![]() |
Hari Ahad 23 Februari 2025 ini adalah minggu terakhir bulan Sa'ban yang menjadi kesempatan terakhir bagi masyarakat berziarah ke kuburan orang tua dan keluarga tersayang mereka. Lebih lagi bagi pengamal tarekat Syathariyah yang bersilsilah kepada Syekh Burhanuddin Ulakan Pariaman.
Ziarah jelang Ramadhan dan beberapa hari setelah Idul Fitri menjadi praktik beragama yang menarik untuk ditelusuri. Mengapa ziarah kubur, mengaji dengan dzikir sarafal anam dan mendoa bersama sudah tradisi yang tak elok kalau ditinggalkan. Artinya hampir semua keluarga di daerah penganut tarekat berziarah kubur, mengaji hari jelang puasa dan mendoa bersama ada yang ke kuburan ada pula yang di rumah saja.
Di Indonesia, tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan sudah menjadi kebiasaan yang mengakar di banyak daerah. Praktik ini umumnya dilakukan oleh keluarga untuk mendoakan leluhur sebelum memasuki bulan suci. Berikut beberapa ciri khasnya:
Waktu dan Momentum. Biasanya dilakukan dalam satu atau dua minggu sebelum Ramadan, sering kali pada hari Jumat. Beberapa daerah memiliki sebutan khusus untuk tradisi ini, seperti "nyadran" di Jawa, "makan-makan" di Sumatra, dan tradisi serupa di daerah lain.
Rangkaian Kegiatan. Membersihkan makam: Menyiangi rumput, memperbaiki nisan, dan merapikan area makam. Membaca doa dan tahlil: Surat Al-Fatihah, Yasin, tahlil, dan doa khusus untuk ahli kubur. Tabur bunga dan siraman air: Meskipun tidak ada dalam sunnah, praktik ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan. Bersedekah dan berbagi makanan: Beberapa keluarga membawa makanan untuk dibagikan kepada kerabat atau tetangga.
Makna dan Filosofi. Menghormati leluhur: Bagi masyarakat, ziarah ini adalah bentuk bakti kepada orang tua dan leluhur yang telah tiada. Mengingat kematian: Sejalan dengan ajaran Islam, ziarah membantu mengingat kematian dan akhirat. Menyambut Ramadan dengan hati bersih: Sebagian orang merasa perlu "berdamai" dengan masa lalu sebelum memasuki bulan suci.
Perbedaan Pandangan Ulama. Ulama NU, PERTI dan mayoritas Muslim Indonesia mendukung ziarah kubur selama tidak mengandung unsur syirik atau bid'ah yang dilarang. Salafi dan Wahabi mengkritik kebiasaan ini jika dianggap sebagai ritual khusus yang tidak dicontohkan Nabi.
Muhammadiyah umumnya membolehkan, tetapi menekankan bahwa ziarah harus murni untuk doa tanpa praktik tambahan seperti tabur bunga atau bacaan yang tidak berdasar dalam sunnah.
Realitas Sosial. Tradisi ini lebih bersifat budaya daripada wajib dalam Islam. Banyak keluarga menjadikan momen ini sebagai ajang silaturahmi. Di beberapa daerah, ziarah menjelang Ramadan juga dikombinasikan dengan tradisi lain, seperti berkunjung ke rumah orang tua dan tetua desa.
Jadi, meskipun praktik ini tidak memiliki dasar khusus dalam sunnah, ia tetap menjadi bagian penting dari budaya Islam di Indonesia.
PANDANGAN & PRAKTIK KAUM TAREKAT
Penganut Tarekat Syathariyah di Ulakan, Sumatera Barat, memiliki tradisi ziarah kubur menjelang Ramadhan dan diikuti dengan doa bersama, yang umumnya dikaitkan dengan ajaran Syekh Burhanuddin, ulama besar yang menyebarkan Islam dan tarekat di Minangkabau.
Dalil mereka dalam menziarahi kubur menjelang Ramadhan aslinya sama dengan ziarah kubur dihari-hari biasa.
Hadis tentang Anjuran Ziarah Kubur menjadi dasar yang sering dipakai untuk bolehnya ziarah kubur jelang puasa atau setelah idul fitri. Tarekat Syathariyah, seperti tarekat lainnya, berpegang pada hadis yang menganjurkan ziarah kubur: "Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena itu dapat mengingatkan kalian pada akhirat." (HR. Muslim).
Hadis ini menjadi dasar bahwa ziarah kubur adalah ibadah yang dianjurkan untuk mengingat kematian dan memperbanyak doa bagi almarhum.
Dalil lain yang sering dipakai adalah tentang keutamaan berdoa di Waktu-Waktu Mustajab.
Penganut tarekat Syathariyah percaya bahwa menjelang Ramadhan adalah salah satu waktu yang penuh keberkahan. Oleh karena itu, mereka memperbanyak doa di makam ulama dan orang tua mereka agar arwah mereka mendapatkan rahmat Allah. "Jika seorang manusia meninggal, maka terputuslah amalnya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak saleh yang mendoakan nya." (HR. Muslim). Dalam konteks ini, doa bagi orang tua dan guru mursyid tarekat adalah bentuk bakti dan pengamalan hadis ini.
Ada pendapat bahwa ziarah kubur dan menjelang puasa adalah mengikuti Tradisi Syekh Burhanuddin. Di Ulakan, makam Syekh Burhanuddin menjadi pusat utama ziarah bagi penganut Tarekat Syathariyah. Tradisi ini bukan sekadar budaya, tetapi juga diyakini sebagai bentuk tabarruk (mengambil berkah) dari ulama besar yang telah berjasa dalam menyebarkan Islam di Minangkabau.
Konsep tabarruk ini didukung oleh dalil dalam hadis yang menunjukkan bahwa para sahabat sering mencari keberkahan dari benda atau tempat yang pernah disentuh Rasulullah ï·º, seperti dalam hadis tentang baju Nabi yang digunakan untuk kesembuhan (HR. Bukhari & Muslim).
Dalil yang juga sering dikutip dari Al-Qur'an adalah tentang menghormati orang saleh dan orang tua yang sudah wafat. Mereka juga merujuk pada firman Allah:"Dan orang- orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar), mereka berdoa: 'Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami.(QS. Al-Hasyr: 10)
Ayat ini menjadi dasar bahwa mendoakan orang-orang beriman yang telah meninggal adalah amalan yang diperintahkan dalam Islam.
Jadi, ziarah kubur menjelang Ramadhan bagi penganut Tarekat Syathariyah Ulakan bukan sekadar ritual budaya, tetapi memiliki dalil kuat dari Al-Qur'an, hadis, dan tradisi ulama sufi. Selain sebagai bentuk penghormatan kepada Syekh Burhanuddin, juga bertujuan untuk introspeksi diri, mengingat akhirat, dan memperbanyak doa di bulan penuh berkah.
PANDANGAN UMUMNYA UMAT ISLAM
Ziarah kubur menjelang Ramadhan adalah tradisi yang memiliki dasar dalam ajaran Islam serta unsur budaya di berbagai masyarakat Muslim. Ada beberapa alasan mengapa ziarah kubur dilakukan saat memasuki bulan suci Ramadhan: Mengingat Kematian dan Akhirat
Ziarah kubur mengingatkan akan kefanaan hidup dan pentingnya mempersiapkan diri untuk akhirat. Hal ini sejalan dengan hadis Rasulullah ï·º: "Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, maka sekarang berziarahlah, karena itu dapat mengingatkan kalian pada akhirat." (HR. Muslim).
Mendoakan Orang yang Telah Meninggal. Salah satu tujuan utama ziarah kubur adalah mendoakan para almarhum agar mendapat ampunan dan rahmat dari Allah. Di bulan Ramadhan, di mana doa lebih mustajab, banyak orang ingin memanfaatkan momen ini untuk mendoakan keluarga mereka yang telah wafat.
Menjaga Tradisi dan Silaturahmi. Di banyak daerah, ziarah kubur menjadi ajang silaturahmi antar keluarga. Biasanya, sebelum Ramadhan, keluarga berkumpul untuk membersihkan makam, berdoa bersama, dan mempererat hubungan kekeluargaan.
Persiapan Diri Menyambut Ramadhan. Mengunjungi kuburan bisa menjadi bentuk introspeksi agar lebih bersungguh- sungguh dalam menjalankan ibadah Ramadhan. Mengingat kematian dapat mendorong seseorang untuk lebih meningkatkan ibadah, memperbanyak amal saleh, dan bertobat sebelum bulan yang penuh berkah itu tiba.
Meskipun ziarah kubur dianjurkan, penting untuk tetap mengikuti tuntunan syariat, seperti tidak berlebihan dalam meratapi kematian dan tidak melakukan hal-hal yang bertentangan dengan ajaran Islam.
KRITIK SALAFI
Umat Islam yang memiliki pemahaman keagamaan Salafi umumnya mengkritik tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan karena beberapa alasan utama:
Potensi Unsur Bid'ah.
Mereka berpendapat bahwa menetapkan waktu tertentu untuk ziarah kubur, seperti menjelang Ramadan, tidak memiliki dasar dalam sunnah Nabi. Menurut mereka, ibadah harus mengikuti tuntunan Rasulullah secara ketat tanpa tambahan waktu atau ritual yang tidak ada dalam Islam awal.
Khawatir Syirik atau Kesyirikan Halus. Salafi sangat menekankan tauhid dan menghindari segala bentuk kesyirikan. Mereka khawatir bahwa sebagian orang yang berziarah bisa terjerumus dalam praktik yang dianggap syirik, seperti berdoa kepada orang yang sudah meninggal, meminta berkah dari kuburan, atau keyakinan bahwa ziarah pada waktu tertentu memiliki keutamaan khusus.
Tidak Ada Dalil Khusus tentang Keutamaan Ziarah Kubur sebelum Ramadan.
Menurut ulama Salafi, Rasulullah memang menganjurkan ziarah kubur untuk mengingat kematian, tetapi tidak ada dalil spesifik yang menyatakan bahwa ziarah sebelum Ramadan memiliki keutamaan lebih. Oleh karena itu, mereka menganggap penjadwalan ziarah secara khusus sebagai sesuatu yang tidak berdasar.
Menolak Tradisi yang Tidak Berlandaskan Sunnah. Salafi menolak amalan yang berkembang dari tradisi budaya jika tidak memiliki dasar yang jelas dalam Al-Qur'an dan Sunnah. Jika ziarah kubur menjelang Ramadan lebih karena faktor kebiasaan turun-temurun, mereka menganggapnya sebagai praktik yang tidak perlu diikuti.
Namun, mereka tetap mengakui bahwa ziarah kubur secara umum diperbolehkan dalam Islam dengan syarat dilakukan sesuai sunnah, yaitu untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur tanpa adanya unsur yang melanggar tauhid.
PANDANGAN ABS-SBK
Dalam Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK), tradisi ziarah kubur menjelang Ramadan umumnya diterima selama sejalan dengan ajaran Islam dan tidak mengandung unsur yang bertentangan dengan syariat.
Pandangan dari sudut adat Minangkabau yang berlandaskan Islam. Makna dalam Adat dan Budaya Minangkabau. Menghormati Leluhur: Dalam adat Minangkabau, menghormati leluhur dan orang tua adalah bagian dari nilai budi yang luhur. Ziarah kubur dipandang sebagai bentuk penghormatan kepada pendahulu yang telah berjasa.
Mempererat Silaturahmi. Tradisi ini sering dilakukan bersama keluarga besar, yang sekaligus menjadi ajang mempererat hubungan kekerabatan antar sesama urang sumando, mamak, dan kemenakan.
Mempersiapkan Diri Menyambut Ramadan. Dalam adat, bulan Ramadan adalah momen untuk membersihkan diri, baik secara spiritual maupun sosial, termasuk dengan berziarah dan mendoakan yang telah meninggal.
