Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

PILIHAN RAKYAT: "Saat Agama dan Etnis Tak Lagi Menentukan Hasil Pilkada" Oleh: Duski Samad


Judul di atas diangkat dari pendapat yang berkembang dalam rapat FKUB dengan Kesbangpol menyikapi Pemberian Suara Ulang (PSU) Pilkada untuk Kabupaten Pasaman yang telah ditetapkan MK.

Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Pasaman paslon nomor 02 Ondak-Desrizal yang tertuang dalam Putusan Nomor 02/PHPU.BUP-XXIII/2025. Putusan itu dibacakan Hakim Ketua Suhartoyo dalam lanjutan sidang sengketa Pemilu 2024 di Gedung MK pada Senin, 24 Februari 2025.

Kekhawatiran dampak dan ekses yang akan terjadi bila ada pemberian suara ulang, (PSU) khususnya terkait kerukunan dan harmoni. Dalam diskusi muncul berbagai pandangan bahwa Pilkada serentak ini relasi agama dan etnis sejatinya tidak banyaknya berpengaruh dalam kemenangan pasangan calon. 

Memang, di banyak daerah terutama yang lebih urban dan heterogen, faktor agama dan etnis memang tidak lagi terlalu menentukan hasil Pilkada. Analisis itu di dasarkan pada faktor yang sosio kultural dan efek lainnya.

Ada beberapa faktor yang membuat pengaruhnya berkurang di antaranya pragmatisme pemilih. Pemilih sekarang lebih cenderung melihat rekam jejak dan program kerja daripada sekadar kesamaan identitas.Isu-isu seperti ekonomi, infrastruktur, pendidikan, dan kesejahteraan lebih menjadi prioritas dibanding faktor agama atau etnis calon.

Koalisi Politik yang Fleksibel. Partai-partai sering berkoalisi lintas agama dan etnis untuk mengamankan suara, jadi sulit bagi satu kelompok untuk mendominasi dengan politik identitas. Calon yang maju juga sering berasal dari latar belakang beragam, membuat isu SARA kurang efektif dimainkan.

Kondisi Sosial yang Lebih Stabil. Di daerah dengan kohesi sosial yang kuat, politik identitas tidak menarik simpati karena masyarakat lebih fokus pada kemajuan daerah. Banyak tokoh agama dan adat juga mendorong politik yang lebih rasional dan berbasis program.

Pengaruh Media dan Teknologi. Akses informasi yang luas membuat masyarakat lebih kritis terhadap kampanye berbasis SARA. Isu sektarian lebih mudah terbantahkan karena pemilih bisa mengakses berbagai perspektif lewat media sosial dan diskusi publik.

Tapi tetap ada pengecualian. Di beberapa daerah yang punya sejarah ketegangan atau mayoritas yang sangat dominan, isu agama dan etnis masih bisa dimainkan, terutama untuk memobilisasi pemilih tradisional.

Mengapa agama dan etnis tidak cukup kuat menimbulkan pengaruh bagi merebut suara pemilih. Eksploitasi agama dan etnis dalam Pilkada memang sering terjadi, tapi bisa tereduksi oleh faktor geopolitik dan pasangan calon yang maju.

Ada beberapa alasan kenapa ini bisa terjadi di antaranya geopolitik yang dinamis. Di daerah dengan demografi yang lebih beragam, politik identitas cenderung kurang efektif karena pemilih lebih mempertimbangkan isu-isu lokal seperti ekonomi, infrastruktur, dan kesejahteraan. Konflik geopolitik nasional atau internasional juga bisa menggeser fokus pemilih dari identitas ke kepentingan pragmatis.

Komposisi Pasangan Calon.Jika pasangan calon memiliki latar belakang agama dan etnis yang berimbang, isu sektarian sulit dimainkan. Misalnya, pasangan yang mengombinasikan tokoh dari mayoritas dan minoritas bisa mengurangi polarisasi.

Calon dengan rekam jejak yang kuat dalam kepemimpinan dan program konkret lebih sulit diserang dengan sentimen agama atau etnis.

Kesadaran Publik yang Meningkat.

Pemilih semakin cerdas dan tidak mudah terprovokasi kampanye hitam berbasis SARA. Peran media dan kelompok sipil juga bisa membantu mengedukasi masyarakat agar tidak terjebak dalam politik identitas.

Regulasi yang Ketat. Bawaslu dan KPU makin ketat mengawasi kampanye berbasis SARA, termasuk di media sosial.

Tapi, meskipun faktor-faktor ini bisa mereduksi eksploitasi agama dan etnis, tetap saja dalam beberapa daerah yang homogen atau punya sejarah ketegangan sosial, politik identitas masih bisa dimainkan. 

PILIHAN RAKYAT DALAM PILKADA

Kemenangan paslon variabelnya jelas tidak satu. Esensi Pilihan Rakyat adalah mandat dan aspirasi yang diberikan oleh rakyat kepada pemimpin atau wakilnya melalui proses demokrasi. Dalam konteks politik, ini mencerminkan.

