![]() |
Artinya: Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. (QS. Ar-Ra'd 13: Ayat 11). Ayat ini sering dikutip sebagai landasan normatif terhadap pentingnya kesadaran akan keharusan adanya perubahan. Tidak ada yang abadi dalam kehidupan kecuali perubahan itu sendiri.
Dalam konteks kehidupan bermasyarakat dan berbangsa etnis Minangkabau dengan segala aspeknya tidak luput dari perubahan. Bahkan dalam banyak analisis justru perubahan masyarakat, etnis, suku atau komunitas Minangkabau mengalami masa degradasi yang memudarkan marwah dan martabatnya dalam banyak lini kehidupan.
Marwah adalah istilah dalam bahasa Arab yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia dan Melayu untuk merujuk pada kehormatan, harga diri, atau martabat seseorang, kelompok, atau suatu bangsa. Dalam konteks budaya dan sosial, marwah berkaitan dengan bagaimana seseorang atau suatu komunitas dihormati dan dijunjung tinggi oleh masyarakat berdasarkan nilai-nilai moral, etika, dan adat yang dijunjung tinggi.
Dalam konteks Minangkabau, marwah erat kaitannya dengan falsafah adat dan ajaran agama, di mana menjaga kehormatan diri dan kaum sangat penting. Kehilangan marwah berarti kehilangan identitas dan rasa hormat dari masyarakat, sehingga penting untuk menjaga dan mengembalikannya jika sudah luntur. Martabat adalah kedudukan, derajat, atau kehormatan seseorang, kelompok, atau suatu bangsa dalam pandangan masyarakat. Martabat berkaitan dengan nilai-nilai moral, etika, dan keunggulan yang membuat seseorang atau suatu kelompok dihormati dan dihargai.
Martabat sering dikaitkan dengan bagaimana suatu kaum atau individu mempertahankan adat, agama, dan budaya mereka. Menjaga martabat berarti menjaga harga diri, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, serta tidak melakukan hal-hal yang dapat merendahkan diri sendiri atau komunitas.
Marwah dan martabat adalah berkenaan dengan harga diri, kehormatan, kedudukan dan derajat. Dalam konteks Minangkabau marwah dan martabat adalah keberadaan dan fungsionalnya adat dan syarak (Islam) bagi etnis Minangkabau di kampung halaman dan perantauan sekalipun. Bagi orang siapa saja menyatakan diri keluar dari Islam (murtad) ia sudah tidak lagi diterima sebagai bahagian dari suku dan komunitas adat.
Marwah dan martabat Minangkabau masih diakui di berbagai bidang, tetapi menghadapi tantangan besar dari modernisasi, globalisasi, dan pergeseran nilai. Untuk mempertahankan dan mengembalikannya, perlu ada usaha nyata dalam menjaga adat, meningkatkan pendidikan, memperkuat ekonomi berbasis budaya, serta memastikan generasi muda tetap memahami dan menghargai warisan leluhurnya. Marwah dan martabat etnis Minangkabau mengalami berbagai dinamika dalam perkembangan zaman. Ada aspek yang masih terjaga, tetapi ada pula yang mulai tergerus oleh perubahan sosial, ekonomi, dan budaya.
1. Nilai Adat dan Budaya: Antara Bertahan dan Tergerus
Masih kuat: Prinsip Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) masih dijunjung tinggi dalam banyak aspek kehidupan, terutama di nagari (desa adat). Mulai luntur: Sistem matrilineal dan fungsi kaum dalam masyarakat Minangkabau mulai berkurang perannya, terutama di kota-kota besar. Banyak anak muda Minang yang tidak lagi memahami atau mengamalkan adatnya.Pernikahan campuran: Semakin banyak orang Minangkabau yang menikah dengan suku lain, yang kadang mengurangi pemahaman dan penerapan adat Minang dalam keluarga.
2. Pendidikan dan Peran Perantau Minang.
Masih unggul: Orang Minang tetap dikenal sebagai perantau yang sukses di berbagai bidang, terutama dalam pendidikan, politik, bisnis, dan hukum. Banyak tokoh nasional berasal dari Minangkabau. Tantangan baru: Meskipun pendidikan tinggi masih diutamakan, tantangan zaman seperti digitalisasi dan globalisasi membuat sebagian generasi muda kurang memahami filosofi merantau yang sesungguhnya.
3. Ekonomi dan Usaha Perantau.
Kekuatan ekonomi tetap terjaga: Usaha kuliner (rumah makan Padang), perdagangan, dan bisnis lainnya tetap menjadi andalan orang Minang di perantauan. Persaingan dan tantangan modern: Dalam era bisnis digital dan perusahaan besar, usaha tradisional Minang harus beradaptasi agar tetap bersaing.
4. Politik dan Kepemimpinan Minang.
Banyak tokoh nasional: Orang Minang tetap berkontribusi dalam politik nasional, meskipun tidak sekuat era tokoh-tokoh besar seperti Mohammad Hatta, Tan Malaka, dan Sutan Sjahrir. Tantangan integritas: Ada sebagian kecil tokoh Minang yang terjerat kasus korupsi atau masalah hukum, yang sedikit banyak mencoreng marwah dan martabat etnis Minangkabau.
5. Bahasa dan Sastra Minangkabau.
Mulai terancam: Bahasa Minangkabau semakin jarang digunakan oleh generasi muda, terutama di perantauan. Banyak anak Minang yang lebih nyaman berbahasa Indonesia atau bahasa asing. Masih ada upaya pelestarian: Beberapa komunitas dan akademisi masih berusaha melestarikan bahasa dan sastra Minangkabau melalui buku, film, dan media digital.
MENGEMBALIKAN MARWAH DAN MARTABAT
Mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau berarti menghidupkan kembali nilai-nilai adat dan budaya yang mulai luntur serta memperkuat posisi Minangkabau dalam berbagai aspek kehidupan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencapai hal ini antara lain:
1. Menguatkan Nilai Adat dan Budaya.
Menanamkan kembali falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) dalam kehidupan sehari-hari. Menghidupkan kembali sistem kekerabatan matrilineal yang menjadi ciri khas Minangkabau. Mengajarkan pepatah-petitih dan adat Minangkabau kepada generasi muda agar mereka memahami jati diri budaya mereka.
2. Memperkuat Pendidikan dan Ekonomi.
Mengembangkan pendidikan berbasis budaya Minangkabau agar nilai-nilai adat tetap lestari. Menghidupkan kembali semangat merantau untuk menuntut ilmu dan membangun daerah asal. Mendorong ekonomi berbasis kearifan lokal seperti usaha rumah makan Padang, tenun songket, dan industri kreatif berbasis budaya.
3. Melestarikan Bahasa dan Sastra Minangkabau.
Mengajarkan bahasa Minang di sekolah-sekolah agar tidak punah. Mempromosikan sastra Minangkabau seperti kaba, randai, dan syair tradisional. Memanfaatkan media digital untuk menyebarkan karya sastra dan budaya Minang.
4. Membangun Kesadaran Kolektif di Perantauan.
Memperkuat jaringan perantau Minang untuk tetap peduli dengan kampung halaman. Mengadakan pertemuan atau diskusi adat di perantauan untuk menjaga kebersamaan dan nilai budaya. Berkontribusi dalam pembangunan daerah melalui investasi dan program sosial.
5. Mengembangkan Pariwisata Berbasis Budaya.
Menghidupkan kembali rumah gadang dan kampung adat sebagai destinasi wisata budaya. Memperkenalkan kuliner Minangkabau sebagai daya tarik utama wisata. Mempromosikan kesenian Minang seperti Tari Piring, Randai, dan Talempong dalam skala nasional maupun internasional. Dengan menggabungkan unsur adat, pendidikan, ekonomi, bahasa, dan pariwisata, marwah dan martabat Minangkabau dapat dikembalikan, bahkan diperkuat untuk masa depan yang lebih baik.
STRATEGI MENGEMBALIKANNYA
Mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau tidak bisa dilakukan secara instan, tetapi memerlukan usaha kolektif dari semua pihak, baik yang berada di ranah (kampung halaman) maupun di rantau (perantauan). Dengan menjaga adat, meningkatkan pendidikan, memperkuat ekonomi, serta melestarikan budaya dan bahasa, Minangkabau bisa kembali menjadi simbol kejayaan dan kebanggaan yang dihormati di tingkat nasional maupun internasional.
Mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau membutuhkan strategi yang mencakup berbagai aspek kehidupan, termasuk adat, pendidikan, ekonomi, politik, dan budaya. Beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan:
1. Revitalisasi Adat dan Budaya Minangkabau.
Penguatan Falsafah ABS-SBK (Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah) dalam kehidupan masyarakat. Mengaktifkan kembali peran ninik mamak, alim ulama, dan cadiak pandai dalam membimbing generasi muda. Pelestarian tradisi Minangkabau, seperti batagak rumah gadang, mambangkik batang tarandam (menghidupkan kembali nilai lama yang baik), dan kegiatan adat lainnya. Mendorong pemakaian pakaian adat dan bahasa Minang dalam acara formal maupun nonformal.
2. Penguatan Pendidikan dan Karakter Generasi Muda.
Menanamkan pendidikan berbasis adat dan budaya Minangkabau sejak dini, baik di sekolah maupun di lingkungan keluarga. Memasukkan muatan lokal tentang sejarah dan adat Minangkabau dalam kurikulum pendidikan. Mendorong generasi muda Minang untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi tanpa melupakan akar budaya. Membangun karakter pemimpin berintegritas, mengingat banyak tokoh besar Minangkabau yang memiliki peran penting dalam sejarah Indonesia.
3. Pemberdayaan Ekonomi Berbasis Kearifan Lokal
Meningkatkan daya saing usaha kuliner Minang, seperti rumah makan Padang, dengan inovasi dan pemasaran digital. Mengembangkan industri kreatif berbasis budaya Minangkabau, seperti tenun songket, ukiran, dan seni pertunjukan. Membangun koperasi dan usaha berbasis nagari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Minang di kampung halaman. Menggalakkan program "Mambantu Kampuang", yaitu perantau Minang yang sukses di luar daerah berkontribusi membangun kampung halaman.
4. Memperkuat Jaringan Perantau Minangkabau.
Meningkatkan peran organisasi perantau Minang, seperti IKPM (Ikatan Keluarga Perantau Minang), dalam memperkuat solidaritas dan ekonomi masyarakat Minang. Membentuk komunitas berbasis nagari di perantauan, agar tetap terhubung dengan budaya dan adat Minang. Mendorong investasi dari perantau untuk pembangunan kampung halaman, seperti pembangunan sekolah, rumah ibadah, dan infrastruktur lainnya.
6. Meningkatkan Peran Minangkabau dalam Dunia Politik dan Kepemimpinan.
Melahirkan lebih banyak pemimpin Minangkabau yang berintegritas, dengan meneladani tokoh-tokoh besar Minang seperti Mohammad Hatta, Tan Malaka, dan Sutan Sjahrir. Mendorong generasi muda Minang untuk aktif dalam politik dan pemerintahan, dengan tetap memegang teguh nilai adat dan agama. Memperkuat peran Minangkabau dalam kebijakan nasional, khususnya dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan budaya.
7. Pelestarian Bahasa dan Sastra Minangkabau
Mengajarkan bahasa Minang kepada generasi muda, baik di rumah maupun melalui media digital. Mempromosikan karya sastra Minangkabau, seperti kaba, pantun, dan syair, melalui buku dan platform digital. Mendorong pembuatan film dan konten digital berbahasa Minang, agar budaya ini tetap dikenal oleh generasi muda.
8. Pengembangan Pariwisata Budaya Minangkabau.
Menghidupkan kembali wisata budaya Minang, seperti rumah gadang, tari piring, randai, dan seni ukir. Meningkatkan kualitas infrastruktur wisata di Sumatera Barat agar lebih menarik bagi wisatawan lokal dan mancanegara. Menggelar festival budaya Minangkabau secara rutin, baik di Sumatera Barat maupun di kota-kota besar.
PERAN SERTA PEMANGKU KEPENTINGAN
Mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau bukan hanya tanggung jawab satu pihak, tetapi membutuhkan kerja sama dari berbagai pemangku kepentingan. Ninik mamak, pemerintah, akademisi, perantau, seniman, dan generasi muda harus saling bersinergi untuk menjaga adat, memperkuat ekonomi, meningkatkan pendidikan, serta melestarikan seni dan budaya Minang agar tetap dihormati dan diakui, baik di tingkat nasional maupun internasional.
Untuk mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau, diperlukan sinergi dari berbagai pemangku kepentingan yang memiliki peran strategis dalam menjaga, melestarikan, dan mengembangkan nilai-nilai adat, budaya, ekonomi, serta pendidikan Minang. Berikut adalah beberapa pemangku kepentingan utama beserta perannya:
1. Ninik Mamak dan Lembaga Adat (Pemimpin Adat dan Tokoh Masyarakat)
Peran serta ninik mamak dan lembaga adat menjaga dan menguatkan adat serta nilai-nilai budaya Minangkabau dalam kehidupan masyarakat adalah kewajiban yang tak boleh diabaikan. Ninik mamak diminta menjadi panutan dalam menyelesaikan persoalan sosial berdasarkan hukum adat Minangkabau. Menghidupkan kembali tradisi musyawarah di nagari untuk mengambil keputusan yang bijak. Mengajarkan generasi muda tentang filosofi Minangkabau, seperti Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Tantangan peran ninik mamak semakin berkurang akibat modernisasi dan urbanisasi. Kurangnya regenerasi pemimpin adat yang memahami adat Minang secara mendalam. Tantangan ini tentu disadari dan jika tidak segera disadarkan kepada semua ninik mamak, lembaga adat dan tokoh adat bahwa masa depan adat dan budaya di tangan mereka semua.
2. Pemerintah Daerah dan Pusat.
Peran pemerintah menetapkan kebijakan yang mendukung pelestarian adat dan budaya Minangkabau. Meningkatkan sektor pendidikan dengan memasukkan muatan lokal tentang budaya Minang dalam kurikulum sekolah. Mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis budaya, seperti usaha rumah makan Padang, industri songket, dan pariwisata adat. Mengembangkan infrastruktur yang mendukung wisata budaya Minangkabau.
Tantangan: Masih kurangnya perhatian terhadap pelestarian budaya dalam kebijakan publik. Kurangnya alokasi dana khusus untuk pengembangan adat dan budaya Minangkabau.
3. Cendekiawan, Akademisi, dan Lembaga Pendidikan.
Peran untuk melakukan penelitian dan kajian akademis tentang adat dan budaya Minangkabau untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya. Menulis buku, jurnal, dan artikel tentang sejarah dan filosofi Minangkabau agar tidak hilang seiring waktu. Mengembangkan kurikulum yang mengajarkan budaya Minang di sekolah dan perguruan tinggi. Menjadi penggerak dalam mendidik generasi muda agar memahami dan mencintai adatnya sendiri.
Tantangan: Kurangnya minat generasi muda dalam mempelajari adat dan budaya Minangkabau. Kurangnya media pembelajaran modern yang menarik bagi generasi digital.
4. Kaum Perantau Minangkabau (Diaspora Minang di Luar Sumatera Barat)
Peran: Menjaga hubungan erat dengan kampung halaman melalui organisasi perantau seperti IKPM (Ikatan Keluarga Perantau Minang). Memberikan kontribusi ekonomi melalui investasi, program sosial, dan pembangunan nagari. Menjadi duta budaya dengan memperkenalkan nilai-nilai Minangkabau di daerah perantauan. Mengembangkan usaha berbasis Minangkabau di perantauan, seperti rumah makan Padang dan bisnis lainnya.
Tantangan: Banyak generasi muda perantau yang mulai meninggalkan budaya Minangkabau dan kurang memahami adatnya. Kurangnya wadah yang efektif untuk menghubungkan perantau dengan kampung halaman.
5. Seniman, Budayawan, dan Media.
Peran: Menghidupkan kembali seni dan budaya Minangkabau melalui film, teater, musik, dan sastra. Mengembangkan konten digital dalam bahasa Minang untuk menjangkau generasi muda. Menggelar festival budaya dan seni Minangkabau agar tetap dikenal oleh masyarakat luas. Menjaga kelestarian sastra Minang seperti kaba, pantun, randai, dan syair adat.
Tantangan: Budaya asing semakin mendominasi media, sehingga budaya lokal sulit bersaing. Minimnya dukungan finansial dan kebijakan untuk pengembangan seni dan budaya Minangkabau.
6. Generasi Muda Minangkabau.
Peran: Belajar dan memahami adat serta sejarah Minangkabau sebagai bagian dari identitas diri. Menggunakan teknologi dan media sosial untuk menyebarkan serta melestarikan budaya Minangkabau. Mengembangkan inovasi dalam bisnis berbasis kearifan lokal agar tetap relevan dengan zaman. Menjadi agen perubahan dalam mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau di berbagai bidang.
Tantangan: Banyak anak muda Minang yang kurang tertarik terhadap adat dan budaya sendiri. Pengaruh globalisasi membuat banyak nilai tradisional mulai ditinggalkan.
Kesimpulan:
Marwah dan martabat Minangkabau merupakan dua konsep penting yang mencerminkan kehormatan, harga diri, serta identitas budaya dan adat masyarakat Minang. Namun, seiring dengan perkembangan zaman, modernisasi, dan globalisasi, nilai-nilai adat dan budaya Minangkabau mengalami tantangan yang signifikan. Beberapa aspek masih bertahan, tetapi banyak juga yang mulai luntur, terutama dalam hal adat istiadat, pendidikan, ekonomi, bahasa, dan peran perantau.
Untuk mengembalikan marwah dan martabat Minangkabau, diperlukan upaya kolektif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk ninik mamak, pemerintah, akademisi, perantau, seniman, dan generasi muda. Strategi utama yang harus dilakukan mencakup revitalisasi adat dan budaya, penguatan pendidikan berbasis kearifan lokal, pemberdayaan ekonomi masyarakat Minang, serta pelestarian bahasa dan sastra Minangkabau.
Selain itu, peran perantau Minang sangat krusial dalam mendukung pembangunan kampung halaman dan menjaga solidaritas budaya. Pendidikan juga harus diperkuat untuk memastikan generasi muda memahami dan mencintai warisan leluhur mereka. Melalui sinergi antara adat, pendidikan, ekonomi, dan budaya, marwah dan martabat Minangkabau dapat dipulihkan dan diperkuat, sehingga tetap dihormati di tingkat nasional maupun internasional. DS. 06032025.
*Dosen Islam dan Budaya Minangkabau UIN Imam Bonjol