![]() |
Tiga istilah yang dimuat judul di atas sudah dikenal luas dan menjadi kesadaran batin masyarakat Sumatera Barat sejak awal reformasi pergantian abad 20 lalu. Secara regulasi dalam Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Barat nomor 9 tahun 2000 tentang kembali ke nagari secara eksplisit dicantumkan kembali nagari berbasis surau adalah kesadaran untuk merevitalisasi institusi tradisional nagari dan surau untuk kebangkitan Sumatera Barat. Spirit dan semangat surau kembali dinyalakan oleh Walikota Wakil Walikota Padang Fadhli Amran dan Maigus Nasir SMART SURAU.
KEMBALI KE SURAU
Dalam penjelasan Perda dimuat bahwa Surau sebagai simbol budi yang dalam pembinaannya adalah otoritas sosial masyarakat penghulu, peranan itu nyaris tidak ada lagi. Perda Sumbar No. 9/ 2000,telah ditetapkan sebagai dasar pencanangan sistem “kembali ke nagari” basisnya surau. "Kembali ke Surau" dalam konteks Sumatera Barat bukan sekadar ajakan fisik untuk kembali ke masjid atau mushala, tetapi juga simbol dari kembali kepada nilai-nilai Islam, adat Minangkabau, dan kehidupan yang lebih bermakna. Dalam filosofi Minang, "adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah" menunjukkan bahwa kehidupan harus berlandaskan Islam.
Di era modern, banyak nilai-nilai tradisional yang mulai luntur, termasuk peran surau sebagai pusat pendidikan agama, pembentukan karakter, dan tempat musyawarah. Perda (Peraturan Daerah) tentang "Kembali ke Surau" di Sumatera Barat berusaha menghidupkan kembali fungsi surau sebagai: Tempat Pendidikan Agama. Seperti di masa lalu, surau menjadi tempat anak-anak dan remaja belajar mengaji, memahami Islam, dan membentuk akhlak. Pusat Kegiatan Sosial dan Keagamaan. Selain ibadah, surau berperan dalam kegiatan sosial, dakwah, dan musyawarah nagari. Pembinaan Generasi Muda. Dalam tradisi Minang, pemuda biasanya belajar ilmu kehidupan di surau, termasuk kemandirian dan kepemimpinan. Benteng dari Pengaruh Negatif Globalisasi. Dengan kembali ke surau, generasi muda diharapkan lebih kuat menghadapi pengaruh budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam.
Jika perda ini benar-benar diterapkan secara efektif, tentu bisa memperkuat karakter generasi Minang yang islami dan beradat. Tapi tantangannya, apakah generasi dan elit pemimpin sekarang masih tertarik dengan konsep "kembali ke surau"? Jawaban sejarah nanti yang akan membuktikan.
Fakta slogan dan diskursus kembali ke surau yang sudah digaung seperempat lalu, kini sudah pula diberi jaminan regulasi yang lebih kuat melalui undang-undang Nomor 17 tahun 2022 tentang Pemerintah Provinsi Sumatera Barat dengan menetapkan karakteristik Provinsi Sumatera Barat adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah (ABSSBK) adat salingka nagari, namun wujud konkrits kembali ke surau masih gelap dan masih sebatas sambutan pidato resmi, mengapa dan ada apa?
BALIAK BA SURAU
Tahun 2017 Pemerintah Kabupaten 50 Kota Payakumbuh mencangkan program Ba Baliak Basurau. “Baliak ka Surau”,seharusnya “Baliak Basurau”. Kalau ka surau, ke surau gadang (masjid), itu sudah rutin dan selalu dilakukan. Tetapi, kalau “baliak basurau”, artinya memfungsikan surau sebagaimana dulu orang-orang tua, guru, buya dan tokoh masyarakat, menjadikan surau multifungsi. Surau menghasilkan kader pendidik, calon buya, mualim (malin) dan “cadiak pandai” atau cendekiawan. Surau digunakan, selain untuk shalat rutin, juga tempat mendidik anak muda dengan bekal masa depan. Surau menjadi tempat belajar mengaji Al Quran, tafsir, nahwu, syaraf, hadist, kitab-kitab dan segala pelajaran agama Islam..
Ketua MUI Sumatera Barat secara tegas, menyatakan, bahwa “di setiap surau harus ada buya dan setiap buya harus punya surau”. Kemudian pengelolaan dan manajemen surau, seperti nagari. Buya di surau merupakan “top figur yang profesional”. Untuk itu Nagari atau Kaum (misalnya Suku, pasukuan) sebagai “pemilik” surau harus menjamin kehidupan buya dengan menyediakan inventaris Nagari atau Kaum. Misalnya menyediakan sawah nagari atau sawah kaum, bisa juga tabek (kolam ikan) nagari atau kaum, atau inventaris yang menghasilkan uang untuk menjamin kehidupan buya sekeluarga. Dicontohkan, seoerti tanah “bengkok” atau “tanah ganjaran” di Jawa ini, ujar Buya Gusrizal. Jadi buya tidak perlu kerja lain, kecuali menjadi pemimpin surau. Nah, di surau itulah buya bersama tokoh masyarakat nagari atau kaum, menyiapkan generasi muda menjadi tokoh masa depan.
Gaung gerakan ke Baliak Basurau juga sudah sepi dan hilang suaranya oleh heboh kontestasi politik yang mengharubirukan jagad kehidupan sosial kemasyarakatan, bahkan dalam batas tertentu menghapus nilai-nilai nagari, suku dan surau. Raso pareso, malu jo sopan, halal jo haram, hereng dan gendeng hanyut oleh nafsu kuasa sekelompok orang-orang berduit. Ada yang tak peduli lagi nilai-nilai adat, Islam dan kepatutan.
SMART SURAU PROGUL FADHLI MAIGUS
Membaca laman media Antara 14 Maret 2025 Wakil Walikota Maigus Nasir menjelaskan bahwa program Unggulan (Progul) "Smart Surau" yang diinisiasi oleh Wali Kota Padang, Fadly Amran, dan Wakil Wali Kota, adalah bertujuan menjadikan masjid dan musala sebagai pusat kegiatan yang menarik, aman, dan nyaman bagi generasi muda. Salah satu langkah konkret dalam program ini adalah pemasangan WiFi gratis di 130 masjid di Kota Padang. Soft launching telah dilakukan pada 18 Maret 2025, dengan target seluruh masjid tersebut terkoneksi WiFi pada Mei 2025.
Selain penyediaan akses internet, program ini juga mendorong kegiatan remaja dan pembelajaran berbasis digital di masjid dan musala. Pemerintah Kota Padang bekerja sama dengan Icon Plus Regional Sumbagteng untuk menyediakan perangkat komputer, gazebo digital, dan konektivitas internet guna mendukung infrastruktur pembelajaran tersebut.
Dengan demikian, "Smart Surau" diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan agama, menyediakan ruang belajar yang kondusif, serta menjauhkan generasi muda dari perilaku negatif seperti tawuran dan penyalahgunaan narkoba. Smart bukan sekedar makna cerdas, tetapi menjadi akronim sebagai pendekatan yang terstruktur melalui lima pilar utama: SMART (Shalat yang Istiqamah, Masjid Dimakmurkan, Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup, Rajin Menuntut Ilmu, dan Teman yang Shaleh), diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan spiritual dan intelektual generasi muda. Melalui program-program unggulan yang diterapkan, para remaja tidak hanya rajin beribadah, tetapi juga memiliki semangat dalam menuntut ilmu, mencintai Al-Qur’an, serta membangun kebiasaan positif yang bermanfaat bagi diri sendiri dan masyarakat sekitar.
