Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

SOROTAN TERHADAP TUANKU Oleh: Duski Samad

Topik Sorotan Terhadap Tuanku ini muncul ketika membaca laporan seorang kolumnis, Rudual Tanjung Banua, di bawah judul Ulakan Pariaman Dirundung Pergolakan dimuat pada link langgar.co. yang intinya adalah pergolakan keagamaan di Ulakan dan pengikutnya tiada henti. 

Kenyataan kritik terhadap Ulakan, sejak dari kritik Buya Hamka adanya Ulama Cangkiang dan Ulama Ulakan dalam bukunya Ayahku, sampai kritik Tuanku Sunur yang syairnya dibukukan oleh putra Sunur Suryadi kini dosen di Universitas Leiden Belanda, tetap saja focus kritik pada amalan dan gaya beragama di Ulakan Pariaman yang menurut pengkritiknya cenderung bermuatan sinkritis dan pihak yang kerasnya menyebutnya syirik. Begitu Tuanku satu figur yang tak lepas dari sorotan sebagai ulama yang akomodatif pada praktik adat dan budaya yang bisa bertentangan dengan syariat.

Tidak bisa pula dipungkiri sampai saat ini pergolakan tertutup sesama Tuanku terus terjadi. Di antaranya claim otoritas Khalifah Syekh Burhanuddin yang tiga orang, ziarah pengikut Syekh Burhanuddin Ulakan ke makam Abd Al Rauf di Syiah Kuala Banda Aceh dan ada pula kelompok yang ziarahnya justru ke Sinkel. Sedihnya lagi jaringan surau sesama pencetak Tuanku juga sulit saling membesarkan, penetapan awal Ramadhan dan Idul Fitri dengan taqwim, hisab, rukyatul hilal dan tradisi kecil lainnya yang jauh berbeda dengan pendapat mashur di dunia Islam.

Kritik terhadap Tuanku yang cukup pedas adalah posisi Tuanku sebagai ulama lokal dianggap lemah atau takut pada pemerintah dan tokoh adat sering muncul dalam konteks ketidakmampuan mereka untuk secara tegas membela prinsip agama atau membela kepentingan umat. 

Tuanku yang sering dikatakan mudah kehilangan otoritas keilmuan dan pengaruh sosialnya. Ulama Tuanku diharapkan menjadi suara moral yang lantang terhadap ketidakadilan, ketika mereka terlihat terlalu kompromis dengan penguasa atau tokoh adat, maka Tuanku kehilangan kepercayaan umat.

Tuanku sering dikatakan takut berbeda pendapat. Beberapa ulama Tuanku mungkin memilih diam atau mendukung kebijakan pemerintah atau adat yang kurang sesuai dengan nilai agama, demi menjaga posisi atau menghindari konflik.

Lebih keras lagi stigma terhadap Tuanku yang tergantung pada kekuasaan. Ketergantungan ulama Tuanku pada fasilitas, pendanaan, atau dukungan pemerintah dan tokoh adat membuat mereka tidak bebas menyuarakan kebenaran.

Tuanku sering disibukkan tradisi dan kegiatan keagamaan rutin. Ketika umat menghadapi masalah seperti ketidakadilan, pelanggaran hak, atau kerusakan moral, ulama Tuanku sering pasif maka ia dianggap gagal menjalankan peran mereka sebagai pemimpin spiritual.

Walaupun demikian penting juga melihat bahwa situasi ini tidak selalu karena kelemahan pribadi. Ada faktor-faktor eksternal, seperti tekanan dan ancaman.

Beberapa ulama menghadapi tekanan besar jika berbicara terlalu kritis, termasuk risiko keamanan pribadi atau komunitasnya.

Keterbatasan wewenang dalam beberapa kasus, ulama Tuanku tidak memiliki cukup pengaruh untuk melawan struktur adat atau pemerintah yang sangat kuat. Kondisi seperti perlu solusi yang sering diusulkan adalah memperkuat pendidikan, independensi finansial, dan jaringan antar ulama, sehingga mereka lebih berani dan mampu menegakkan nilai-nilai agama tanpa rasa takut atau tergantung pada pihak lain.

TUANKU DAN PENGARUH SOSIALNYA

Secara nyata pengaruh sosial Tuanku aslinya cukup kuat, namun ketika pengaruh sosial itu mau diwujudkan Tuanku sering kalah cepat oleh tokoh adat dan pejabat struktural negara. Misalnya dalam politik praktis Tuanku sering diposisikan sebagai pengumpul suara, dan tak diberi peran berarti bila kandidat sudah sukses dan memenangkan kontestasi.

Titik lemah Tuanku sebagai ulama lokal dalam perebutan pengaruh sosial sering kali berhubungan dengan berbagai faktor, termasuk:

1. Keterbatasan Akses Media.

Tuanku dalam barisan Ulama lokal sering kali kalah bersaing dengan tokoh agama yang memiliki akses luas ke media massa dan media sosial. Pesan mereka mungkin tidak mencapai khalayak yang lebih besar.

2. Kurangnya Pendekatan Kontekstual. 

Beberapa Tuanku atau ulama lokal mungkin kurang mampu mengemas pesan agama agar relevan dengan isu-isu sosial, politik, dan budaya yang sedang hangat, sehingga sulit menarik perhatian generasi muda atau kelompok yang lebih modern.

3. Minimnya Kolaborasi Antar-Ulama.

Persaingan antar Tuanku dan ulama lokal lainnya atau kurangnya koordinasi dalam menyampaikan pesan agama yang konsisten dapat melemahkan pengaruh mereka di masyarakat.

