Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

MODERASI BERAGAMA DAN WAWASAN KEBANGSAAN: KUNCI PELAYANAN HAJI BERKUALITAS Oleh: Duski Samad

Moderasi beragama sampai saat ini masih dipahami beragam oleh masyarakat, tak terkecuali elit bangsa?. Moderasi beragama ada kesan hanya untuk umat Islam saja, bagaimana moderasi beragama pada non muslim? Moderasi beragama sering disalahkan artikan, misalnya berdakwah dilarang, kata atas nama moderasi beragama?. Bagaimana sebenarnya moderasi beragama dan apa pentingnya? Begitu pertanyaan dari tokoh ormas, tokoh partai dan pejabat di Kementerian agama, ketika selesai persentasi tentang moderasi beragama dan wawasan kebangsaan untuk Ketua kloter, PPIH dan TPHD Haji tahun 2025. 

Pengertian moderasi simplenya orang yang teguh pada keyakinan dan paham masing-masing, bersedia menerima perbedaan pendapat sesama umat dan menghargai umat berbeda iman. Norma moderasi beragama yang dimuat dalam surat al-Baqarah, ayat 143 oleh ulama tafsir diartikan umat yang adil dan seimbang. Mufassir kontemporer menguatkan dengan moderasi beragama mencakup bidang umat harus menguasai kekuasaan, ekonomi dan politik. 

Berkenan dengan urgensi moderasi beragama ditegaskan pada wawasan kebangsaan, kerukunan, toleransi dan bhineka tunggal ika. Indikator moderasi beragama berkaitan wawasan kebangsaan, kerukunan, anti kekerasan dan menghargai kearifan lokal. Bersamaan itu ditegaskan bahwa sejatinya moderasi beragama adalah pendekatan dalam beragama yang menekankan keseimbangan, toleransi, dan sikap adil terhadap perbedaan. Dalam konteks perilaku beragama, moderasi beragama mendorong umat beragama untuk menghindari sikap ekstrem, baik dalam bentuk fanatisme berlebihan maupun pemahaman yang terlalu longgar terhadap ajaran agama.

Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama menekankan pentingnya penguatan moderasi beragama sebagai modal dasar untuk menjaga keutuhan dan meningkatkan kualitas kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.

Kementerian Agama menjelaskan moderasi beragama adalah cara pandang, sikap, dan praktik beragama dalam kehidupan bersama dengan menekankan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusiaan dan membangun kemaslahatan umum, berlandaskan prinsip keadilan, keseimbangan, dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa. Moderasi beragama dapat dipahami sebagai upaya untuk mengamalkan ajaran agama secara moderat, tidak ekstrem, dan menghormati keberagaman, guna menciptakan harmoni dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

Prinsip-Prinsip Moderasi Beragama dalam Perilaku adalah tawassuth (sikap tengah/ tidak ekstrem). Tidak terlalu kaku dalam memahami ajaran agama.Tidak mudah menyalahkan atau mengkafirkan pihak lain. Tasamuh (Toleransi) menghormati perbedaan dalam beragama, baik dalam satu agama maupun antaragama. Menghindari ujaran kebencian dan sikap diskriminatif terhadap kelompok lain. Tawazun (Seimbang). Menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Menghargai hak dan kewajiban diri sendiri serta orang lain. I’tidal (Adil dan Proporsional). Bersikap adil dalam menilai sesuatu, tidak berat sebelah. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam kehidupan bermasyarakat.

Penerapan moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari mengedepankan dialog dan musyawarah dalam menyelesaikan perbedaan pendapat. Menghormati keberagaman keyakinan dan budaya dalam masyarakat. Menyebarkan dakwah atau ajaran agama dengan cara damai dan bijaksana.Tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang memecah belah umat beragama. Moderasi beragama bukan berarti mencampuradukkan ajaran agama, tetapi lebih kepada cara memahami dan mengamalkan agama dengan sikap yang lebih terbuka, damai, dan menghargai kebersamaan. 

DALIL DAN REGULASI TENTANG MODERASI BERAGAMA.

Al-Qur’an banyak menekankan pentingnya keseimbangan dalam beragama. Berikut beberapa ayat yang mendukung konsep moderasi beragama: QS. Al-Baqarah: 143.“Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang wasath (moderat) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu...” Ayat ini menunjukkan bahwa Islam mengajarkan umatnya untuk menjadi umat yang wasath (moderat), yaitu tidak ekstrem dalam beragama.

QS. Al-Maidah: 8. “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah! Karena adil itu lebih dekat kepada takwa...” Ayat ini menekankan pentingnya keadilan dalam kehidupan sosial dan beragama, termasuk dalam menghadapi perbedaan. QS. Al-Anbiya: 107 “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.”Islam diturunkan sebagai agama yang membawa rahmat dan kasih sayang, bukan kekerasan atau ekstremisme.

Hadis Riwayat Al-Bukhari dan Muslim. “Sesungguhnya agama itu mudah. Dan tidaklah seseorang mempersulit dirinya dalam (mengamalkan) agama melainkan ia akan dikalahkan oleh agama itu sendiri...”.Hadis ini menunjukkan bahwa Islam tidak menghendaki pemeluknya beragama dengan cara yang memberatkan atau ekstrem. Hadis Riwayat Ahmad dan Al-Baihaqi “Sebaik-baik perkara adalah yang paling pertengahan (moderat).”

Nabi Muhammad ﷺ mengajarkan keseimbangan dalam segala aspek kehidupan, termasuk dalam beragama.

Imam Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali menekankan bahwa keadilan dan keseimbangan dalam beragama sangat penting. Ia menyatakan bahwa sikap wasathiyah adalah jalan tengah yang menjauhkan seseorang dari sifat berlebihan dan kelalaian. Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Islam adalah agama pertengahan yang tidak cenderung ke ekstremisme maupun ke pemahaman yang terlalu longgar. Syekh Yusuf Al-Qaradawi dalam bukunya Fiqh Al-Wasathiyah, ia menjelaskan bahwa moderasi beragama adalah salah satu karakteristik utama Islam yang menghindarkan umat dari radikalisme dan liberalisme berlebihan.

Regulasi Negara tentang Moderasi Beragama Pemerintah Indonesia juga menegaskan pentingnya moderasi beragama melalui berbagai regulasi dan kebijakan Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 29 “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa dan menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.” Pasal ini menjamin kebebasan beragama dengan tetap menjaga harmoni dan toleransi. Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 tentang Penguatan Moderasi Beragama. Peraturan Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2019 tentang Moderasi Beragama menegaskan pentingnya pemahaman agama yang inklusif, toleran, dan tidak ekstrem dan dimuat dalam RPJMN 2020-2024 bahwa moderasi beragama menjadi salah satu program prioritas nasional untuk memperkuat persatuan bangsa.

Moderasi beragama dalam Islam didukung oleh dalil Al-Qur’an, hadis, serta pandangan ulama yang menekankan pentingnya keseimbangan, toleransi, dan keadilan. Di Indonesia, regulasi negara juga mengakui dan mendorong moderasi beragama sebagai bagian dari upaya menjaga persatuan dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

KEBUTUHAN MODERASI DALAM PELAYANAN HAJI

Meskipun moderasi beragama menjadi prinsip penting dalam kehidupan beragama, dalam konteks pelayanan haji masih terdapat beberapa tantangan kurangnya pemahaman tentang moderasi beragama. Banyak jamaah yang masih memiliki pemahaman tekstual dan rigid tentang ibadah haji, sehingga sulit menerima adanya perbedaan mazhab atau kebijakan tertentu yang bertujuan untuk kemaslahatan bersama.

Ketimpangan dalam penerapan moderasi beragama. Ada kalanya kebijakan moderasi beragama lebih menekankan aspek administratif daripada pendekatan kultural dan spiritual yang lebih substansial. Kurangnya Sosialisasi terhadap perbedaan fikih. Jamaah sering kali bingung dengan perbedaan tata cara ibadah haji yang dipraktikkan oleh umat Islam dari berbagai negara. Ini menunjukkan masih kurangnya edukasi mengenai keberagaman mazhab dalam Islam. Pelayanan yang belum sepenuhnya adaptif. Beberapa aturan atau kebijakan dalam pelaksanaan haji terkadang kurang memperhatikan kondisi fisik jamaah yang beragam, terutama lansia atau jamaah dengan kebutuhan khusus.

Meskipun ada kritik, penerapan moderasi beragama dalam pelayanan haji juga patut diapresiasi pendekatan inklusif dan ramah terhadap keberagaman. Pemerintah dan petugas haji semakin menekankan pentingnya toleransi dalam perbedaan mazhab, sehingga jamaah dapat lebih memahami bahwa ada berbagai cara dalam menjalankan ritual haji. Peningkatan kualitas bimbingan manasik haji. Program manasik haji kini lebih banyak membahas perbedaan pandangan fikih dengan pendekatan moderat, sehingga jamaah lebih siap menghadapi variasi praktik ibadah di Tanah Suci.

