Jakarta - Pulo Lasman Simanjuntak, seorang penyair kelahiran Surabaya, 20 Juni 1961, terus mengguratkan pemikiran dan pengalaman hidupnya melalui bait-bait puisi yang memukau.
Dalam kumpulan puisi terbarunya, ia menghadirkan berbagai tema mendalam, mulai dari refleksi, eksistensial, kritik sosial, hingga perjalanan spiritual yang menggetarkan jiwa.
Dikenal sebagai sosok yang aktif di dunia sastra, karya-karya Pulo Lasman Simanjuntak telah diterbitkan dalam 7 buku antologi puisi tunggal serta 35 buku antologi bersama penyair dari berbagai penjuru Indonesia.
Tidak hanya itu, puisinya juga telah menembus dunia internasional, diterbitkan di negara-negara seperti Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Republik Demokratik Timor Leste, Bangladesh, dan India.
Dalam puisi-puisinya, Pulo.Lasman Simanjuntak sering membawa pembaca ke dalam realitas yang penuh perenungan.
Misalnya, puisi "Rumah Sakit" dan puisi "Kritis" yang menghadirkan gambaran getir tentang batas kehidupan dan kematian, lengkap dengan kritik terhadap sistem kesehatan dan realitas sosial.
Sedangkan puisi "Tanah Papua" menampilkan keindahan dan kegetiran perjalanan di tanah timur Indonesia, menyentuh isu keasingan di negeri sendiri.
Karya lain, seperti puisi "Rumah Persungutan" dan "Menulis Puisi Sepanjang Enam Puluh Tahun", merefleksikan hubungan mendalam antara spiritualitas, memori hidup, dan pergulatan batin yang melahirkan renungan abadi.
Dengan gaya penulisan yang sederhana namun sarat makna, Pulo Lasman Simanjuntak mampu menyentuh hati pembaca dari berbagai lapisan.
Sebagai seorang penyair, wartawan, dan rohaniawan Pulo Lasman Simanjuntak aktif membagikan puisinya melalui berbagai platform.
Ia sering diundang untuk tampil membaca puisi pada sejumlah acara kesenian dan sastra termasuk di Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB.Jassin, Pusat Kesenian Jakarta (PKJ) Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta.
Meskipun telah melanglang buana di dunia sastra, Pulo Lasman Simanjuntak tetaplah manusia 'sederhana' dan rendah hati, belajar terus terutama menggali ilmu kesusasteraan diselingi dengan ilmu filsafat teologia.
Ia kini bermukim di Pamulang, Kota Tangerang Selatan, dan terus menulis puis sampai.hari ini.
Sebagai medium untuk menyuarakan hati dan pikirannya yang selalu cemas dan gelisah.
Senantiasa juga 'peka' kepada kehidupan sosial, budaya, ekonomi, dan politik di negeri ini.
Melalui puisi-puisinya, Pulo Lasman Simanjuntak membuktikan bahwa kata-kata mampu menjadi medium untuk merefleksikan kehidupan dan membangun hubungan yang lebih mendalam dengan pembaca, baik di Indonesia maupun dunia.
Berikut lima sajak pilihan karya Pulo Lasman Simanjuntak.
RUMAH SAKIT
tergulir waktu
dari almanak
permainan langka
kalau atau menang
jadi sandera yang hilang
rekaman status
ialah dengkur roh-roh
siapa giliran diinfus
untuk kematian genap
nyanyian mazmur
menggeledah subuh
tertidur renyah
sampai pinggir jendela
kutelantarkan
kicau burung
“gantungkan spermatozoa,” tegasmu
ada tanya curiga
jari-jari karet menari
musik cacat
sempurna sudah
Jakarta, 2021
KRITIS
suara-suara gaib
sepanjang lorong rumah sakit
makin menua
seperti hewan
membenci matahari
setengah hari lingkaran
waktu
salibkan jati diri
sabarlah, pesan perawat rumah sakit
dengan mata lumpuh
begitu banyak perkawinan
menelan bencana
amarah primitif
ditebar di ruang perawatan
sakit ginjal dari pulau sumatera
jadilah angan-angan mandul
dalam status tertulis : biopsy testis !
permainan silang
kesendirian bersalju
Jakarta, 2021
RUMAH PERSUNGUTAN
berangkat dari kesesakan
bukan penderitaan
memanjang
penyakit turunan
saling berdesakan
takut rumah sakit bertingkat
menyebalkan
seribu keluhan didudukkan
selalu saja suara gurun
dipantulkan
mengapa sering ada penyesalan ?
jejak-jejak perempuan terbayang
berputar waktu dibuang
rahim tertutup rapat
sudahlah,
hanya Tuhan yang berperan
sejak masuk dalam kebenaran
hanya firman kini berteman
dari mulai matahari terbenam
sampai bulan memanjang
hanya kukenang-kenang
khayalan tak berkesudahan
Pamulang, 30 April 2021
TANAH PAPUA , KETAKUTANKU TERBUNGKUS LIMA ABAD
perjalanan dimulai
dari sebuah bandara
hiruk pikuk rasa kantuk
terbanglah rajawali
menembus malamhari
perempuan gemulai
bahasa sunyi.
Setelah bersatu
dengan terbitnya matahari pagi
di wilayah paling timur
nusantara tanah Papua
mulailah cerita bertemu
dengan keasingan
di negeri sendiri
oi, selamat datang
di hutan bumi tua papua
tanahku menghijau
dengan siraman air dingin
danau sentani
pucatlah mukaku
dihiasi rambut ikal
sepanjang belum menyentuh
kota jayapura
tiba di Lembah Baliem Wamena
tanpa penghuni
sunyi lagi
mari kita beribadah
sehari saja berdoa
di gereja kota
tak terdengar nyanyian pujian
atau rebana ditabuh
maka kami pun masuk
sebuah hotel tanpa air jernih
lampu-lampu dapat menyala
di hati kami
hanya tergenang bau rawa
perjalanan dilanjutkan
menerobos gunung
bukit meliuk-liuk
mayat diawetkan
Jayapura-Wamena, Maret 2021
MENULIS PUISI SEPANJANG ENAM PULUH TAHUN
menulis puisi
sepanjang enam puluh tahun
jari-jari tanganku milik lansia
tak pernah punya rumah
sepi dari nyanyian bayi
sunyi selalu membuntingi
matahari pagi
kini jadilah aku pengembara
dengan tulang rusuk kanan
masih terluka
untuk pujangga dari pulau sumatera
untuk pewarta tak pernah raih sarjana
menulis puisi sepanjang enam puluh tahun
jari-jari tanganku sukacita
tidur di rumah duka
tak ada salam tuli dikumandangkan berulangkali sambil duduk bertapa
menghadap empat puluh wajah
menyiram bungadengan airmata mengeluarkan suara
dari bawah peti jenazah
kematianmu jadi saksi panjang
kita pernah berkelahi
di gereja tanpa darah
menghapal ratusan ayat-ayat suci
berlari sampai jantungku terbanting
di aspal tikungan jalan
taman kota
menulis puisi sepanjang enam puluh tahun
jari-jari tanganku banjir air hujan
menyantap sop daging ayam
impor dari negeri sial dan dendam
diiringi sirene ambulans kepalsuan
kami pulang penuh kecemasan
Jakarta, Minggu 20 Juni 2021
(***)
Penulis : Eykel Lasflorest
Praktisi Pers lulusan Fakultas Hukum Universitas Pamulang (Unpam)-Jakarta