Pandangan dalam Syarak (Islam). Dibolehkan dengan Niat yang Benar: Dalam Islam, ziarah kubur dianjurkan sebagai sarana mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur, sebagaimana dalam hadis Rasulullah: "Dulu aku melarang kalian berziarah kubur, sekarang berziarahlah karena itu dapat mengingatkan kalian pada kematian." (HR. Muslim)
Tidak Ada Waktu Khusus. Syarak tidak menetapkan waktu khusus untuk ziarah, sehingga menjadikannya tradisi sebelum Ramadan bukan sebuah kewajiban, tetapi kebiasaan baik jika diniatkan untuk doa dan pengingat akhirat.
Hindari Unsur Bid’ah dan Syirik. Praktik seperti meminta keberkahan dari kuburan, menjadikan makam sebagai tempat ritual khusus, atau keyakinan bahwa ziarah pada waktu tertentu membawa keberuntungan, bertentangan dengan syarak.
Keselarasan ABS-SBK dalam Ziarah Kubur. Dalam ABS-SBK, adat tidak boleh bertentangan dengan syariat. Oleh karena itu, ziarah kubur boleh dilakukan dengan syarat murni untuk mengingat kematian dan mendoakan ahli kubur. Tidak ada keyakinan bahwa ziarah sebelum Ramadan memiliki keutamaan khusus selain sebagai tradisi.
Tidak melakukan praktik yang bertentangan dengan Islam, seperti meminta sesuatu dari kuburan. Jika ada unsur budaya seperti tabur bunga, sebaiknya dipahami sebagai tradisi, bukan ibadah.
Dalam konsep Adat Basandi Syarak, ziarah kubur menjelang Ramadan diperbolehkan selama dilakukan dengan niat yang sesuai dengan Islam. Tradisi ini tetap menjadi bagian dari warisan budaya Minangkabau yang memperkuat hubungan keluarga dan masyarakat, asalkan tidak bertentangan dengan syariat.
Kesimpulan.
Ziarah kubur menjelang Ramadan merupakan tradisi yang mengakar kuat dalam masyarakat Muslim Indonesia, termasuk di kalangan pengamal tarekat dan masyarakat yang berpegang pada Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Tradisi ini memiliki makna spiritual sebagai bentuk penghormatan kepada leluhur, sarana mengingat kematian, serta momentum mempererat silaturahmi dalam rangka menyambut bulan suci.
Bagi kaum tarekat, seperti pengikut Tarekat Syathariyah di Minangkabau, ziarah kubur memiliki dimensi religius yang didukung oleh dalil Al-Qur’an, hadis, serta ajaran ulama sufi. Mereka meyakini bahwa menjelang Ramadan adalah waktu mustajab untuk berdoa, sehingga ziarah ke makam para wali dan orang tua menjadi bagian dari pengamalan ajaran Islam.
Namun, kelompok Salafi mengkritik praktik ini jika dianggap memiliki keutamaan khusus atau dilakukan dengan ritual tertentu yang tidak ada dalam sunnah. Mereka menekankan bahwa ziarah kubur boleh dilakukan kapan saja tanpa menetapkan waktu tertentu, serta harus murni sebagai pengingat kematian dan doa bagi ahli kubur, tanpa unsur bid’ah atau kesyirikan.
Dalam perspektif ABS-SBK, ziarah kubur menjelang Ramadan tetap dianggap sebagai tradisi yang selaras dengan syariat Islam selama dilakukan dengan niat yang benar dan tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Ziarah ini menjadi bagian dari kearifan lokal yang mengedepankan nilai silaturahmi, penghormatan kepada leluhur, serta refleksi spiritual dalam menyambut bulan suci.
Dengan demikian, meskipun terdapat perbedaan pandangan, ziarah kubur menjelang Ramadan tetap menjadi praktik yang bermakna bagi umat Islam di Indonesia. Yang terpenting adalah memastikan bahwa tradisi ini tetap berada dalam koridor syariat, tanpa menambah atau mengubah ajaran Islam yang mendasar. DS.23022025.
*Pembina Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional