Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Seteguk Air Keruh Untuk Berbuka Penulis: Ririe Aiko

 


#30Harimenulispuisiesai

Puisi Esai 06

(Para pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh menghadapi keterbatasan pangan yang akut, mereka hanya bergantung pada bantuan kemanusiaan yang sering kali tidak mencukupi) (1)


Di balik tenda biru yang melambai ditiup angin,

Zahara duduk bersila,

mengaduk bubur encer di mangkuk plastik.

Di luar, azan berkumandang

dari pengeras suara yang usang,

menggetarkan sepi di Cox’s Bazar,

tempat ribuan Rohingya menunggu berbuka

dengan harapan yang selalu tipis.


Ia menatap wajah anaknya,

mata mereka lebih besar dari perut yang kempis.

Di pojok ruangan, suaminya berdeham pelan,

menyembunyikan batuk yang kering

ia tahu itu bukan karena dahaga Ramadhan,

melainkan paru-parunya yang kian rapuh

oleh udara yang sarat debu dan kesedihan. (2)


Di seberang tembok yang tak terlihat,

Ada sebuah hotel bintang lima di Dhaka,

para tamu berbuka dengan sajian yang berlimpah.

Lampu kristal berpendar di atas meja panjang,

piring porselen terisi banyak hidangan,

udang raksasa, daging panggang,

sup rempah dari Persia.

Gelas tinggi terisi jus delima yang manis,

Semua tersaji istimewa bak hidangan para raja.


Sementara Zahara meneguk air keruh,

menengadah ke langit, bertanya pelan,

“Ya Rabb, apakah Ramadhan ini juga milik kami?”


Di meja yang tak pernah penuh,

ia menyuapkan bubur terakhir ke bibir putrinya,

lalu bergegas ke dapur,

bukan untuk menambah hidangan,

melainkan mengais butiran beras

yang mungkin terselip

di sudut tempat penyimpanan.


Malam turun dengan sunyi yang berat,

di tenda-tenda Cox’s Bazar,

Zahara merapikan kembali piring kosongnya,

Bubur encer itu telah habis, tak ada sisa lagi

Tapi Zahara tak marah,

Ia terbiasa menebus rasa laparnya,

dengan seteguk air keruh.

Dan rasa sakit (3)


Anaknya meringkuk di sudut tikar,

perut kecilnya hanya berisi mimpi,

tentang roti yang renyah di pagi hari,

tentang rumah yang tak lagi diingat bentuknya.


Di langit, bulan menggantung muram,

seperti saksi yang enggan bicara,

tentang kapal yang karam di lautan,

tentang jejak kaki yang hilang di pasir.

Di dalam dada,

Zahra masih menyimpan rindu

pada tanah yang hilang,

pada rumah yang kini tinggal bayang.

---000---

CATATAN:

(1) Sumber: UNHCR - Rohingya Refugee Crisis](https://www.unhcr.org/rohingya-emergency.html)

(2) Sumber: BBC News - Rohingya in Cox’s Bazar](https://www.bbc.com/news/world-asia-41566561)

(3) Sumber: The Guardian - Life in Rohingya Camps](https://www.theguardian.com/global-development/2020/sep/30/life-in-rohingya-camps)

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.