![]() |
Surau di Minangkabau pernah mengalami zaman keemasan sebagai pusat pendidikan, dakwah, dan pembentukan karakter generasi muda. Kejayaan ini berlangsung terutama sebelum sistem pendidikan modern diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Surau sebagai Pusat Pendidikan Islam. Pada masa keemasannya, surau bukan hanya tempat ibadah, tetapi juga madrasah bagi anak-anak dan pemuda Minang. Di sini, mereka belajar Al-Qur'an dan Hadis, Ilmu Fiqh dan Tauhid, Tasawuf dan Akhlak, Bahasa Arab dan Sastra Islam
Beberapa surau berkembang menjadi pusat pendidikan tinggi Islam, seperti Surau Jembatan Besi di Padang Panjang yang menjadi cikal bakal Perguruan Thawalib, atau Surau Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi di Agam yang melahirkan ulama besar.
Surau sebagai Pusat Pembentukan Karakter. Dalam budaya Minangkabau, anak laki-laki sejak remaja akan tinggal di surau, karena rumah gadang lebih diperuntukkan bagi perempuan. Di surau, mereka belajar kemandirian dan ketahanan hidup.
Adat dan Budaya Minangkabau. Kepemimpinan dan Musyawarah.
Sistem ini membentuk generasi yang mandiri, berilmu, dan siap menjadi pemimpin masyarakat.
Surau sebagai Lembaga Sosial.
Surau juga berfungsi sebagai tempat berkumpulnya masyarakat untuk musyawarah dan menyelesaikan konflik.
Markas perjuangan dan pusat pergerakan sosial-politik, terutama pada masa penjajahan. Pusat ekonomi berbasis gotong royong, seperti tempat belajar keterampilan berdagang dan bertani.
Kejatuhan Surau. Zaman keemasan surau mulai pudar seiring dengan masuknya sistem pendidikan modern yang menggantikan peran surau sebagai pusat pendidikan. Urbanisasi dan perubahan sosial yang mengurangi peran surau dalam kehidupan sehari-hari. Kurangnya regenerasi ulama tradisional yang mampu mempertahankan sistem pendidikan surau.
Revitalisasi Surau di Era Modern. Kini, ada upaya membangkitkan kembali peran surau, seperti yang terlihat dalam program "Bangkit dari Surau" di Agam. Revitalisasi surau bisa dilakukan dengan mengintegrasikan sistem pendidikan modern dengan nilai-nilai tradisional.
Menggunakan teknologi digital untuk dakwah dan pendidikan. Menjadikan surau kembali sebagai pusat kegiatan sosial dan ekonomi berbasis Islam.
Jika surau bisa kembali menjadi pusat pembinaan generasi muda, bukan tidak mungkin kita akan melihat "zaman keemasan" baru yang melahirkan ulama, pemimpin, dan cendekiawan dari Minangkabau.
Program "Bangkit dari Surau" adalah inisiatif unggulan yang dicanangkan oleh Bupati Agam, Ir. H. Benni Warlis, MM, Dt. Tan Batuah, untuk periode 2025-2030. Program ini bertujuan memperkuat peran surau sebagai pusat pembelajaran agama dan pembentukan karakter generasi muda, sehingga dapat membentuk masyarakat yang religius dan berbudaya.
Dalam implementasinya, program ini mengajak seluruh elemen masyarakat, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN), untuk aktif memakmurkan masjid dan surau. Wakil Bupati Agam, H. Muhammad Iqbal, SE, M.Com, menekankan pentingnya peran masjid sebagai pusat kegiatan agama, sosial, dan pendidikan bagi umat. Beliau mengajak masyarakat untuk lebih aktif dalam memakmurkan masjid melalui berbagai aktivitas seperti pengajian, pelatihan keterampilan, dan kegiatan sosial lainnya.
Bupati Benni Warlis juga menekankan bahwa surau harus kembali menjadi basis kegiatan masyarakat, mengingat sejarahnya sebagai tempat yang melahirkan tokoh-tokoh sukses dan nasional dari Agam. Beliau mengajak masyarakat untuk kembali ke surau sebagai upaya membentuk generasi muda yang kuat, cerdas, dan beriman, sejalan dengan target Indonesia Emas 2045.
Melalui program ini, pemerintah daerah berharap dapat mencetak relawan muda yang tidak hanya memiliki kecerdasan spiritual, tetapi juga semangat pengabdian yang tinggi untuk masyarakat. Program ini diharapkan menjadi momentum kebangkitan spiritual dan sosial bagi masyarakat Kabupaten Agam, sejalan dengan visi menjadikan daerah ini sebagai wilayah yang religius dan berbudaya.
"Bangkit dari Surau" bisa jadi semangat untuk membangun kembali tradisi keilmuan Islam, kemandirian ekonomi, atau bahkan kebangkitan sosial berbasis nilai-nilai agama. Mungkin juga bisa dihubungkan dengan konsep kompleks pendidikan berbasis Qur'an yang ingin dirancang membangun generasi baru dari surau sebagai pusat pendidikan dan pembentukan karakter.
STRATEGI BANGKIT DARI SURAU
Fungsi surau sebagai lembaga pendidikan agama non formal di era digital ini strateginya tentu harus menyesuaikan dengan pola hidup masyarakat yang semakin terhubung dengan teknologi.
Beberapa strategi yang bisa diterapkan:
1. Pemanfaatan Media Digital. YouTube dan Podcast Islami: Membuat konten dakwah yang menarik, seperti kajian, tanya-jawab keislaman, dan kisah inspiratif. Media Sosial (Instagram, TikTok, Twitter): Menyajikan dakwah singkat dengan desain menarik agar mudah diterima generasi muda. Aplikasi dan Website Keislaman: Mengembang kan platform untuk pembelajaran mandiri seperti aplikasi tafsir, hadits, dan fiqh interaktif.
2. Pembelajaran Berbasis Komunitas Online.
Grup WhatsApp dan Telegram: Forum diskusi keislaman yang interaktif dan menjawab kebutuhan harian umat. Kelas Online (Zoom, Google Meet, Discord): Mengadakan majelis taklim virtual dengan format yang fleksibel dan bisa diikuti dari mana saja. E-learning Islam: Menggunakan platform seperti Udemy atau Coursera untuk kursus-kursus agama secara sistematis.
3. Program Mentoring dan Pendampingan Digital.
Ngaji Online Privat: Model one-on-one mentoring via video call untuk belajar Qur’an atau kajian Islam. Sistem Santri Digital: Menghubungkan ulama dan masyarakat melalui kelas tahfidz online, tanya jawab fiqh, atau konsultasi keislaman. Podcast Interaktif: Menyediakan sesi diskusi yang membuka peluang dialog antara ustadz dan masyarakat digital.
4. Gamifikasi dan Teknologi Interaktif. Aplikasi Gamifikasi Islam: Seperti kuis Islami, aplikasi hafalan Al-Qur'an berbasis poin, atau simulasi kehidupan Islami dalam bentuk game. Virtual Reality (VR) dan Augmented Reality (AR): Pengalaman edukatif seperti tur virtual ke Makkah dan Madinah atau simulasi ibadah haji dan umrah.
5. Dakwah Humanis dan Kontekstual. Pendekatan Naratif: Menggunakan storytelling dalam dakwah, seperti kisah inspiratif yang relevan dengan kehidupan masyarakat modern.
Kontekstualisasi Ajaran Islam: Menyampaikan Islam dengan relevansi terhadap isu-isu kontemporer seperti etika digital, gaya hidup sehat, dan kesejahteraan mental.
Kolaborasi dengan Influencer Muslim: Menggandeng tokoh muda yang aktif di media sosial untuk menyebarkan nilai-nilai Islam dengan cara yang lebih relatable.
Dengan kombinasi strategi ini, pendidikan agama nonformal bisa lebih efektif dan menjangkau masyarakat digital secara luas.
Kesimpulan
"Bangkit dari Surau" menyoroti pentingnya menghidupkan kembali peran surau dalam pendidikan, dakwah, dan pembentukan karakter generasi muda di Minangkabau. Dahulu, surau menjadi pusat keilmuan Islam, kemandirian sosial, serta tempat pembinaan kepemimpinan. Namun, perannya mulai pudar akibat masuknya pendidikan modern, urbanisasi, dan kurangnya regenerasi ulama tradisional.
Revitalisasi surau di era digital menjadi solusi untuk mengembalikan kejayaannya. Strategi yang dapat diterapkan meliputi pemanfaatan media digital seperti YouTube, podcast Islami, dan e-learning, serta pembelajaran berbasis komunitas online. Selain itu, pendekatan interaktif melalui gamifikasi, virtual reality, serta kolaborasi dengan influencer Muslim dapat menjangkau generasi muda secara lebih efektif.
Program "Bangkit dari Surau" yang diinisiasi oleh Pemerintah Kabupaten Agam menjadi langkah konkret dalam menghidupkan kembali fungsi surau sebagai pusat pembelajaran agama dan sosial. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai tradisional dengan teknologi modern, surau berpotensi kembali melahirkan ulama, pemimpin, dan cendekiawan Muslim yang berkontribusi bagi masyarakat dan bangsa.ds.24032025
*Guru Besar UIN Imam Bonjol