4. Terbatasnya Dukungan Finansial.

Banyak Tuanku dan ulama lokal yang tidak memiliki sumber daya ekonomi yang memadai untuk mendukung aktivitas dakwah mereka, seperti membangun lembaga pendidikan atau mendanai kegiatan sosial.

5. Dominasi Aktor Luar.

Pengaruh tokoh agama nasional atau global yang lebih populer dapat menenggelamkan suara Tuanku dan ulama lokal, terutama jika mereka tidak memiliki daya tarik yang seimbang.

6. Kurangnya Pemanfaatan Teknologi

Jika Tuanku atau ulama lokal tidak mengikuti perkembangan teknologi dan media digital, mereka mungkin kehilangan kesempatan untuk menjangkau generasi muda yang aktif di platform digital.

7. Stigma dan Politisasi

Dalam beberapa kasus, Tuanku dan ulama lokal dapat terjebak dalam stigma politik atau konflik internal, yang membuat mereka kehilangan kepercayaan masyarakat. Tuanku menjadi tim sukses lama akan sehat di mata lawan politik.

8. Keterbatasan Pendidikan atau Kapasitas Intelektual.

Mayoritas Tuanku dan ulama lokal kurang memiliki wawasan luas tentang isu-isu global atau kemampuan intelektual untuk menyampaikan argumen yang relevan dengan tantangan zaman.

Untuk mengatasi kelemahan ini, Tuanku dan ulama lokal perlu meningkatkan kapasitas mereka dalam teknologi, memperkuat jaringan, serta mengemas dakwah dengan cara yang relevan dan inklusif.

PENGUATAN JARINGAN TUANKU 

Sejak 12 Oktober 2023 inisiatif membangun jaringan Tuanku melalui group whatshapp yang anggotanya 646 orang keluar masuk masih sebatas share informasi dan pencerahan. 

Strategi penguatan jaringan Tuanku dan ulama lokal untuk meningkatkan kapasitas mereka melibatkan kolaborasi, inovasi, dan penguatan institusi. Beberapa langkah strategis:

1. Membangun Kolaborasi Antar-Ulama.

Forum Diskusi Rutin: Membentuk forum atau majelis Tuanku dan ulama lokal yang rutin berdiskusi tentang isu-isu keumatan dan sosial. Pertukaran pengalaman mengadakan program saling belajar antar-ulama untuk berbagi metode dakwah, manajemen lembaga, atau wawasan keagamaan.

2. Pemanfaatan Teknologi dan Media.

Digitalisasi Dakwah mendorong ulama lokal untuk aktif di media sosial, membuat konten dakwah digital, atau podcast.

Platform Online bersama membuat platform digital yang menjadi pusat informasi, diskusi, dan publikasi kegiatan ulama lokal.

3. Kerjasama dengan Lembaga Pendidikan.

Kurikulum Keagamaan Lokal: Bekerjasama dengan pesantren, madrasah, atau universitas Islam untuk mengintegrasikan isu-isu lokal dalam pendidikan keagamaan.

Pelatihan dan Workshop: Mengadakan pelatihan tentang manajemen organisasi, komunikasi publik, atau teknologi untuk ulama.

4. Membangun Kemitraan dengan Organisasi dan Pemerintah.

Kemitraan Strategis: Bekerjasama dengan organisasi masyarakat Islam, NGO, atau pemerintah untuk memperluas jangkauan dakwah. Akses ke Dana: Mengakses program pendanaan dari pemerintah atau donor swasta untuk mendukung kegiatan sosial dan dakwah.

5. Penguatan Peran Sosial.

Kegiatan Sosial: Mengorganisir kegiatan sosial, seperti bantuan bencana, pendidikan gratis, atau program ekonomi, untuk memperkuat peran di masyarakat.

Keterlibatan dalam Isu-isu Lokal: Aktif dalam menyelesaikan masalah sosial, seperti kemiskinan, konflik, atau kerusakan lingkungan.

6. Pengembangan Kapasitas Pribadi

Pendidikan Lanjutan: Memberikan beasiswa atau dukungan bagi ulama untuk melanjutkan pendidikan formal, baik di dalam maupun luar negeri. Pelatihan Soft Skills: Mengadakan pelatihan tentang komunikasi efektif, kepemimpinan, dan advokasi.

7. Membangun Branding dan Reputasi

Keunikan Pesan: Membantu ulama menemukan fokus dakwah yang khas, seperti isu lingkungan, perempuan, atau anak muda. Publikasi: Mendorong ulama menulis buku, artikel, atau jurnal yang memperluas pengaruh mereka.

8. Memperluas Jaringan Regional dan Internasional. Konferensi dan Seminar: Mengikuti acara internasional untuk memperluas wawasan dan jaringan. Kemitraan Global: Menjalin hubungan dengan ulama di luar daerah atau negara untuk bertukar ilmu dan pengalaman.

Mengadopsi strategi ini, Tuanku sebagai ulama lokal dapat memperkuat posisi mereka sebagai pemimpin masyarakat yang relevan dan berdaya dalam menghadapi tantangan zaman. 

Sorotan, kritik dan penggunaan Tuanku sebagai ulama lokal untuk pengumpul suara saat ada pemilihan adalah menyakitkan dan tidak mengenakkan. Ayo ulama Tuanku dan pimpinan halaqah surau yang mencetak Tuanku segeralah berbenah diri agar tetap relevan dalam menjawab tantangan digital dan global.

Penguatan kapasitas Tuanku dan tranformasi sistim pendidikan Tuanku pada halaqah surau adalah kebutuhan mendesak. Tuanku yang dicintai dan sekaligus juga tidak sedikit yang menertawai mesti kita sadari untuk koreksi. Mari bermuhasabah diri. @gate126masjidilharam. 10012024.

*Pembina Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies