Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Pesantren Menjawab Tantangan Modernisasi dengan Kearifan Tradisi Oleh: Duski Samad

Pesantren sebagai lembaga pendidikan Islam fungsinya jamak dan luas sekali. Pesantren tidak saja menyediakan layanan pendidikan, tetapi juga tempat berlangsungnya penyiaran Islam, pengembangan masyarakat dan ketangguhan moral dn spiritual Islam.

Pondok pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang tumbuh dari masyarakat, berorientasi pada penguasaan ilmu-ilmu keislaman, pembinaan akhlak, dan pembentukan kepribadian santri melalui hubungan langsung dengan kyai sebagai pusat figur dan teladan.

Secara klasik, pondok pesantren memiliki lima unsur utama: Kyai, Santri, Masjid, Asrama (pondok), Pengajaran kitab kuning.

Tujuan utama pesantren bukan sekadar transfer ilmu, tetapi transformasi jiwa — mencetak manusia yang berilmu, beriman, dan berakhlak mulia. Santri diproses menjadi pribadi yang mampu memahami dan mengamalkan ajaran Islam. Mandiri secara sosial dan ekonomi Siap berperan sebagai ulama, pemimpin, atau penggerak masyarakat.

Ciri khas pesantren adalah metode pengajaran halaqah (bandongan dan sorogan), di mana hubungan guru dan murid sangat erat. Kini, banyak pesantren juga mengembangkan sistem madrasah, bahkan terakreditasi formal, dan membuka jenjang pendidikan umum.

Nilai-nilai utama pesantren adalah tawadhu' dan kesederhanaan, kemandirian ekonomi. Kebersamaan dan gotong royong. Disiplin dan tanggung jawab. Keikhlasan dalam belajar dan mengabdi

Pesantren masa kini terus berkembang menjadi pesantren modern, pesantren entrepreneur, dan pesantren digital. Namun ruh pendidikannya tetap: tarbiyah ruhiyah, ilmiah, dan ijtima’iyah.

PESANTREN DI TENGAH MODERNISASI

Di tengah arus deras modernisasi dan digitalisasi, banyak yang bertanya-tanya: apakah pesantren masih relevan? Bukankah dunia saat ini membutuhkan kecakapan teknologi, bahasa asing, dan ilmu-ilmu eksakta?

Jawabannya: justru iya! Pesantren bukan hanya relevan, tapi makin dibutuhkan sebagai penjaga nilai, penyeimbang zaman, sekaligus motor perubahan sosial.

Menjaga Ruh di Tengah Riuh.

Modernisasi membawa kemajuan luar biasa, tapi juga tantangan besar: disrupsi budaya, krisis moral, dan keringnya nilai spiritual. Di sinilah peran pesantren begitu vital—menjaga ruh agama, etika, dan kearifan lokal agar manusia tak kehilangan arah.

Pesantren bukan sekadar tempat belajar kitab kuning. Ia adalah ekosistem hidup—ada spiritualitas, pendidikan, kerja keras, kesederhanaan, bahkan pemberdayaan ekonomi. Nilai-nilai itu kini jadi "barang mahal" di tengah budaya instan dan konsumtif.

Adaptif Tanpa Kehilangan Jati Diri. Banyak pesantren hari ini tidak gagap teknologi. Mereka mulai mengembang kan media dakwah digital, kurikulum terintegrasi, hingga inkubasi bisnis santri. Tapi semua dilakukan dengan satu prinsip: adaptif tanpa kehilangan jati diri.

Modernisasi yang dicernakan oleh pesantren bukan berarti latah atau ikut-ikutan. Tapi proses selektif dan kontekstual—mana yang bermanfaat, mana yang harus ditolak. Inilah kekuatan pesantren: lentur tapi tidak patah.

Solusi Sosial dan Kader Umat.

Pesantren juga hadir sebagai solusi atas persoalan sosial.

 Dari kemiskinan, ketimpangan pendidikan, hingga radikalisme. Banyak pesantren jadi pusat pemberdayaan ekonomi, penguatan moderasi beragama, hingga mencetak pemimpin yang punya hati dan nurani.

Bukan rahasia, banyak tokoh bangsa yang lahir dari rahim pesantren. Mereka kuat iman, luas wawasan, dan punya kepekaan sosial tinggi. Ini jenis kepemimpinan yang kita butuhkan hari ini—yang tak hanya pintar bicara, tapi juga punya pijakan akhlak dan visi kebangsaan.

Di era modern ini, pesantren bukan nostalgia masa lalu. Ia adalah jawaban masa depan—tempat bertemunya ilmu dan hikmah, tradisi dan transformasi. Maka membesarkan pesantren bukan hanya tugas kaum sarungan, tapi seluruh anak bangsa.

BAHASAN

Dalil tentang pentingnya pendidikan berorientasi ruhani dan akhlak ekplisit dalam al qur'an“Rabbana hablana min azwajina wa dzurriyyatina qurrata a’yun, waj’alna lil muttaqina imama” (QS. Al-Furqan: 74).

Doa ini menunjukkan orientasi pendidikan dalam Islam: melahirkan generasi qurrata a’yun (penyejuk mata) dan pemimpin bertakwa. Ini selaras dengan tujuan pesantren dalam mencetak pemimpin umat yang saleh dan cendekia.

Hubungan guru dan murid sebagai inti pendidikan pesantren dinyatakan dalam hadis “Barangsiapa dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah akan memahamkannya dalam agama” (HR. Bukhari dan Muslim). Ini mendasari konsep tafaqquh fi al-din yang menjadi inti kurikulum pesantren.

Pentingnya adaptasi dan ijtihad dalam perubahan zaman diberi isyarat oleh Nabi “Sesungguhnya Allah mengutus kepada umat ini di setiap seratus tahun, orang yang memperbaharui agamanya.” (HR. Abu Dawud). Hadis ini mendasari perlunya modernisasi pesantren secara substansial, bukan formalistik—sesuai dengan semangat tajdid dan pembaharuan.

Analisa Fatwa dan Pemikiran Ulama. Fatwa MUI tentang Pendidikan Islam dalam beberapa rekomendasinya mendorong pesantren untuk menjadi lembaga terdepan dalam pendidikan berbasis nilai Islam yang moderat, inklusif, dan mampu menjawab tantangan global. Ini selaras dengan penegasan dalam tulisan bahwa pesantren harus tetap adaptif tanpa kehilangan jati diri.

Hasyim Asy'ari menekankan pentingnya sanad keilmuan dan akhlak dalam pendidikan pesantren. Wahid Hasyim mendorong integrasi kurikulum umum ke pesantren, cikal bakal pesantren modern. 

Pemikiran ini menjadi bukti historis bahwa pesantren tidak stagnan, tetapi selalu bertransformasi dengan menjaga ruh-nya.

Nurcholish Madjid (Cak Nur) menilai bahwa pesantren memiliki daya tahan tinggi karena fondasi moral dan spiritualnya kuat.

Modernisasi bagi pesantren adalah keniscayaan, tapi harus dengan penyaringan nilai. Ini identik dengan narasi “lentur tapi tidak patah” dalam artikel.

Analisa Ilmu Pendidikan Islam.

Pendidikan Islam bertujuan membentuk insan kamil—manusia paripurna yang seimbang antara ilmu, amal, dan akhlak.

Pesantren menjadi model ideal dalam mewujudkan ini, karena tidak hanya fokus pada kognisi, tapi juga afeksi dan psikomotorik (tazkiyah al-nafs dan tarbiyah ruhiyah).

Metode Pendidikan Halaqah, sorogan, dan bandongan adalah metode learning by presence, yang lebih membentuk kepribadian dan adab santri.

Pesantren modern melengkapinya dengan pembelajaran klasikal dan digital, menjawab tuntutan blended learning dalam teori pendidikan modern.

Pendidikan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Pesantren tidak sekadar mengajar teori, tapi mengontekstualkan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Ini memperkuat kompetensi sosial dan karakter santri—hal yang kurang diperhatikan dalam pendidikan umum konvensional.

Kesimpulan.

Pesantren adalah lembaga pendidikan Islam yang unik dan integral, yang tidak hanya mentransmisi kan ilmu agama tetapi juga mentransformasikan jiwa santri agar menjadi pribadi yang berilmu, berakhlak mulia, mandiri, dan siap memimpin masyarakat. Di tengah modernisasi dan disrupsi nilai, pesantren tetap relevan dan semakin dibutuhkan sebagai benteng moral, pusat spiritualitas, serta motor perubahan sosial.

Berlandasan Qur’an dan Hadis, pesantren menegaskan pentingnya pendidikan yang berorientasi pada ruhani dan akhlak. Doa dalam QS. Al-Furqan: 74 menunjukkan idealisme pendidikan Islam: melahirkan generasi yang saleh dan pemimpin bertakwa.

 Hadis Nabi tentang tafaqquh fi al-din menegaskan pentingnya relasi guru-murid dan pemahaman agama yang mendalam.

Sementara hadis tentang tajdid mendasari urgensi inovasi dalam pendidikan pesantren agar tetap kontekstual dan adaptif.

Fatwa MUI mendorong pesantren menjadi pusat pendidikan Islam moderat dan transformatif.

Pemikiran para tokoh seperti Hasyim Asy'ari, Wahid Hasyim, dan Nurcholish Madjid menunjukkan bahwa pesantren sejak dulu bersifat dinamis, terbuka pada modernisasi selama tidak kehilangan ruh dan nilai dasarnya.

Perspektif ilmu pendidikan Islam, pesantren adalah representasi dari pendidikan holistik berbasis insan kamil. Metode klasik seperti halaqah, sorogan, dan bandongan memberi pengalaman learning by presence, membentuk kepribadian, adab, dan spiritualitas santri. Dalam konteks kekinian, pesantren juga mengembangkan blended learning dan pemberdayaan ekonomi, menjadikannya sebagai model pendidikan kontekstual yang menjawab tantangan zaman.

Pesantren bukan nostalgia, melainkan laboratorium masa depan—tempat bertemunya tradisi dan transformasi. Maka, memperkuat pesantren adalah ikhtiar strategis umat dan bangsa dalam membentuk generasi yang berilmu, berakhlak, dan adaptif terhadap zaman.DS.12042024

*Bahasan Kuliah Sejarah Pemikiran Pendidikan Islam Program Doktor S3 Prodi Pendidikan Islam PS UIN IB

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies