Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Ternyata, Rumah Tanpa Ibu Gelap Penulis: Ririe Aiko

#30Harimenulispuisiesai

Puisiesai24


(Pada 2 Maret 2025 Seorang pemuda berbuka puasa di makam ibunya, karena tak kuasa menahan rindu) (1)


Maghrib jatuh perlahan di ufuk barat,

senja meregang dalam keheningan.

Seorang pemuda melangkah pelan,

membawa sebungkus nasi hangat dan sekerat rindu,

menuju pusara yang ia hafal, bahkan dalam gulita.


Angin menebarkan wangi tanah yang basah,

mencuri sisa kehangatan di dadanya.

Ia bersimpuh di sana,

di bawah cahaya remang, di antara kenangan yang menikam.


"Ibu, aku di sini... aku rindu. Bisakah kau mendengar ku?"


Dulu, di rumah kecil di ujung gang itu,

ibu menyambutnya dengan senyum yang tak pernah letih.

Ada suara lembut membangunkannya di waktu sahur,

suara yang kini hanya gema di kepalanya.


Ia masih ingat pesan ibu:


"Nak, jangan lupa berdoa sebelum berbuka,

karena di setiap suapan, ada berkah yang tak terlihat."


Tapi kini, rumah tanpa ibu ternyata begitu gelap.

Tak ada lagi wangi masakan di dapur kecil,

tak ada langkah tergesa di dini hari yang menyiapkan makan sahur.

Hanya kesunyian yang menetap di sudut-sudut kosong.


Hari ini, di hari pertama Ramadhan tanpa ibu,

ia memilih berbuka di tepi nisan yang membisu.

Bekalnya sederhana,

nasi hangat, tiga butir kurma, segelas air mineral,

tapi cukup untuk membawanya pulang,

ke hari di mana ibu masih ada,

menyeka letih di dahinya,

memeluk setiap gelisah nya.


Dulu, ia sering mengeluh saat dibangunkan sahur,

sekarang, alarm ponsel berbunyi hampa di kamar yang sepi.

Ia ingin kembali, sekali saja,

untuk meminta maaf atas ego yang tak sempat ia lunasi.


"Ibu, aku terlambat mengerti…"

Suara itu patah di tenggorokan.


Tubuhnya memang tinggi dan kekar,

usia membawanya menjadi lelaki dewasa,

tetapi, dihadapkan pada luka kehilangan,

ia tetaplah anak kecil yang menggenggam rindu.


Dan ada hal yang selalu menjeratnya dalam penyesalan.

Terakhir kali ia pulang, ia lupa mengatakan:


"Ibu, terima kasih atas segala air mata dan doa,

yang kau lantunkan di setiap sujud mu untuk kebahagiaanku.

Aku lupa bahwa waktu tak ada dalam kendaliku.

Kau pergi tanpa sempat melihatku tumbuh

menjadi apa yang kau mau."


Air mata mengalir deras,

tapi tak ada yang menghapusnya.


Sekarang, anak itu memejamkan mata,

membuka lembaran ayat suci di pangkuan,

membaca dengan suara gemetar,

berharap setiap ayat menjadi jembatan rindu

menuju ibu, di tempat yang tak terjangkau.


Gerimis jatuh perlahan,

seolah langit pun menyimpan kesedihan.

Ia meluruhkan seluruh lukanya pada angin

yang menyapa dalam dingin.


Saat malam merambat naik, ia pun kembali pulang sambil berkata,


"Ibu, ternyata tanpamu...

Rumah ini gelap, terlalu gelap."


---000---


CATATAN:

(1)https://www.liputan6.com/hot/read/5943229/pemuda-ini-buka-puasa-pertama-di-makam-ibu-menahan-rindu-sampai-nangis

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.