Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Berfilsafat Lebaran oleh Reiner Emyot Ointoe Terry Heesye Sigar Aldin Ointoe Mitha Ointoe

قُلْ بِفَضْلِ ٱللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِۦ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا۟ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ

Qul bifadlillahi wa birahmatihi fa bizalika falyafrahu, huwa khairum mimma yajma'un(Katakanlah: "Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan"). — QS. Yunus: 58.

Lebaran Idul Fitri merupakan hari raya yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia dengan populasi umat Islam terbesar.

Sehabis jalani ibadah puasa selama satu bulan penuh di bulan ramadhan — eksklusif bagi kaum beriman —. lebaran Idul Fitri menjadi ujung utama dari harapan “la allakum tattaqun.”

Dalam perspektif filsafat, Lebaran Idul Fitri dapat dipandang sebagai refleksi tentang kemenangan dan kebahagiaan. Karena semua fase dalam teknologi ritual dan ibadah ini digaransi dengan rahmat, ampunan dan bebas dari siksa neraka.

Merujuk pada perspektif filsuf Islam, Al-Ghazali[1], kemenangan atas diri sendiri adalah kemenangan yang paling besar.

Dalam konteks Lebaran Idul Fitri, kemenangan atas diri sendiri dapat dipahami sebagai kemenangan atas hawa nafsu dan keinginan duniawi. 

Dengan menjalankan ibadah puasa, umat Islam vis a vis yang mengimaninya, dapat mengendalikan diri dan meningkatkan kesadaran spiritual.

Meski tidak secara tersirat, filsuf Yunani, Aristoteles[2] menyatakan bahwa kebahagiaan(ευτυχία) merupakan hasil dari praktek hidup yang baik, bijak(virtuous) dan berpantang(νηστεία, nisteia).

Dalam konteks Lebaran Idul Fitri, kebahagiaan yang dimaksud Aristoteles maupun Al Ghazali, dapat dipahami sebagai hasil dari kemenangan atas diri sendiri dengan kesadaran spiritual yang meningkat, terutama untuk menularkan itu pada lingkungan sosial lebih luas.

Dengan sendirinya, Lebaran Idul Fitri dapat meningkatkan kebahagiaan dan kesyukuran bersama atas prestasi kemenangan yang telah diraih oleh kumpulan individu petuai ritual puasa tersebut.

Filsuf sosial, Émile Durkheim[3] menyatakan bahwa silaturahmi(amitié) salah satu bentuk kebahagiaan yang paling penting dalam kehidupan sosial. 

Dalam konteks silaturahmi dapat dipahami sebagai ekspresi bentuk kebahagiaan dan menjadi pelejit yang dirasakan oleh kaum beriman ketika berkumpul dengan keluarga, kerabat dan handai tolan.

Dengan melakukan silaturahmi, mereka yang telah menyandang fitrah fisik dan psikis, makin kukuh menghidupkan kembali hubungan sosial yang lebih erat dan menciptakan kebahagiaan bersama lebih kuat dan mendalam.

Lebaran Idul Fitri merupakan hari raya yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Dalam perspektif filsafat, Lebaran Idul Fitri dapat dipandang sebagai refleksi tentang kemenangan dan kebahagiaan, baik fisik material dan mental spiritual. 

Akhirnya, perayaan Lebaran Idul Fitri, umat Islam pada umumnya, dapat diekspresikan sebagai kebahagiaan dan kesyukuran atas kemenangan yang telah diraih dalam prestasi spiritualitas.

#RUJUKAN:

[1] Al-Ghazali. (2013). Ihya Ulumuddin. Jakarta: Pustaka Azzam; Kimia Kebahagiaan. Jakarta: Pustaka Zaman.

[2] Aristoteles. (2014). Etika Nikomakhea. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Durkheim, É. (2013). Edukasi dan Sosiologi. Jakarta: Pustaka Obor.

*Keluarga Ointoe-Sigar mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1446 bagi yang merayakan dengan cara menuliskan ungkapan hakikat Minal Aidin Wal Faidzin❤️ إله🤲🏼

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies