Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

PENDIDIKAN DIRI (TARBIYAH AL-DZATIYAH) Oleh: Duski Samad

Artinya: Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, lalu Dia pun menerima tobatnya. Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah Ayat: 37). Makna menerima kalimat dari Tuhannya kemudian ia bertaubat dan diterimanya taubat mufassir menjelaskan kalimat itu menerima dan menyadari kebenaran berupa ilmu (pendidikan), ibadah dan fakta kehidupan lalu ia bertaubat.

Segera bertaubat, menyadari kesalahan saat bersalah dalam pendidikan itu dapat disebut kesadaran positif.

Pendidikan menjadi awal pendidikan diri, itu dapat bermula dari dalam dirinya sendiri. Pendidikan diri dalam Islam merupakan suatu konsep yang menekankan pembelajaran dan pengembangan pribadi secara berkelanjutan. Al-Qur'an banyak menekankan pentingnya mencari ilmu dan mendidik diri sendiri. QS. Al-‘Alaq: 1-5. Ayat pertama turun dan penobatan Muhammad saw sebagai nabi dan Rasul. Ayat ini menunjukkan pentingnya membaca dan belajar sebagai cara untuk meningkatkan ilmu dan mendidik diri sendiri. QS. Az-Zumar: 9. "... Katakanlah: Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" ayat ini menegaskan bahwa orang berilmu memiliki derajat yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak berilmu.QS. Al-Mujadilah: 11. "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.". Ilmu merupakan faktor utama yang meningkatkan derajat seseorang dalam kehidupan dunia dan akhirat.

Pendidikan Diri dalam Hadis Rasulullah SAW juga sangat menganjurkan umatnya untuk terus belajar dan meningkatkan diri. Hadis Riwayat Muslim "Barang siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga."Pendidikan diri adalah bagian dari perjalanan menuju kebaikan dan kebahagiaan akhirat. Hadis Riwayat Ibnu Majah. "Mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim (laki-laki maupun perempuan)." Menegaskan bahwa pendidikan diri bukan hanya pilihan, tetapi suatu kewajiban bagi setiap Muslim. Hadis Riwayat Tirmidzi.

"Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu secara langsung dari manusia, tetapi dengan mewafatkan para ulama. Hingga ketika tidak tersisa seorang alim pun, manusia akan mengangkat pemimpin yang bodoh, lalu mereka ditanya dan memberi fatwa tanpa ilmu. Mereka sesat dan menyesatkan.". Pendidikan diri penting agar tidak mudah tersesat dalam kebodohan dan kesalahan.

Pendidikan diri ulama juga menegaskan pentingnya pendidikan diri, di antaranya: Imam Al-Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin, beliau menjelaskan bahwa ilmu adalah jalan menuju kebahagiaan dan kemuliaan. Ia juga menekankan bahwa ilmu harus diamalkan, bukan sekadar teori. Syaikh Yusuf Al-Qaradawi, beliau menekankan bahwa pendidikan diri dalam Islam mencakup aspek spiritual, intelektual, dan sosial, agar manusia menjadi lebih baik dalam hubungan dengan Allah, diri sendiri, dan sesama manusia. Ibnu Taimiyah, beliau menegaskan bahwa pendidikan diri tidak hanya berkaitan dengan ilmu agama, tetapi juga ilmu duniawi yang bermanfaat untuk kehidupan manusia.

Pendidikan diri dalam oleh ilmuwan Muslim maupun Barat menyoroti pentingnya pendidikan diri:Ibn Sina (Avicenna). Menekankan pentingnya belajar sepanjang hayat dan kombinasi antara ilmu agama dan ilmu pengetahuan alam. Ibn Khaldun dalam kitab Muqaddimah, beliau menjelaskan bahwa ilmu dan pendidikan adalah pilar peradaban dan kemajuan suatu bangsa. Paulo Freire. Seorang filsuf pendidikan modern yang menekankan pentingnya pendidikan kritis agar individu mampu memahami realitas dan melakukan perubahan sosial.

Pendidikan diri dalam Islam adalah kewajiban yang harus dijalankan oleh setiap Muslim. Al-Qur'an dan hadis menekankan pentingnya mencari ilmu sebagai jalan menuju kebahagiaan dunia dan akhirat. Fatwa ulama dan pendapat para ilmuwan juga menguatkan bahwa pendidikan diri adalah fondasi bagi kemajuan pribadi dan masyarakat. Oleh karena itu, kita harus terus belajar, baik ilmu agama maupun ilmu duniawi, untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.

BUKU TARBIYATUDZATIYAH

Pembahasan luas tentang pendidikan diri itu terdapat dalam buku "Tarbiyatudzatiyah" ditulis oleh Dr. Fathi Yakan (1933–2009), seorang ulama, dai, dan tokoh pergerakan Islam dari Lebanon menjelaskan tentang kesadaran positif dari dalam atau pendidikan diri.

Pendidikan diri (tarbiyah dzatiyah), yaitu bagaimana seorang Muslim bisa membangun dan memperbaiki dirinya secara mandiri dalam aspek spiritual, intelektual, dan moral. Buku ini sering dijadikan rujukan bagi aktivis dakwah untuk meningkatkan kualitas pribadi mereka dalam beribadah dan beramal. Dr. Fathi Yakan juga dikenal sebagai penulis buku terkenal lainnya, seperti "Apa Itu Komitmen Seorang Muslim" (ماذا يعني انتمائي للاسلام) yang banyak dijadikan panduan dalam gerakan Islam modern.

Buku "Tarbiyah Dzatiyah" karya Dr. Fathi Yakan membahas konsep pendidikan diri bagi individu Muslim agar mampu berkembang secara mandiri tanpa harus selalu bergantung pada lembaga formal. Materi, metode, pendekatan, dan strategi pendidikan dalam buku ini dibahas secara mendalam, di bawah ini diringkas pokok-pokoknya: 

1. Materi Pendidikan diri.

Fathi Yakan menekankan pentingnya pengembangan diri dalam berbagai aspek. a. Aspek Ruhiyah (Spiritual). Meningkatkan kualitas ibadah (shalat, puasa, dzikir). Membiasakan muhasabah (evaluasi diri) dan taubat. Menjaga keikhlasan dan ketakwaan dalam setiap aktivitas. b. Aspek Fikriyah (Intelektual): Memperdalam pemahaman Islam melalui Al-Qur’an, hadits, dan kitab-kitab ulama. Mengasah kemampuan berpikir kritis dan analitis dalam memahami realitas. c. Aspek Khuluqiyah (Akhlak): Menumbuhkan akhlak mulia seperti kejujuran, amanah, dan kesabaran. Meningkatkan kontrol diri terhadap hawa nafsu dan godaan duniawi. d. Aspek Jasadiyah (Fisik): Menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh.Mengelola pola makan dan tidur agar tubuh tetap kuat dalam beribadah dan beramal. d. Aspek Harakiyah (Gerakan dan Dakwah): Mengembangkan keterampilan kepemimpinan dan manajemen waktu. Aktif dalam dakwah dan amal sosial untuk menguatkan hubungan dengan masyarakat.

2. Metode Pendidikan diri.

Fathi Yakan menekankan bahwa pendidikan diri harus dilakukan dengan metode yang terstruktur dan konsisten: a. Muhasabah (Evaluasi Diri): Melakukan introspeksi harian, mingguan, atau bulanan terhadap kemajuan spiritual, intelektual, dan amal perbuatan. b. Mujahadah (Melatih Diri): Menahan diri dari kemalasan dan menanamkan disiplin dalam ibadah dan amal kebaikan. c. Mulazamah (Ketekunan): Konsisten dalam membaca Al-Qur’an, menuntut ilmu, dan memperbaiki diri. d. Muraja'ah (Mengulang Ilmu): Mengkaji kembali pelajaran yang telah didapat agar semakin kuat pemahamannya. e. Musyahadah (Mengamati dan Meniru Teladan): Menjadikan Rasulullah dan para sahabat sebagai model dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pendekatan Pendidikan dalam Tarbiyah Dzatiyah

Buku ini menggunakan pendekatan yang berorientasi pada pengembangan individu: Pendekatan Ruhaniyah: Menekankan hubungan langsung dengan Allah melalui ibadah dan dzikir. Pendekatan Ilmiah: Mendorong untuk terus belajar dan mengembangkan wawasan. Pendekatan Sosial: Menekankan pentingnya interaksi dengan masyarakat sebagai bagian dari dakwah. d. Pendekatan Psikologis: Memahami kelemahan dan kelebihan diri untuk terus berkembang.

4. Strategi Pendidikan dalam Tarbiyah Dzatiyah

Untuk mencapai hasil yang maksimal, Fathi Yakan menawarkan beberapa strategi dalam pendidikan diri: a. Membuat Program Pribadi: Menyusun jadwal harian atau mingguan untuk ibadah, membaca, dan kegiatan sosial. Menentukan target tertentu, seperti khatam Al-Qur'an dalam sebulan atau membaca satu buku setiap minggu. b. Membentuk Kebiasaan Baik: Memulai dari hal kecil, seperti membaca satu halaman Al-Qur'an setiap hari. Konsisten dalam beramal meskipun sedikit, sebagaimana hadis: "Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang dilakukan terus-menerus walaupun sedikit." (HR. Bukhari & Muslim). c. Menjaga Lingkungan yang Positif: Mencari teman atau komunitas yang mendukung perkembangan diri.Menghindari lingkungan yang dapat melemahkan iman dan semangat belajar. d. Menghadapi Tantangan dengan Kesabaran:Tidak mudah menyerah ketika menghadapi kesulitan dalam membangun kebiasaan baik. Menggunakan metode bertahap agar perubahan lebih mudah diterapkan.

 "Tarbiyah Dzatiyah" menekankan bahwa pendidikan diri adalah tanggung jawab setiap Muslim. Dengan materi yang mencakup aspek spiritual, intelektual, akhlak, fisik, dan sosial, serta metode dan strategi yang terencana, seseorang dapat terus berkembang dan menjadi pribadi yang lebih baik. Fathi Yakan ingin menunjukkan bahwa perubahan besar dalam masyarakat berawal dari perubahan individu. Oleh karena itu, tarbiyah dzatiyah adalah langkah utama menuju umat yang lebih kuat dan berkualitas.

PENDIDIKAN DIRI DALAM ADAT MINANGKABAU

Dalam falsafah adat Minangkabau, pendidikan diri memiliki esensi yang kuat dan mengakar dalam prinsip “alam takambang jadi guru” (alam yang berkembang menjadi guru). Ini menunjukkan bahwa pendidikan bukan hanya diperoleh dari sekolah atau guru formal, tetapi juga dari pengalaman hidup, lingkungan, dan interaksi sosial.

Pendidikan diri dalam falsafat adat Minangkabau bermula dari penguatan kemandirian dan kebebasan berpikir. Konsep "anak dipangku, kamanakan dibimbiang" menekankan tanggung jawab keluarga dalam membimbing generasi muda. Pendidikan diri diharapkan membentuk seseorang yang mandiri dalam berpikir dan bertindak.

Belajar dari Alam dan Pengalaman Hidup. "Alam takambang jadi guru" mengajarkan bahwa seseorang harus mengambil pelajaran dari fenomena alam dan kehidupan sosial. Mengamati perilaku masyarakat dan alam sekitar menjadi sumber pembelajaran utama.

Moral dan Akhlak Berbasis Adat dan Islam. “Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah” menunjukkan bahwa pendidikan diri harus selaras dengan ajaran Islam dan nilai adat. Setiap individu harus mendidik dirinya agar memiliki akhlak mulia, kepemimpinan, dan tanggung jawab sosial.

Strategi Pendidikan Diri dalam Adat Minangkabau. Merantau sebagai Pendidikan Karakter. Merantau adalah metode pendidikan diri untuk menempa kemandirian, kecerdasan sosial, dan keterampilan hidup. Seseorang belajar beradaptasi dengan lingkungan baru, membangun jaringan, dan mengasah kemampuan bertahan hidup.

Mamak sebagai Pembimbing Keponakan. Sistem matrilineal menjadikan mamak (paman dari garis ibu) sebagai pembimbing utama dalam pendidikan diri.Mamak memberikan pendidikan nilai-nilai adat dan Islam kepada keponakannya.

Musyawarah dan Kearifan Kolektif."Bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat" mengajarkan bahwa dalam pendidikan diri, individu harus belajar dari musyawarah dan kebijaksanaan kolektif. Interaksi sosial di surau, lapau, dan balai adat menjadi sarana pembelajaran nilai-nilai demokrasi dan kebijaksanaan.

Surau sebagai Lembaga Pendidikan. Surau adalah tempat pembelajaran informal di mana anak-anak laki-laki belajar agama, adat, dan keterampilan hidup. Di sinilah mereka dibina untuk menjadi pemimpin yang berakhlak dan berwawasan luas.

Penerapan Pendidikan Diri dalam Kehidupan Sehari-hari. Mempelajari dan Mengamalkan Adat serta Agama. Mengikuti petuah ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai sebagai pedoman hidup. Mengamalkan nilai musyawarah, gotong royong, dan rasa malu (malu jo sopan) dalam kehidupan sosial. Mengembangkan Kemandirian Ekonomi dan Keahlian. Seorang Minang dididik untuk memiliki jiwa dagang dan kemandirian ekonomi sejak dini. Merantau menjadi ajang belajar untuk mengembangkan keahlian dan wawasan baru.

Meningkatkan Ilmu Pengetahuan. Membaca, berdiskusi, dan belajar dari orang-orang bijak dalam masyarakat. Tidak berhenti belajar meskipun tidak dalam jalur pendidikan formal.

Kesimpulan: Pendidikan Diri

Pendidikan diri dalam Islam adalah kewajiban bagi setiap individu yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup di dunia dan akhirat. Islam mengajarkan bahwa pendidikan tidak hanya diperoleh dari lembaga formal, tetapi juga dari pengalaman hidup, interaksi sosial, dan refleksi diri.

Al-Qur'an dan Hadis menegaskan pentingnya mencari ilmu sebagai bentuk ibadah dan jalan menuju kebahagiaan. Pendidikan diri merupakan upaya sadar untuk terus belajar dan memperbaiki diri, sebagaimana diajarkan dalam QS. Al-‘Alaq: 1-5 dan hadis Nabi SAW yang menyebutkan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim.

Pandangan Ulama dan Ilmuwan menunjukkan bahwa pendidikan diri tidak hanya mencakup ilmu agama, tetapi juga ilmu duniawi. Imam Al-Ghazali, Ibnu Taimiyah, dan Yusuf Al-Qaradawi menekankan bahwa ilmu harus diamalkan untuk membentuk karakter yang lebih baik. Tokoh seperti Ibn Sina dan Ibn Khaldun menegaskan bahwa pendidikan adalah kunci kemajuan peradaban.

Konsep Tarbiyah Dzatiyah yang dibahas oleh Dr. Fathi Yakan dalam bukunya Tarbiyah Dzatiyah menekankan pentingnya pengembangan diri secara mandiri.

 Pendidikan diri mencakup aspek spiritual, intelektual, akhlak, fisik, dan sosial dengan metode yang sistematis seperti muhasabah (evaluasi diri), mujahadah (latihan diri), dan musyawarah (berdiskusi).

Pendidikan Diri dalam Adat Minangkabau mengajarkan nilai kemandirian dan kebijaksanaan melalui prinsip alam takambang jadi guru. Konsep merantau, musyawarah, serta pendidikan di surau menjadi bentuk pendidikan diri yang membentuk karakter individu yang mandiri, religius, dan bertanggung jawab. 

Pendidikan diri adalah proses seumur hidup yang harus dilakukan dengan kesadaran dan disiplin. Dengan terus belajar dan memperbaiki diri, seseorang dapat mencapai kehidupan yang lebih baik serta memberikan manfaat bagi masyarakat dan umat.DS.14032025.

*Khutbah Jum'at di Masjid Auliya Kantor Gubernur, Sumatera Barat 14 Maret 2025

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.