskan ke infrastruktur, pendidikan, dan pelayanan publik. Zakat menangani dimensi kesejahteraan langsung → mempercepat outcome pembangunan.
Zakat bukan hanya ibadah spiritual, tapi alat pembangunan ekonomi umat. Ketika zakat dikelola secara profesional, amanah, dan produktif, maka 345 ribu orang miskin bukan sekadar angka statistik, tapi potensi manusia unggul. Sumbar bisa menjadi model percontohan nasional dalam pengentasan kemiskinan berbasis zakat.
Kesimpulan: Zakat sebagai Solusi Konkret untuk 345 Ribu Orang Miskin di Sumbar. Data statistik menunjukkan bahwa 5% atau sekitar 345 ribu orang di Sumatera Barat hidup dalam kemiskinan. Jumlah ini mungkin terlihat kecil secara persentase, namun sangat besar secara kemanusiaan dan moral. Oleh karena itu, zakat harus dioptimalkan sebagai instrumen spiritual sekaligus solusi sosial-ekonomi.
1. Urgensi dan Pemahaman Zakat. Zakat bukan hanya ibadah, tapi juga instrumen redistribusi kekayaan. Sayangnya, praktik zakat sering diselewengkan atau disalahgunakan, bahkan oleh lembaga resmi, menyebabkan hilangnya kepercayaan publik. Pengetahuan tentang jenis-jenis zakat dan kewajiban zakat atas semua bentuk kekayaan, baik konvensional maupun modern, perlu disosialisasikan secara masif dan tepat.
2. Solusi Programatik: Aksi Nyata. Untuk menjadikan zakat sebagai solusi nyata kemiskinan, diperlukan program yang: Digital dan transparan (data mustahik-muzakki, audit terbuka), Produktif dan berkelanjutan (klaster ekonomi, zakat modal usaha), Terintegrasi dan kolaboratif (Nagari Bebas Fakir, sinergi Baznas, masjid, adat), Berbasis kelembagaan kuat dan amanah, serta Didukung kebijakan seperti zakat ASN otomatis.
3. Estimasi Dampak dan Analisis Ekonomi. Dengan potensi zakat Rp 1,5–2 triliun/tahun, dan pengelolaan yang amanah serta produktif, 100.000–200.000 mustahik bisa menjadi mandiri dalam 2–3 tahun. Dalam 5 tahun, kemiskinan 345 ribu orang bisa ditangani secara bertahap.
4. Transformasi Sosial dan Paradigma Baru. Zakat harus mengubah pendekatan dari konsumtif menjadi produktif, sehingga mustahik bisa bertransformasi menjadi muzakki. Ini menciptakan efek domino ekonomi dan sosial yang positif bagi masyarakat.
5. Sumbar sebagai Model Nasional. Jika dikelola dengan benar, Sumbar bisa menjadi model nasional pengentasan kemiskinan berbasis zakat, yang memadukan nilai spiritual, sistem ekonomi Islam, dan tata kelola modern. Ds.07042024.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol