![]() |
Malam Lailatul Qadar adalah malam yang lebih baik dari seribu bulan (Surah Al-Qadr, 97:1-5), malam yang istimewa dalam penuh ampunan, keberkahan, dan rahmat. Orang yang mendapatkan malam Lailatul Qadar akan merasakan ketenangan dan kelapangan batin, karena dosa-dosanya telah diampuni oleh Allah dan mendapatkan rahmat-Nya berkat ibadah yang dilakukan dengan ikhlas.
Tidak semua orang dapat meraih malam Lailatul Qadar. Meskipun banyak orang telah beribadah, melaksanakan salat malam, berdoa, berzikir, dan beriktikaf di masjid, mereka belum tentu mendapatkan malam yang mulia ini. Hal ini mungkin karena ibadah yang dilakukan belum sempurna, baik secara lahir maupun batin.
Hanya orang-orang pilihan yang dipertemukan dengan malam Lailatul Qadar oleh Allah SWT, seperti orang-orang saleh, para alim ulama, dan para wali Allah. Mengapa tidak semua orang bisa mendapatkannya? Bagaimana cara meraih malam Lailatul Qadar?
Malam Lailatul Qadar hanya diperuntukkan bagi mereka yang senantiasa memperbaiki diri, selalu bertaubat kepada Allah, menjaga diri dari dosa, mencintai Allah dan dicintai-Nya, serta selalu memberikan manfaat dan kebaikan bagi orang lain. Selain itu, mereka memperbanyak ibadah dengan ikhlas.
Memperbaiki Diri
Mengapa kita belum mendapatkan malam Lailatul Qadar? Mungkin karena kita belum sepenuh hati mencintai Allah, belum taat terhadap perintah-Nya, atau belum sepenuhnya menjauhi larangan-Nya. Mungkin juga kita masih kurang dalam berbuat kebaikan kepada sesama, masih memiliki banyak kekurangan, atau masih sering berbuat dosa dan lalai dalam menjaga amal. Karena itu, Allah belum mempertemukan kita dengan malam Lailatul Qadar.
Memperbaiki diri adalah salah satu jalan menuju Allah. Orang yang ingin dekat dengan-Nya adalah mereka yang, setelah berbuat dosa, segera bertaubat dengan taubat nasuha yang tidak diulangi lagi. Taubat adalah cara untuk mensucikan diri, karena Allah sediri adalah Maha Suci. Oleh karena itu, dalam kehidupan ini, kita harus terus memperbaiki diri dengan menambah ilmu, meningkatkan ibadah, dan memperbaiki sikap serta perilaku. Walaupun kesempurnaan hanya milik Allah, berusaha menjadi lebih baik adalah bagian dari ibadah kita kepada-Nya.
Mencintai Allah
Mahabbah adalah cinta kepada Allah. Cinta ini adalah jalan menuju surga. Para sufi seperti Rabi’ah Adawiyah dan Jalaluddin Rumi menempuh jalan ini demi meraih kedekatan dengan Allah. Di bulan Ramadan, cinta ini dibuktikan dengan bertemunya malam Lailatul Qadar. Allah memberikan hadiah ini kepada hamba-Nya yang dicintai sebagai hasil dari perjuangan mereka dalam menjaga diri dari dosa dan memperbanyak amal, tidak hanya di bulan Ramadan tetapi juga di luar Ramadan.
Memberi Manfaat bagi Orang Lain
Seorang hamba yang bermanfaat bagi orang lain adalah hamba yang dicintai Allah. Seorang ulama bermanfaat melalui ilmunya, orang kaya melalui hartanya dengan membantu fakir miskin dan anak yatim, serta seorang pemimpin dengan memberikan keadilan kepada rakyatnya. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi Muhammad SAW:
خَيْرُ النَّاسِ أَنْفَعُهُمْ لِلنَّاسِ
"Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya." (HR. Ahmad, Thabrani)
Beribadah secara Lahir dan Batin
Ibadah batin bukan hanya tentang kekhusyukan dalam beribadah, tetapi juga tentang ketundukan hati kepada Allah dan menjaga hati dari dosa. Ada orang yang rajin beribadah, tetapi masih menyimpan dendam dan kebencian terhadap sesama. Ada pula yang rajin beribadah tetapi masih sombong, hasad, atau iri terhadap orang lain. Hal-hal seperti ini dapat menjadi penghalang seseorang untuk mendapatkan malam Lailatul Qadar yang dijanjikan oleh Allah.
Dalam kitab, Mizan al-‘Amal, Imam al-Ghazali membagi manusia dalam beribadah menjadi tiga golongan:
Golongan Awam (Al-'Ammah): Mereka yang beribadah secara lahiriah saja, tetapi belum memiliki pemahaman mendalam tentang ibadah.
Ahli Ilmu (Al-Khawass): Mereka yang memahami syarat dan rukun serta pengetahuan ibadah sesuai dengan ilmunya, tetapi belum mencapai ibadah dengan kekhusyukan, dengan tingkat spritualitas yang sempurna.
Ahli Hakikat (Khawass Al-Khawass): Mereka yang tidak hanya memahami ilmu ibadah, tetapi juga menjalankan ibadah dengan khusyuk, penuh keikhlasan, serta ketundukan hati kepada Allah.
Orang yang mendapatkan Lailatul Qadar biasanya berasal dari golongan yang ketiga. Mereka tidak hanya beribadah dengan ilmu dan amal, tetapi juga dengan jiwa yang penuh harapan dan takut kepada Allah. Oleh karena itu, seorang mukmin seharusnya beribadah secara lahir dan batin. Mereka yang mendapatkan malam Lailatul Qadar akan dipilih oleh Allah menjadi manusia yang mulia, memperoleh ampunan, dan rahmat-Nya. Sesuai dengan sabda Rasulullah SAW. "Barang siapa yang menghidupkan malam Lailatul Qadar dengan penuh keimanan dan mengharap pahala, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu."(HR. Bukhari & Muslim)
*Dosen STIT Syekh Burhanuddin, Ketua LPBH-NU Padang Pariaman