![]() |
Sebentar lagi Ramadhan akan meninggalkan kita. Sebagai seorang mukmin tentu saja kita merasa sedih. Sedih karena akan berpisah dengan bulan agung yang di dalamnya banyak terdapat peluang dari Allah SWT untuk para hamba-Nya. Peluang untuk mendapatkan ampunan dan suci dari segala dosa. Peluang untuk mendapatkan ganjaran amal yang berlipat ganda serta peluang mendapatkan waktu yang berkualitas yaitu malam qadar. Sementara itu tidak ada jaminan bahwa kita akan bertemu lagi dengan bulan Ramadhan tahun depan.
Jika seorang Muslim mengetahui dan menghayati makna Ramadhan, tentu ia tidak terlalu bersedih. Karena walaupun Ramadhan sudah berlalu, Allah SWT masih memberi peluang kepada hamba-Nya untuk meraih faedah Ramadhan, meningkatkan kualitas dirinya, dan mendapatkan maghfirah serta rahmat-Nya. Sebagaimana jamak diketahui, puasa bukan hanya sebuah ritual tanpa makna dan tujuan. Sejatinya Ramadhan adalah momen latihan spiritual (training) untuk mengantarkan seorang Muslim menjadi insan yang bertaqwa. Selama Ramadhan seorang Muslim dilatih untuk melakukan pengendalian diri (hawa nafsu), menaklukkan jiwa rendah agar ia tidak menawan akal budi manusia yang akan menyebabkannya jatuh ke jurang kehinaan dan kebinasaan. Disebabkan Ramadhan adalah momen training, maka berhasil atau tidaknya training tersebut hanya bisa dilihat setelah berlalunya bulan ini, sebagaimana haji yang mabrur hanya bisa dinilai dari perilaku seseorang setelah pulang ke tanah airnya.
Ibadah Ramadhan bisa dikatakan berhasil jika seseorang bisa mempertahankan esensi ibadah Ramadhan setelah berlalunya bulan tersebut seperti senantiasa mampu melakukan pengendalian diri sehingga menahan diri dari hal-hal yang dilarang Allah SWT (sebagai esensi dari ibadah puasa); senantiasa istiqamah dalam mengisi waktunya dengan berbagai ibadah sunnah seperti tilawah al-Qur’an, qiyamul lail, shalat sunnah dhuha serta puasa-puasa sunnah. Ringkasnya, ibadah Ramadhan dianggap berhasil apabila ia sukses mengantarkan seorang Muslim menjadi pribadi bertaqwa.
Sebaliknya, jika berlalunya Ramadhan seseorang malah kembali ke tabiat asalnya. Tidak mampu mengendalikan hawa nafsu, masih memelihara sifat-sifat tercela seperti dengki, cinta dunia, tamak dan sebagainya, gagal menjaga anggota-anggota tubuh dari perbuatan dosa, merasa malas melakukan amal ibadah, maka ini indikator ibadah Ramadhannya tidak berhasil.
Ramadhan memang akan segera berlalu. Namun jika kita memahami makna Ramadhan, sepanjang tahun bisa menjadi Ramadhan. sebagaimana pernyataan seorang tokoh sufi terkenal, al-Hujwiri dalam kitabnya “Kasyful Mahjub”, esensi puasa adalah menahan diri dari segala larangan Allah SWT. Karena itu orang yang senantiasa menjaga diri dari larangan Allah SWT, hakikatnya adalah sedang berpuasa. Dengan demikian orang tersebut seolah-olah selalu berada di bulan Ramadhan. Sebaliknya walaupun seseorang menunaikan ibadah puasa, tetapi jika ia gagal menjaga dirinya dari perbuatan dosa, maka seolah-olah ia tidak berada di bulan Ramadhan karena ia tidak mendapatkan apa-apa dari bulan agung ini, sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Betapa banyak orang yang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga”.
Ketika berada di bulan Ramadhan kita dituntut menghidupkannya dengan berbagai macam amal ibadah. Ketika ramadhan berlalu kita dituntut untuk me-Ramadhan-kan hidup kita dengan senantiasa istiqamah menghayati makna Ramadhan, mengendalikan diri dari hawa nafsu, menjaga diri dari perbuatan-perbuatan dosa dan istiqamah mengisi waktu kita dengan berbagai amalan sunnah yang akan mendekatkan diri kita kepada Allah SWT. Hidupkan Ramadhan dan Ramadhankan hidupmu!
Wallah musta’an.
www.beritasatu.com, May 23rd, 2020. https://www.beritasatu.com/ramadansatu/ramadan/636439/ramadankan-hidupmu
*(Dosen Program Studi Falsafah dan Agama Universitas Paramadina, Jakarta)