Kedaulatan Rakyat. Pemimpin yang terpilih harus mencerminkan kehendak mayoritas rakyat, bukan kepentingan segelintir elit. Amanah dan Tanggung Jawab. Setiap pemimpin atau kebijakan yang lahir dari pilihan rakyat harus dijalankan dengan tanggung jawab dan keberpihakan kepada kepentingan umum.

Kesejahteraan dan Keadilan. Pilihan rakyat seharusnya menghasilkan pemimpin dan kebijakan yang membawa manfaat nyata, bukan sekadar kemenangan politik semata.

Akuntabilitas. Mereka yang terpilih harus siap diawasi dan dievaluasi oleh rakyat, karena kekuasaan berasal dari mandat yang diberikan rakyat.

Kesadaran dan Partisipasi. Rakyat harus sadar bahwa memilih bukan hanya soal siapa yang menang, tetapi juga bagaimana keputusan itu akan mempengaruhi masa depan bangsa.

Kemenangan pasangan calon (paslon) dalam Pilkada adalah hasil dari Pilihan Rakyat, tetapi sejauh mana itu benar-benar mencerminkan kehendak rakyat bergantung pada beberapa faktor.

Legitimasi dan Representasi.

Jika Pilkada berlangsung jujur dan adil, kemenangan paslon mencerminkan keinginan mayoritas rakyat di daerah tersebut. Namun, jika ada politik uang, manipulasi, atau tekanan, hasilnya bisa jadi tidak sepenuhnya mencerminkan kehendak rakyat.

Kualitas Pemilih dan Partisipasi.

Semakin tinggi tingkat partisipasi pemilih, semakin kuat legitimasi kemenangan paslon sebagai Pilihan Rakyat. Jika banyak rakyat yang golput atau memilih karena pragmatisme (misalnya karena janji bantuan langsung), maka kemenangan paslon lebih bersifat teknis daripada substansial.

Akuntabilitas Paslon Terpilih.

Setelah menang, paslon harus membuktikan bahwa mereka benar-benar pemimpin pilihan rakyat dengan memenuhi janji kampanye dan bekerja untuk kesejahteraan masyarakat. Jika setelah menang mereka lebih melayani kepentingan elite atau kelompok tertentu, maka kemenangan itu bisa dikatakan hanya formalitas, bukan cerminan sejati dari kehendak rakyat.

Dinamika Politik Lokal. Faktor politik dinasti, oligarki, dan kepentingan kelompok tertentu sering kali memengaruhi kemenangan paslon. Jika rakyat memilih karena keterpaksaan atau keterbatasan pilihan, maka relevansi Pilihan Rakyat bisa dipertanyakan.

Namun, jika ada kompetisi yang sehat dan rakyat memilih berdasarkan visi, misi, serta rekam jejak, maka kemenangan paslon lebih memiliki makna demokratis.

Jadi, kemenangan paslon dalam Pilkada bisa selaras dengan Pilihan Rakyat, tapi juga bisa menjadi sekadar hasil dari sistem politik yang belum sepenuhnya ideal. 

Kesimpulan

Perubahan dinamika politik dalam Pilkada di Indonesia, tak dapat dipisahkan dari faktor agama dan etnis tidak lagi menjadi penentu utama dalam kemenangan pasangan calon (paslon). 

Beberapa faktor yang menyebabkan pergeseran ini antara lain. Pragmatisme Pemilih..Rakyat semakin cenderung memilih berdasarkan rekam jejak dan program kerja paslon daripada kesamaan identitas.

Koalisi Politik yang Fleksibel..Partai politik sering membangun aliansi lintas agama dan etnis, mengurangi efektivitas politik identitas. Kondisi Sosial yang Stabil – Kohesi sosial yang kuat membuat masyarakat lebih fokus pada isu pembangunan daripada sentimen sektarian.

Pengaruh Media dan Teknologi.Akses informasi yang luas membantu pemilih lebih kritis terhadap kampanye berbasis SARA. Kesadaran Publik yang Meningkat – Pemilih semakin rasional dan tidak mudah terprovokasi oleh isu politik identitas

Regulasi yang Ketat. Bawaslu dan KPU semakin aktif dalam mengawasi kampanye berbasis SARA.

Meskipun demikian, dalam beberapa daerah yang homogen atau memiliki sejarah ketegangan sosial, politik identitas masih bisa dimainkan untuk memobilisasi pemilih tradisional. 

Secara keseluruhan, kemenangan paslon dalam Pilkada tidak hanya ditentukan oleh satu faktor, tetapi merupakan hasil dari berbagai dinamika politik, sosial, dan ekonomi. Jika prosesnya berjalan jujur dan adil, kemenangan tersebut bisa mencerminkan Pilihan Rakyat yang sejati,yakni pemimpin yang dipilih berdasarkan visi, misi, dan kapabilitas, bukan sekadar faktor agama dan etnis. DS. 25022025.

*Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Barat 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.