Pemimpin sakit hati ini adalah realita yang tak sulit menunjukkannya. Tahun-tahun belakangan ini betapa dahsyatnya korupsi jumlah triliunan rupiah, undang-undang diakali, hak rakyat dirampas, sesama aparat saling tembak, banyak lagi kasus yang mencoreng muka pemimpin di negara berketuhanan ini. Pemimpin tengah-tengah dijakiti virus sakit hati.
Mengawali tahun baru 2025 ini perlu rasanya diingatkan dan ditaushiyahkan dalam khutbah perdana 3 Januari 2025 bahwa kekhusyaan dan kerendahan hati adalah kunci sukses menyongsong masa depan yang lebih baik. Lebih lagi mencermati kekeruhan jiwa pemimpin yang jumlah triliunan mencoleng uang rakyat, korupsi kolektif.
Artinya: Belum tibakah waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk secara khusyuk mengingat Allah dan mematuhi kebenaran yang telah diwahyukan (kepada mereka), dan janganlah mereka (berlaku) seperti orang-orang yang telah menerima kitab sebelum itu, kemudian mereka melalui masa yang panjang sehingga hati mereka menjadi keras. Dan banyak di antara mereka menjadi orang-orang fasik.
(QS. Al-Hadid Ayat: 16)
Pemimpin mesti berhati lembut, bersih dan harum. Bila pemimpin berhati kesat, kumuh dan busuk maka hancurlah bangsa ini.
Hati pemimpin yang keras, kesat dan busuk membawa dampak buruk yang signifikan bagi kebaikan bangsa. Berikut adalah akibat-akibatnya:
1. Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan.
Pemimpin yang busuk sering memanfaatkan jabatannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, mengakibatkan:
Kebocoran anggaran negara. Ketimpangan dalam distribusi sumber daya. Penurunan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.
2. Hilangnya Kepercayaan Publik.
Ketika pemimpin tidak menunjukkan integritas, masyarakat kehilangan kepercayaan pada institusi negara, yang dapat menyebabkan:
Apatisme politik di kalangan rakyat. Meningkatnya ketegangan antara pemerintah dan masyarakat. Potensi konflik sosial akibat ketidakpuasan.
3. Kebijakan yang Tidak Berpihak pada Rakyat.
Pemimpin dengan hati busuk cenderung membuat kebijakan yang menguntungkan pihak tertentu tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat banyak.
Tidak berfokus pada kesejahteraan masyarakat, melainkan pada keuntungan pribadi.
4. Perpecahan dan Konflik Sosial.
Ketidakadilan dan diskriminasi yang dilakukan oleh pemimpin dapat memicu meningkatnya ketegangan antar kelompok masyarakat.
Potensi konflik horizontal yang merusak harmoni bangsa.
5. Merosotnya Moral dan Etika Bangsa.
Pemimpin yang buruk menjadi contoh negatif, mengakibatkan generasi muda kehilangan panutan.
Meningkatnya perilaku tidak etis di kalangan masyarakat.
6. Lambatnya Kemajuan Bangsa.
Dengan hati yang busuk, pemimpin tidak memiliki visi jangka panjang untuk kemajuan negara, yang menyebabkan stagnasi dalam pembangunan infrastruktur, ekonomi, dan pendidikan. Ketertinggalan dari negara lain dalam berbagai sektor.
7. Ancaman terhadap Persatuan dan Kesatuan.
Pemimpin yang memecah belah rakyat demi keuntungan politik pribadi dapat melemahkan.
Persatuan bangsa.
Stabilitas nasional yang esensial bagi kemajuan.
Pemimpin dengan hati busuk adalah ancaman besar bagi kebaikan bangsa. Mereka tidak hanya menghambat kemajuan tetapi juga merusak fondasi moral dan sosial yang dibutuhkan untuk membangun negara yang sejahtera, adil, dan berdaulat. Karena itu, penting bagi rakyat untuk memilih dan mendukung pemimpin yang memiliki integritas, moralitas, dan komitmen untuk melayani kepentingan bangsa.
MENYEHATKAN HATI PEMIMPIN.
Menyehatkan hati pemimpin yang buruk atau sakit memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan aspek spiritual, moral, dan sistemik. Berikut adalah beberapa ikhtiar yang dapat dilakukan.
1. Pendekatan Spiritual.
Peningkatan Kesadaran Agama dan Moral
Mengajak pemimpin untuk lebih mendalami nilai-nilai keagamaan dan spiritualitas sebagai landasan dalam menjalankan tugas.
Membiasakan pemimpin untuk bermuhasabah (introspeksi diri). Menanamkan rasa takut kepada Tuhan (takut akan pertanggungjawaban akhirat).
Doa dan Dukungan Spiritual
Rakyat, keluarga, dan kolega dapat mendoakan agar hati pemimpin terbuka untuk berubah ke arah yang lebih baik.
2. Pemberian Nasihat dan Bimbingan.
Peran Ulama, Tokoh Agama, dan Penasehat
Ulama, tokoh agama, dan penasehat yang dipercaya dapat memberikan masukan dan nasihat yang menyentuh hati pemimpin.
Pendekatan Persuasif
Menggunakan dialog yang bijak dan empatik untuk mengajak pemimpin menyadari kesalahan dan memperbaiki diri.
3. Pendidikan dan Pemahaman Etika Kepemimpinan.
Pelatihan Kepemimpinan Berbasis Nilai
Mengikutsertakan pemimpin dalam pelatihan yang menekankan pada integritas, keadilan, dan tanggung jawab sosial.
Penguatan Nilai Kebangsaan
Mengingatkan mereka akan sumpah jabatan, tanggung jawab moral, dan dampak keputusan mereka terhadap rakyat.
4. Koreksi dan Kontrol Publik.
Sistem Pengawasan yang Ketat. Memastikan pemimpin diawasi oleh lembaga yang independen sehingga mereka tidak leluasa menyalahgunakan wewenang.
Pengaruh Opini Publik
Kritik konstruktif dan suara rakyat melalui media atau jalur resmi dapat menjadi cermin bagi pemimpin untuk menyadari kekurangannya.
5. Rekonstruksi Sistem Politik dan Pemerintahan.
Menciptakan Sistem yang Mencegah Penyimpangan
Memperkuat regulasi dan sistem untuk mencegah perilaku buruk, seperti melalui transparansi, akuntabilitas, dan penghapusan konflik kepentingan.
Sanksi dan Evaluasi
Memberikan teguran atau sanksi jika pemimpin menyimpang, untuk mengingatkan mereka akan tanggung jawabnya.
6. Dukungan Keluarga dan Lingkungan Terdekat.
Peran Keluarga dalam Menanamkan Moralitas
Keluarga yang dekat dengan pemimpin dapat menjadi agen perubahan, mengingatkan mereka tentang nilai-nilai luhur.
Membangun Lingkungan Positif. Mengeliminasi pengaruh buruk dari lingkaran terdekat yang hanya mencari keuntungan pribadi.
7. Keteladanan dan Inspirasi.
Menghadirkan Teladan Positif. Memberikan contoh dari pemimpin lain yang sukses dan dihormati karena integritas dan kebaikan hati mereka.
Kisah Inspiratif
Menggunakan kisah nyata atau sejarah pemimpin besar yang mengutamakan rakyat dan keadilan.
Ikhtiar menyehatkan hati pemimpin yang buruk memerlukan kesabaran, ketulusan, dan kerja sama antara rakyat, tokoh agama, keluarga, serta sistem yang ada. Pemimpin yang hatinya sehat akan menjadi rahmat bagi bangsa, sedangkan pemimpin yang terus dibiarkan dalam keburukan akan menjadi ancaman besar.
Kesimpulan yang mesti diyakinkan pemimpin adalah teladan terbaik untuk kemajuan bangsa. Ikhtiar dan kerja keras untuk membuat pemimpin memiliki jiwa yang sehati, hati yang bersih dan akal sehat adalah juga tugas ulama dan pemuka agama. Semoga tahun 2025 ini pemimpin berjiwa sehat dan berhati bersih hadir untuk Indonesia maju. Amin. DS.03012025.
*Pembina Majelis Tuanku Nasional