Peningkatan fasilitas dan layanan bagi jamaah. Pemerintah berupaya menyediakan layanan yang lebih manusiawi, seperti kemudahan akses bagi lansia, fasilitas kesehatan yang lebih baik, dan kebijakan fleksibel terkait ibadah bagi jamaah dengan keterbatasan fisik. Pencegahan paham radikal dan ekstrem. Dengan adanya moderasi beragama, pemerintah dapat mencegah potensi munculnya ajaran radikal di kalangan jamaah dan memastikan haji tetap menjadi pengalaman spiritual yang damai dan inklusif.

Kebutuhan moderasi beragama bagi pelayanan jamaah haji agar pelaksanaan ibadah haji semakin baik, beberapa hal yang perlu diperkuat dalam kerangka moderasi beragama adalah edukasi tentang keragaman mazhab. Jamaah harus diberikan pemahaman bahwa Islam memiliki banyak mazhab yang sah, sehingga tidak perlu ada perdebatan atau saling menyalahkan terkait perbedaan tata cara ibadah. Pelayanan yang lebih fleksibel dan adaptif. Perlu adanya kebijakan yang lebih memperhatikan kebutuhan jamaah, seperti kemudahan akses bagi lansia, penyandang disabilitas, dan jamaah dengan kondisi kesehatan tertentu.

Pendampingan spiritual yang lebih humanis. Petugas haji perlu mengadopsi pendekatan yang lebih empati dalam memberikan bimbingan, terutama bagi jamaah yang mengalami kesulitan dalam menjalankan ibadah karena kondisi fisik atau emosional. Peningkatan kesadaran tentang toleransi dan harmoni. Jamaah perlu diberikan pemahaman bahwa ibadah haji adalah momen persatuan umat Islam, sehingga sikap saling menghormati perbedaan harus menjadi prioritas utama.

Moderasi beragama dalam pelayanan jamaah haji sangat penting untuk memastikan ibadah berjalan dengan lancar, harmonis, dan sesuai dengan nilai-nilai Islam yang damai. Dengan meningkatkan edukasi, fleksibilitas layanan, dan pendekatan yang lebih humanis, pengalaman ibadah haji dapat menjadi lebih inklusif dan bermakna bagi semua jamaah.

STRATEGI DAN PRAKTIK MODERAT DALAM MELAYANI

Moderasi beragama dalam pelayanan jamaah haji bertujuan untuk menciptakan suasana yang harmonis, toleran, dan inklusif selama ibadah di Tanah Suci. Berikut adalah strategi dan praktik yang dapat diterapkan:

1. Edukasi dan Pembekalan Manasik Haji dengan Pendekatan Moderat.

Menjelaskan Keragaman Mazhab. Memberikan pemahaman bahwa terdapat perbedaan dalam tata cara ibadah haji berdasarkan mazhab yang berbeda. Mendorong sikap saling menghormati dalam perbedaan fikih. 

Sosialisasi Prinsip Moderasi Beragama. Mengajarkan nilai-nilai tawassuth (jalan tengah), tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), dan i'tidal (keadilan) dalam beribadah. Menekankan pentingnya menghormati sesama jamaah, baik dari Indonesia maupun negara lain. Pelatihan Bagi Petugas Haji. Petugas haji perlu mendapatkan pembekalan tentang cara menghadapi perbedaan dalam ibadah tanpa menimbulkan konflik. Menyediakan materi komunikasi efektif berbasis empati untuk menangani berbagai karakter jamaah.

Penguatan Layanan yang Inklusif dan Ramah Keberagaman. Layanan yang Mengakomodasi Jamaah Lansia dan Disabilitas. Menyediakan fasilitas seperti kursi roda, jalur khusus, dan kemudahan akses bagi jamaah berkebutuhan khusus. Mengizinkan keringanan ibadah sesuai dengan kondisi fisik jamaah tanpa ada rasa bersalah atau tekanan. Fleksibilitas dalam Pelaksanaan Ibadah. 

Membantu jamaah yang kelelahan atau sakit untuk tetap dapat menjalankan ibadah haji dengan cara yang lebih ringan sesuai dengan rukhsah (keringanan) dalam Islam. Pendampingan Keagamaan yang Humanis. Memberikan bimbingan agama yang tidak kaku, dengan tetap menghormati keyakinan dan pemahaman setiap jamaah. Mengedepankan dialog dalam menyikapi perbedaan dan tidak memaksakan satu pandangan tertentu.

Pencegahan Paham Radikal dan Konflik Antarjamaah. Penyaringan Materi Dakwah di Tanah Suci. Memastikan para pembimbing ibadah menyampaikan ajaran yang menyejukkan, tidak provokatif, dan tidak bersifat eksklusif. Mediatisasi dan Penyelesaian Konflik dengan Pendekatan Damai. Jika terjadi perbedaan atau gesekan antarjamaah, petugas harus bertindak sebagai mediator dengan mengedepankan musyawarah dan kebijaksanaan. Menghindari debat keagamaan yang dapat memperkeruh suasana selama ibadah.

2. Praktik Moderasi dalam Pelayanan Jamaah Haji. 

A. Sebelum Keberangkatan ke Tanah Suci.

Manasik Haji Berbasis Moderasi Beragama. Memberikan edukasi tentang perbedaan mazhab dalam tata cara ibadah haji. Menanamkan sikap toleran dan tidak mudah menghakimi praktik ibadah orang lain. Pendidikan Kesabaran dan Etika Beribadah. Menekankan pentingnya sikap sabar, disiplin, dan saling menghormati selama menjalankan ibadah.

B. Selama Pelaksanaan Ibadah Haji.

Bimbingan dan Konsultasi Ibadah yang Fleksibel. Petugas memberikan bimbingan secara persuasif tanpa memaksakan pemahaman tertentu. Menyediakan ruang konsultasi agama yang ramah dan inklusif bagi jamaah. Penyediaan Fasilitas yang Memudahkan. Jalur khusus bagi lansia dan penyandang disabilitas. Tim kesehatan yang siap siaga membantu jamaah dengan kondisi tertentu. Pengelolaan Perbedaan Ibadah dengan Bijaksana. Jamaah diarahkan untuk fokus pada ibadahnya sendiri tanpa mengkritik praktik orang lain. Jika terjadi perbedaan dalam ibadah, petugas memberikan penjelasan dengan pendekatan ilmiah dan moderat.

C. Setelah Kembali ke Tanah Air.

Evaluasi dan Pembelajaran. Menganalisis tantangan dan solusi selama pelaksanaan ibadah haji untuk perbaikan di tahun berikutnya. Menyebarkan kisah sukses dalam menerapkan moderasi beragama agar semakin banyak jamaah yang memahami pentingnya sikap moderat dalam beribadah. Dakwah Moderat bagi Jamaah Haji Sepulang dari Tanah Suci. Mendorong jamaah haji untuk menjadi teladan dalam toleransi dan moderasi beragama di masyarakat.

Moderasi beragama dalam pelayanan jamaah haji sangat penting untuk menciptakan pengalaman ibadah yang damai dan inklusif. Dengan strategi edukasi, layanan yang adaptif, serta pencegahan konflik, jamaah dapat menjalankan ibadah dengan nyaman dan saling menghormati perbedaan. Praktik moderasi ini tidak hanya meningkatkan kualitas pelayanan haji tetapi juga memperkuat nilai-nilai Islam yang penuh kasih sayang dan kedamaian.

Kesimpulan:

Moderasi beragama adalah pendekatan beragama yang menekankan keseimbangan, toleransi, dan sikap adil dalam menghadapi perbedaan. Dalam konteks kebangsaan, moderasi beragama berperan penting dalam menjaga kerukunan, mencegah ekstremisme, dan memperkuat persatuan dalam keberagaman. Prinsip-prinsip moderasi seperti tawassuth (jalan tengah), tasamuh (toleransi), tawazun (keseimbangan), dan i’tidal (keadilan) menjadi pedoman dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. 

Pemerintah Indonesia telah memperkuat moderasi beragama melalui regulasi, seperti Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2019, yang menekankan pemahaman agama yang inklusif dan toleran. Dalam pelayanan haji, moderasi beragama menjadi landasan penting untuk memastikan ibadah berjalan lancar, harmonis, dan inklusif. 

Tantangan dalam penerapan moderasi beragama dalam pelayanan haji meliputi kurangnya pemahaman jamaah tentang perbedaan mazhab, ketimpangan dalam implementasi kebijakan, serta kurangnya sosialisasi mengenai fikih haji yang beragam. Namun, upaya peningkatan bimbingan manasik haji berbasis moderasi, pelayanan yang lebih fleksibel dan adaptif, serta pendampingan spiritual yang humanis telah membantu meningkatkan pengalaman ibadah yang lebih damai dan harmonis.

Strategi utama dalam moderasi beragama pada pelayanan haji mencakup edukasi sebelum keberangkatan, penyediaan layanan yang inklusif selama pelaksanaan ibadah, serta evaluasi dan pembelajaran setelah jamaah kembali ke tanah air. 

Dengan menerapkan moderasi beragama, ibadah haji tidak hanya menjadi pengalaman spiritual yang bermakna tetapi juga memperkuat nilai-nilai kebersamaan dan kedamaian di tengah keberagaman umat Islam. asramahaji@15032025DS. Bimtek Pembimbing Haji Emkarsi Haji Sumatera Barat, Sabtu, 15 Maret 2025

*Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.