![]() |
Denny JA bukan sekadar penulis, tetapi peramu gagasan. Ia menghadirkan tulisan yang tidak hanya informatif, tetapi juga menggugah pikiran. Setiap tulisannya adalah jalinan refleksi yang mengajak pembaca merenungi makna di balik setiap kata.
Gaya khasnya terbentuk dari empat elemen utama: pendekatan interdisipliner, refleksi mendalam, sentuhan emosional, dan struktur narasi yang kuat. Dalam setiap esainya, sejarah, filsafat, sastra, dan politik melebur dalam alur yang harmonis. Fakta dan kisah berpadu, menciptakan narasi yang kaya akan makna.
Refleksi menjadi ruh dalam setiap tulisannya. Denny JA tidak menulis untuk sekadar dibaca, tetapi untuk direnungkan. Ia mengajak pembaca berpikir ulang tentang isu-isu yang ia angkat, menghidupkan kesadaran, dan menghadirkan dimensi baru dalam cara pandang mereka.
Lihatlah bagaimana ia menulis tentang Bob Dylan. Dylan baginya bukan hanya seorang musisi, melainkan simbol perlawanan dan pemikiran yang melampaui zaman. Ia mengajak pembaca menyelami filsafat hidup yang tersembunyi di balik lirik-lirik lagunya.
Denny JA juga mengolah emosi dengan piawai. Kata-katanya tidak hanya bernas, tetapi juga menyentuh rasa. Ia membangun hubungan dengan pembaca melalui sentuhan emosional yang halus. Setiap narasinya terasa hidup dan akrab, seolah berdialog langsung dengan hati dan pikiran.
Saat ia berbicara tentang seni atau budaya, kita merasakan kecintaannya yang mendalam. Strukturnya mengalir indah. Ia menulis dengan retorika yang kuat, tetapi tetap mudah dicerna. Setiap kalimatnya terasa memiliki ritme yang pas, mengajak pembaca terlibat dalam alur pemikirannya tanpa merasa digurui.
Esai "Khotbah Filsafat Hidup Lewat Lagu" menjadi contoh nyata dari keempat gaya khas ini. Ia tidak sekadar membahas lagu sebagai karya seni, tetapi membedahnya dari perspektif filsafat. Lirik lagu ia hubungkan dengan gagasan besar dari para filsuf seperti Nietzsche dan Kierkegaard, memperlihatkan bagaimana musik dapat menjadi sarana perenungan eksistensial.
Refleksi dalam esai ini begitu kuat. Lagu bukan sekadar hiburan, tetapi cerminan kehidupan. Pembaca diajak melihat bagaimana musik membentuk cara pandang manusia terhadap dunia, bagaimana melodi dan lirik dapat menjadi pengantar untuk memahami keberadaan dan nilai-nilai yang lebih dalam.
Denny JA juga menyampaikan gagasannya dengan cara yang emosional. Ia tidak menulis dengan nada akademik yang kaku, tetapi dengan gaya yang akrab dan menyentuh. Pembaca tidak hanya diajak berpikir, tetapi juga merasakan.
Struktur naratifnya pun mengalir. Ia tidak hanya menjelaskan, tetapi bercerita. Tulisan-tulisannya terasa seperti percakapan yang mengajak pembaca masuk ke dalam dunia pemikirannya. Ini membuat pembaca nyaman dan terhubung dengan ide-ide yang disampaikannya.
Gaya seperti ini juga terlihat dalam karya-karyanya yang lain—baik tentang politik, seni, maupun kehidupan. Ia selalu menghubungkan gagasan dengan pengalaman manusiawi. Tulisan-tulisannya bukan hanya informatif, tetapi juga inspiratif.
Maka, ketika membaca tulisan Denny JA, kita tidak hanya mendapatkan wawasan baru, tetapi juga merasakan bagaimana gagasan-gagasan besar dapat menyentuh kehidupan sehari-hari. Ia membuktikan bahwa menulis bukan hanya tentang menuangkan ide, tetapi juga tentang merangkai kata menjadi jembatan makna.
Denny JA adalah seniman kata, yang mengubah pemikiran menjadi cerita, dan cerita menjadi kesadaran.
Rumah Kayu Cepu, 2 Maret 2025.
*Sekretaris Komunitas Puisi Esai Provinsi Jawa Tengah