Smart Surau adalah juga konsep pemberdayaan masjid sebagai pusat kegiatan keagamaan dan pendidikan bagi remaja, khususnya siswa SD dan SMP bertujuan untuk membentuk generasi muda yang religius, cerdas, dan berakhlak mulia. Surau yang dimaksud adalah masjid/mushalla yang tersebar di 104 Kelurahan kota Padang. Anak dan remaja usia SD dan SMP diharapkan aktif memberdayakan masjid/mushalla bukan sebatas tempat beribadah seperti shalat berjamaah, tetapi mendesain ragam kegiatan positif bagi anak dan remaja muslim. Kreativitas pengurus masjid sangat dinantikan.
Kesimpulan
Konsep "Kembali ke Surau", "Baliak Ba Surau", dan "Smart Surau" merupakan bagian dari upaya revitalisasi surau sebagai pusat pendidikan agama, sosial, dan budaya di Sumatera Barat. Masing-masing gagasan memiliki pendekatan yang berbeda namun tetap memiliki tujuan yang sama, yaitu mengembalikan peran surau sebagai pusat pembinaan karakter generasi muda.
Kembali ke Surau
Konsep ini menekankan pada upaya menghidupkan kembali fungsi surau sebagai pusat pendidikan agama dan sosial bagi masyarakat. Regulasi dalam Perda Sumatera Barat No. 9 Tahun 2000 mengamanatkan bahwa surau menjadi basis dalam sistem kembali ke nagari. Surau tidak hanya sekadar tempat ibadah, tetapi juga berperan dalam pendidikan agama, pembinaan karakter, serta sebagai benteng dari pengaruh negatif globalisasi. Namun, implementasi konsep ini masih menghadapi tantangan besar, terutama dalam mendapatkan perhatian dan dukungan dari generasi muda serta elit pemimpin saat ini.
Baliak Ba Surau
Program ini, yang dicanangkan pada tahun 2017 oleh Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota, bertujuan untuk mengembalikan fungsi surau sebagai pusat pendidikan agama dan kehidupan sosial masyarakat Minangkabau. Surau difungsikan kembali sebagai tempat pembelajaran Islam, pengembangan kepemimpinan, serta latihan seni dan budaya seperti silat. Program ini juga menekankan pentingnya keberadaan seorang buya sebagai pemimpin surau yang didukung oleh nagari atau kaum. Namun, gaung gerakan ini mulai meredup, tergeser oleh dinamika politik dan perubahan sosial yang menggeser nilai-nilai adat dan agama dalam kehidupan masyarakat.
Smart Surau
Program unggulan Wali Kota Padang Fadly Amran dan Wakil Wali Kota Maigus Nasir ini mengusung konsep modernisasi surau dengan memanfaatkan teknologi digital. Dengan pemasangan WiFi gratis di 130 masjid serta penyediaan perangkat komputer dan gazebo digital, program ini bertujuan menjadikan masjid dan mushala sebagai pusat kegiatan yang menarik bagi generasi muda. Konsep "Smart" dalam Smart Surau merujuk pada lima pilar utama: Shalat yang Istiqamah, Masjid Dimakmurkan, Al-Qur’an sebagai Pedoman Hidup, Rajin Menuntut Ilmu, dan Teman yang Shaleh. Program ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan spiritual dan intelektual generasi muda serta membentengi mereka dari pengaruh negatif.
Meskipun ketiga konsep ini memiliki pendekatan yang berbeda, semuanya bertujuan untuk mengembalikan fungsi surau sebagai pusat pembinaan generasi muda dalam aspek agama, sosial, dan budaya. Tantangan terbesar dalam implementasi konsep ini adalah bagaimana menarik minat generasi muda dan mendapatkan dukungan penuh dari masyarakat serta pemangku kebijakan. Keberhasilan revitalisasi surau sangat bergantung pada sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama dalam mengadaptasi konsep tradisional ke dalam realitas modern. DS. 27042025.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol