Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Bukan Tentang Perempuan, Tapi Tentang Indonesia Oleh Mila Muzakkar

Hanna Keraf, perempuan muda lulusan Asian Pacific University, Jepang, memilih meninggalkan ibu kota untuk memberdayakan ekonomi perempuan di Nusa Tenggara Timur dan Papua.

Tahun 2015, ia memimpin model bisnis berbasis kearifan lokal untuk perempuan akar rumput, yaitu menganyam. Sesuai namanya, bisnis itu dinamai Du Anyam, yang berarti "Ibu menganyam". Kini, lebih dari 500 perempuan di berbagai desa telah berdaya dan taraf hidup mereka meningkat.

Angkie Yudhistia, seorang perempuan disabilitas tuli, mendirikan Thisable Enterprise untuk memberdayakan perempuan disabilitas, khususnya dalam menyalurkan mereka ke dunia kerja di bidang ekonomi kreatif.

Tahun 2018, di belahan dunia lain, seorang remaja perempuan berusia lima belas tahun memimpin gerakan mogok sekolah sebagai bentuk protes atas perubahan iklim, di depan gedung parlemen Swedia. Dialah Greta Thunberg. Gerakannya telah menginspirasi banyak anak muda di seluruh dunia untuk lebih peduli dan merawat keberlangsungan bumi.

Banyak lagi cerita perempuan lain, di berbagai belahan dunia, yang secara konkret melakukan gerakan substantif dan berkontribusi pada pembangunan bangsa.

Masalah Dulu dan Sekarang

Tak semua perempuan memiliki kesempatan yang sama dengan perempuan-perempuan di atas. Mereka berdaya, sebagian karena terlahir dari keluarga yang cukup, memiliki orang tua yang mendukung, atau memiliki nasib yang membawa mereka pada pencapaian itu. Sementara, perempuan lainnya sejak lahir menghadapi berbagai tantangan, yang sebagian besar disebabkan oleh budaya patriarki.

Masalah klasik pertama yang dihadapi perempuan adalah ketidaksetaraan dalam akses pendidikan dan teknologi. Hanya 35% perempuan yang mampu mengakses keduanya. Kedua, pernikahan anak—14% anak perempuan di Indonesia menikah sebelum usia 18 tahun. 

Ketiga, kekerasan berbasis gender dalam berbagai bentuknya, baik di ranah online maupun offline. Selanjutnya, akses perempuan untuk bekerja di sektor formal masih sangat rendah. Di dunia politik, hanya 21% perempuan yang berhasil menjadi anggota dewan.

Dan terakhir, ini adalah masalah terkini yang dihadapi perempuan: tantangan di dunia digital. Beauty standard, pinjaman online, hingga gangguan kesehatan mental adalah dampak buruk dari penggunaan internet dan media sosial yang tidak dibarengi dengan pengetahuan dan literasi digital yang baik.

Jadi, Kita Harus Apa?

Bagaimanapun, pendidikan adalah kunci utama untuk membangun generasi bangsa yang maju dan beradab. Karena itu, perempuan perlu memiliki pendidikan setinggi dan seluas mungkin.

Namun, pendidikan harus dipahami secara luas—tidak terbatas hanya pada sekolah formal di balik tembok beton, tetapi juga dalam bentuk sekolah alternatif yang membangun budaya berpikir kritis, serta pelatihan untuk pengembangan soft skills (misalnya self-love untuk menjaga kesehatan mental) dan hard skills. Ini menjadi solusi kedua yang harus dilakukan. Kelas Perempuan Muda Tangguh, yang saya inisiasi tahun 2023, misalnya, merupakan upaya untuk menyediakan akses pendidikan bagi perempuan muda marginal yang mengalami ketertinggalan berlipat ganda.

Ketiga, di media sosial, perlu diciptakan ruang aman bagi perempuan. Ini termasuk keberanian untuk speak up dan saling mendukung jika ada perempuan yang mengalami serangan digital atau jika ada konten-konten yang merendahkan perempuan.

Selanjutnya, advokasi dan petisi juga harus terus dilakukan untuk mengubah kebijakan yang mendiskriminasi atau merugikan perempuan. Contohnya, pernyataan salah satu anggota DPR yang seksis dan tidak bermoral harus dikritisi dan tidak dibiarkan begitu saja.

Perempuan Berdaya, Indonesia Maju

Pelaku usaha UMKM (usaha mikro, kecil, dan menengah) di Indonesia mencapai sekitar 66 juta, dan mereka berkontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia sebesar 61% (KADIN Indonesia, 2024). Apa hubungannya dengan perempuan? Sebanyak 64,5% pelaku UMKM itu adalah perempuan (BPS, 2024). Dengan kata lain, peran perempuan dalam membangun bangsa tak bisa lagi dipandang sebelah mata.

Bayangkan, berapa banyak kemajuan yang akan kita capai di Indonesia jika semakin banyak perempuan yang berdaya. 

Karena itu, saat ini, kita tidak lagi bicara soal pemberdayaan perempuan semata-mata untuk kesetaraan, tetapi lebih dari itu—memberdayakan perempuan berarti membangun Indonesia yang lebih maju.

Ini bukan lagi tentang perempuan. Ini tentang Indonesia.

For All Women and Girls: Right, Equality, and Empowerment. Selamat Hari Perempuan Internasional.

11 Maret 2025

*(Founder Kelas Perempuan Muda Tangguh)



Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.