Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Martabat Mulia Tidak untuk Pencitraan Oleh: Jacob Ereste

Keberanian seorang Jaksa menangkap seorang Hakim yang nakal, merupakan langkah besar dari perjalanan spiritual yang sempurna dalam membangun dan menjaga etika, moral dan akhlak mulia manusia yang diberkahi kesempurnaan sebagai khalifatullah -- wakil Tuhan -- di bumi. Jadi bukan sekedar reputasi profesi. Dan ini -- agaknya -- baru terjadi di republik setelah nyaris seabad merdeka dari sikap bangsa yang terjajah. Sosok Hakim nakal dari Jawa Timur itu pasti akan menjadi trending topik bersama mencuatnya reputasi sang Jaksa yang bernyali Garuda Pancasila berkuku baja mencengkeram keadilan sebagi tugas dan fungsinya mengemban amanah rakyat.

Sementara kasus yang nyaris gosong digoreng KPK -- yang sudah menetapkan seorang tersangka -- tak kunjung ditahan, sehingga membuat polemik semakin meluas dengan berbagai dugaan, termasuk telepon menelepon yang membuat KPK jadi sibuk membuat bantahan. Sedangkan pada kesempatan yang lain, Presiden Prabowo Subianto sudah menyatakan agar para Jaksa harus segera menuntaskan kasus korupsi yang semakin banyak dilakukan dan semakin banyak pula jumlahnya yang tidak selesai pengusutan kasusnya, karena persekongkolan dengan mafia.

Akibatnya muncul beragam spekulasi dugaan politisasi dari berbagai kasus itu, untuk menutupi kasus yang lain, termasuk pemagaran laut secara liar yang masih simpang siur pelakunya. Padahal jelas pemagaran liar yang merentang sepanjang proyek PSN PIK-2 yang liar itu di kawasan Pantai Indak Kapuk-2 jelas berkaitan dengan pembangunan proyek ilegal tersebut. Belum lagi perilaku nyleneh dari staf khusus Presiden yang terkesan maniak mencari popularitas seperti di panggung stand up comedy mulai dari masalah judi online hingga kendaraan dinasnya persis, persis seperti perilaku buzzer yang dibayar untuk mengalihkan perhatian publik dari berbagai kerunyaman yang tidak mampu diselesaikan masalah kereta nya yang merundung masa depan bangsa rakyat yang semakin susah. Lalu ada pula Wakil Menteri yang lebih sibuk mengurus bidang pekerjaan kementerian yang lazim dan patut dilakukan oleh Kementerian PUPR untuk bidang pengairan. Wamen Kementerian Dalam Negeri yang irigasi sungguh fantastik. Sehingga tak ada kesan salah urus untuk masalah ASN yang tak kunjung usai pengangkatannya sebagai pegawai tetap, termasuk pegawai dengan sistem kontak seperti yang dilakukan perusahaan swasta. Sebab dengan status kontrak itu banyak hak yang sepatutnya bisa diterima oleh mereka yang terpenggal, tidak dibayar.

Sejumlah pejabat negara yang salah urus ini tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tapi juga banyak dilakukan oleh pejabat pemerintah di tingkat daerah. Kece deringan ini bisa jadi bukan karena tidak paham job deskripti tugas, fungsi dan wewenangnya, tapi beranjak dari hasrat untuk memperoleh sensasional -- pencitraan -- dari rakyat yang dikira belum cerdas dan paham bahwa memberi pelayanan, perlindungan dan pengayoman itu tidak perlu terjun ke sawah dan ladang rakyat.

Hasrat membangun ketahanan dan pertahanan pangan biarlah dikomando oleh Kementerian Pertanian dan Perikanan serta perkebunan, tak perlu ketularan penyakit cawe-cawe seperti yang sudah dibiakkan di ranah politik Indonesia yang memang harus begitu perjalanan nasibnya yang malang. Sebab fitrahnya kekuasaan harus meniti jalur politik, meski jalan yang harus ditempuh dengan berlumur lumpur sampai hilang wajah asli yang sehati untuk tetap dijaga bersama marwah yang tak sepatutnya digadaikan.

Karena itu birahi untuk menghalalkan segala cara menjadi budaya yang terus berkembang sampai ke ranah ekonomi dengan mengambil, merampas, hingga menilep banyak hal -- termasuk prosedur dan hukum yang bisa dikomersialkan seperti di lembaga peradilan yang telah menekan banyak korban dari wong cilik yang juga sudah dijadikan "barang dagangan".

Carut marut negeri ini memang tidak gampang untuk diselesaikan. Sebab pejabatnya sendiri sebagai pelaku utama dari carut marut itu. Lalu siapa yang dapat diharap, kecuali sikap kritis dan keberanian rakyat sendiri untuk mendobrak hingga kemudian mau membenahinya juga. Sebab hanya dengan sikap dan keberanian yang kukuh dan gigih -- apalagi bisa bersatu dan kompak -- rakyat pasti menang. Karena rakyat memang harus berdaulat seperti janji dan kesepakatan dalam konstitusi kita. Persis seperti amanah yang diusung oleh proklamasi bangsa -- bukan negara -- adalah memberantas kemiskinan dan meningkatkan kecerdasan seluruh rakyat, tanpa kecuali. Adapun kecerdasan rakyat itu bukan hanya sekedar kualitas intelektual, tapi yang tidak penting adalah kecerdasan spiritual sebagai pembingkai etika dan moral dalam satu figura moral manusia yang bermartabat mulia.

Banten, 18 Januari 2025

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies