![]() |
#30Harimenulispuisiesai
Puisi esai 29
(Puisi esai ini difiksikan dari kondisi Indonesia saat ini, di mana korupsi menggerogoti sendi-sendi kehidupan, sementara rakyat kecil meratap di tepi kelaparan dan ketidakadilan yang mulai membungkam suara demokrasi.)
"Di pundakku beban bangsa terpikul, Namun tangan-tangan rakus merobek tubuhku tanpa malu."
Di sudut senja yang menua, Ibu Pertiwi menyeka air matanya, getar suaranya memecah di antara gemuruh pasar, "Mengapa banyak anak-anakku yang menderita?" bisiknya lirih.
Dulu, tanah ini seperti surga, padi menguning di setiap hamparan, minyak mengalir jernih dari bumi, namun kini, ladang-ladang digadai dengan kepalsuan (1), beras dikurangi timbangannya, minyak disusutkan demi laba, sementara rakyat kecil hanya mendapat sisa yang kian menipis.
"Inikah negeri yang dulu ku jaga?" Ibu Pertiwi bertanya kepada cakrawala, namun angin hanya membawa bau busuk, korupsi yang menjelma belati, menusuk perut-perut kosong di pagi hari.
Di depan gerbang pabrik yang kini sunyi, ribuan pekerja menggenggam nasib yang remuk, PHK datang tanpa salam, menggulung mimpi dan harapan (2), anak-anak mereka menangis dengan perut kelaparan.
Di hari raya, dapur menjadi kuburan, tak ada uap nasi, tak ada aroma daging, hanya air mata mengalir di meja kayu, sedang di istana, pesta tak pernah usai, gelas anggur ditinggikan di atas jeritan rakyat.
"Ke mana anak-anak yang dulu ku susui?" Ibu Pertiwi berseru di tengah gelap, namun pemuda-pemuda telah pergi (3), melintasi negeri mencari mimpi, karena tanah kelahiran mengubur cita-cita mereka, menjebak masa depan dalam ketidakpastian ekonomi.
Sementara di balik tembok kuasa, suara mulai dirantai, teror mulai datang bergantian (4), siapa berani bersuara, nyawa bisa jadi taruhan, kritik mulai berubah jadi bisikan.
"Jika tidak adalagi yang boleh bicara soal keadilan, kemana kami mengadu luka, wahai ibu Pertiwi?" Tanya anak bangsa yang lelah, diujung putus asa.
Ibu Pertiwi menangis di pangkuan malam, doa-doanya tersangkut di gerbang besi, sementara tangan-tangan licik terus melahap, kekayaan negeri dijarah dalam gelap.
"Tapi aku tidak akan diam," suaranya menggelegar, "Darah yang telah tertumpah tidak sia-sia, meski aku menangis hari ini, akan lahir generasi yang berani."
Dan di tengah gemuruh kehancuran, Ibu Pertiwi tetap berdiri, menyeka air mata dengan sisa harapan, menanti hari di mana kebenaran, keadilan dan kemakmuran akan kembali bertakhta di bumi pertiwi.
---ooo---
CATATAN:
(1) "Daftar 4 Kasus Korupsi yang Terungkap di Awal 2025 | tempo.co" https://www.tempo.co/hukum/daftar-4-kasus-korupsi-yang-terungkap-di-awal-2025-1218482
(2) "Gelombang PHK di Awal 2025, 9 Perusahaan Tutup Pabrik Halaman all - Kompas.com" https://money.kompas.com/read/2025/03/10/074741326/gelombang-phk-di-awal-2025-9-perusahaan-tutup-pabrik?
(3) "Di balik tagar #KaburAjaDulu: Tekad kuat warga Indonesia pindah ke luar negeri - CNA.id: Berita Indonesia, Asia dan Dunia" https://www.cna.id/lifestyle/brain-drain-tagar-kabur-aja-dulu-wni-pindah-luar-negeri-27741
(4) jurnalis Tempo diteror paket berisi kepala bangkai tikus dan kepala babi yang dipenggal "kondisi pers nasional sedang tidak baik-baik saja" https://www.bbc.com/indonesia/articles/cvg5lxnzzv4o.amp