![]() |
KH Akhmad Khambali |
Rakyat Myanmar diuji dengan bencana besar. Gempa bumi berkekuatan 7,7 Skala Richter mengguncang wilayah tersebut, menelan lebih dari 3.000 korban jiwa serta menghancurkan ribuan bangunan, termasuk lebih dari 60 masjid.
Pengurus Penanggulangan Bencana (LPB) Majelis Ulama Indonesia (MUI), Akhmad Khambali, mengungkapkan keprihatinan mendalam atas musibah ini.
“Bencana gempa ini menambah kesengsaraan rakyat Myanmar yang telah lama menderita akibat konflik internal dan perang saudara yang berkepanjangan,” ujarnya kepada media di sela-sela rapat zoom persiapan donasi bencana Myanmar LPB MUI, Ahad (13/4/2025).
Dia menjelaskan, bahwa pemerintah Indonesia dan sejumlah lembaga filantropi telah mengirimkan bantuan ke Myanmar. Namun, dia menyayangkan minimnya gaung seruan solidaritas dari masyarakat Indonesia terhadap penderitaan rakyat Myanmar, yang seolah tenggelam di tengah euforia mudik lebaran.
Kyai Khambali sapaan akrabnya menekankan, bangsa Indonesia terutama umat Islam perlu meningkatkan perhatian dan solidaritas kepada saudara-saudara di Myanmar yang tengah mengalami penderitaan akibat gempa besar serta konflik berkepanjangan.
Dia menyampaikan bahwa kepedulian terhadap rakyat Myanmar perlu didorong atas dasar tiga bentuk ukhuwah (solidaritas), yaitu: 1. Ukhuwah Insaniyah (Solidaritas Kemanusiaan)
Sebagai bangsa yang secara ekonomi relatif lebih baik dan berdekatan secara geografis, rakyat Indonesia selayaknya dapat memberikan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Myanmar yang tengah dilanda musibah. Solidaritas ini penting untuk memperkuat nilai-nilai kemanusiaan lintas bangsa dan agama.
2.Ukhuwah Islamiyah (Solidaritas Keislaman)
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas Muslim, Indonesia memiliki kewajiban moral dan keagamaan untuk membantu sesama Muslim di Myanmar.
Kyai Khambali yang juga Pengasuh Majlis Sholawat Ahlul Kirom menjelaskan, berdasarkan informasi, gempa tersebut menyebabkan lebih dari 700 Muslim meninggal dunia dan menghancurkan sedikitnya 60 masjid. Selain itu, banyak korban luka dan rumah warga yang hancur.
Kyai Khambali berharap ormas dan lembaga filantropi Islam Indonesia bisa segera bergerak, baik dalam masa tanggap darurat maupun dalam proses rekonstruksi rumah, masjid, dan sekolah.
Dia juga menyoroti pentingnya dukungan berkelanjutan terhadap sekitar satu juta pengungsi Rohingya di Bangladesh. Pasca Lebaran tahun ini, MUI menerima kunjungan delegasi Rohingya yang berharap agar umat Islam Indonesia dapat terus memberi dukungan, termasuk dengan mengirimkan tenaga pengajar, tenaga medis, dan dai ke lokasi pengungsian.
3. Ukhuwah Wathoniyyah (Solidaritas Kebangsaan dan Kawasan)
Dia menjelaskan, bangsa bisa hilang dan muncul. Bangsa Yugoslavia hilang setelah pecah menjadi enam bangsa. Sedangkan bangsa Indonesia muncul setelah tahun 1928, ketika banyak suku bangsa di Nusantara sepakat untuk menjadi satu bangsa.
Kemudian, Indonesia menjadi semakin besar setelah 1967, saat bangsa Indonesia bersama sejumlah bangsa di Asia Tenggara sepakat membentuk perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN). ASEAN semakin berkembang menjadi entitas yang erat setelah 2015, ketika negara-negara anggotanya sepakat membentuk Komunitas ASEAN, yaitu sebagai satu kesatuan politik, ekonomi, dan sosial budaya.
Dia menyebut, Myanmar merupakan salah satu anggota ASEAN. Oleh karena itu, membantu rakyat Myanmar juga merupakan bagian dari solidaritas kebangsaan (ukhuwah wathoniyyah).
"Atas dasar ketiga bentuk ukhuwah tersebut, maka membantu rakyat Myanmar adalah bagian dari kewajiban moral dan kemanusiaan kita bersama. Mari kita perkuat solidaritas Islam dan solidaritas ASEAN," ujar Kyai Khambali yang juga Ketua Umum Gema Santri Nusa.
MUI mengajak seluruh elemen umat dan bangsa untuk tidak abai terhadap musibah yang menimpa rakyat Myanmar. Melalui semangat ukhuwah insaniyah, ukhuwah islamiyah, dan ukhuwah wathoniyah. MUI menegaskan pentingnya solidaritas dan aksi nyata sebagai bagian dari tanggung jawab moral, keagamaan, dan kebangsaan. (***)