Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Desa yang Ditelan Lumpur Penulis: Ririe Aiko

#30Harimenulispuisiesai

Puisi Esai 12

(Sejumlah desa yang hilang akibat bencana lingkungan sering kali tidak mendapat perhatian serius. Setelah beberapa bulan, nama mereka hanya menjadi arsip bencana, sementara aktor-aktor utama perusakan alam tetap berjalan bebas) (1)


Di lereng itu, sebelum tanah merekah,

ada cerita tentang ladang yang luas,

sawah yang bernyanyi saat angin melintas,

dan sungai yang berbisik kepada akar tua.


Di sana, anak-anak berlari mengejar cahaya senja,

sementara para ibu menanak harapan di dapur bambu.

Mereka percaya, tanah ini adalah pusaka,

warisan yang tak boleh retak oleh ketamakan.


Tetapi, sebuah suara asing menggema,

gerigi mesin menggigit bukit dengan rakus,

menebang rimba, menguliti perbukitan,

hingga sungai kehilangan jalannya sendiri.


---000---


Hujan datang tanpa salam,

menyeret ingatan dari satu rumah ke rumah lainnya.

Malam itu, bumi seperti lupa cara bernapas,

dan air menelan batas antara daratan dan kenangan.


Di dapur yang basah oleh kepanikan,

seorang ibu mencari bayinya dalam genangan.

Teriaknya memecah gelap,

namun yang terdengar hanya arus yang terus berlari.


Di luar, orang-orang berpegangan pada sisi rumah,

berharap tanah yang dulu akrab tak berubah menjadi pusara.

Tapi lumpur terus naik,

menghapus nama-nama dari peta yang pernah mereka kenal.


---000---


"Apa yang tersisa dari kampung ini?"

bisik seorang lelaki tua yang berdiri di antara puing.

Ia menggali dengan tangan gemetar,

mencari sisa harapan yang mungkin masih terselip.

Tapi sayang, semua musnah oleh bencana.


Dulu, ia hafal setiap sudut desa,

jalan setapak yang mengantar anak-anaknya ke sekolah,

rerumputan yang berbisik di waktu fajar.

Kini, yang tersisa hanya genangan bisu,

dan batang pohon yang hanyut tanpa akar.


Mereka manusia serakah,

Yang menghancurkan alam demi rupiah,

Tak pernah datang kembali.

Mereka pergi bersama keuntungan,

meninggalkan nama-nama,

yang menjadi angka dalam berita.


---000---


Di layar kaca, seorang pejabat berbicara:

"Ini bencana alam, bukan ulah manusia."

Seakan sungai tiba-tiba memilih untuk melawan,

seakan bukit merelakan tubuhnya luruh begitu saja.


Tetapi mereka yang tinggal di sini tahu,

bahwa ini bukan sekadar takdir.

Ada tangan yang menulis skenario kehancuran,

ada keserakahan yang menelan alam.


Sementara itu, para ibu menggali tanah dengan jemari,

mencari apa saja yang masih bisa diselamatkan.

Di sudut desa, seorang bocah berdiri di tepi arus,

menatap ke kejauhan, 

mencari rumah yang tak lagi berdiri disana.

hanya sisa lumpur yang mengeras di beranda.

Desa ini tak lagi disebut dalam peta,

namanya hanya bergema dalam ingatan yang perlahan memudar.


Di atas bukit yang kini gundul,

seorang burung menjerit ke arah cakrawala.

Mungkin ia bertanya, seperti yang lain:

"Ke mana perginya suara-suara tawa di desa ini?"

Tanah menjawab dengan ratapan luka,

"Mereka semua kembali dalam pelukan ku"

CATATAN :

(1)https://betahita.id/news/detail/10483/jejak-tambang-nikel-di-balik-banjir-halmahera.html?v=1722311611

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.