(Desember 2024, seorang Mama di Papua menukar daun ubi dengan garam untuk bertahan hidup)
Tubuh kurusnya berjalan lunglai,
Tak ada lagi asa di wajahnya.
Matahari masih malu-malu menampakkan diri,
tertatih-tatih ia susuri hutan adat Suku Awyu seluas separuh kota Jakarta,
yang kini berganti deretan pohon sawit.
Sudah 20 tahun
Ekspansi perkebunan kelapa sawit dan kehutanan meningkatkan deforestasi di Tanah Papua.
Hutan semakin sempit,
sudah beralih fungsi,
dari seluas 33,71 juta hektar, tersisa 663.443 hektar.
Lahan-lahan warga asli ludes dibabat.
Perempuan, anak-anak, dan masyarakat adat menjadi korban utamanya.
***
Tak hanya membawa dirinya,
bayi mungil tertidur lelap di gendongannya.
Seolah tak ingin melihat gelapnya dunia,
Membayangkan peluhnya cucuran keringat Mama,
bayi itu memilih terlelap dalam hangatnya dekapan Mama,
bersembunyi di balik kain sarung motif Cenderawasih.
Ia, Mama Ester,
perempuan berambut cepak itu terus berjalan.
Di tangan kirinya,
seikat daun ubi ia pegang erat.
Senyumnya berusaha ia kembangkan,
meski hatinya nanar penuh duka.
“Torang memang miskin, tapi torang tidak boleh minta-minta.
Harga diri adalah mahkota Torang,” mulut Mama Ester komat-kamit, matanya mantap menatap ke depan, sejurus dengan langkahnya.
Mama Ester kini melewati hutan lainnya,
hutan Merauke yang sibuk dengan megaproyek Food Estate,
yang kabarnya punya sang penguasa dan perusahaan plat merah.
Proyek strategis nasional seluas 2,29 juta hektar,
setara 70 kali lebih luas dari Jakarta.
Betul-betul megaproyek.
Sayangnya, megaproyek itu bukan untuk dinikmati orang Papua.
Dari kejauhan,
Mama Ester memandangi ratusan buruh perempuan nampak tekun bekerja.
Bukan karena mereka ingin,
tapi dapur harus mengepul,
Mereka pencari nafkah utama.
Pekerjaannya berisiko tinggi,
Buruh perempuan itu harus berjalan mengelilingi kebun sawit seluas 2 hektar,
sambil menggendong tangki bahan kimia di punggung.
Cairan herbisida itu lalu disemprotkan ke rumput yang tumbuh di sekitar pohon sawit.
Jika semesta tak berpihak, cairan berbahaya itu bisa berbalik menyerangnya.
Perempuan, oh perempuan.
Nasibnya masih saja menyedihkan,
Seperti benalu, beban ganda masih terus menempel di pundaknya.
Langkah demi langkah menyusuri berhektar-hektar hutan,
Mama Ester tiba di tujuan,
di sebuah toko sembako di pinggir jalan, milik suster Ida.
“Mau apa Mama?” suster Ida menyambut ramah,
Batinnya seolah terhubung dengan duka Mama Ester.
“Saya mau makan, tapi tidak ada apa-apa di rumah, hanya ada daun ubi ini,
Apa boleh Mama tukar dengan apa saja yang bisa dimakan?” Senyum mama Ester terus berusaha ia kembangkan. Tak mau ia menjual kesedihan.
Bagai petir menggelegar,
hati suster ida bergemuruh, bergetar.
Segera ia mendekat, mendekap badan kurus Mama Ester.
Air mata suster Ida berkejar-kejaran membasahi pipinya.
Sesekali ia menyekanya dengan jilbab putihnya.
“Mama, maafkan torang.
Torang su tidak peduli sama orang-orang seperti Mama.
Torang su lama tutup mata,
hidup mewah di atas duka para Mama yang hidup miskin,” Suster Ida membantin, ia merasa menyesal dan ikut bertangung jawab dengan nasib Mama Ester.
Suster Ida kembali menyeka air matanya.
Kini, Jilbab putihnya basah dengan butiran air mata.
Pelukannya ia lepas, cepat-cepat ia masuk ke toko.
“Ini beras, supermie, telur, minyak, dan garam. Mama bawa pulang untuk kasi makan keluarga,” suster Ida menyerahkan sekantong berisi sembako.
Bak hujan turun setelah kemarau panjang,
wajah Mama Ester sesaat memelas.
Sungguh terharu ia dengan pemberian Suster Ida.
Perempuan tak beralas kaki itu tak menyangka,
Seikat daun ubi dihargai sekantong sembako.
Perempuan berjilbab itu memberi bahan makananan jauh melebihi yang ia harapkan.
Bayi dalam gendongan Mama Ester tiba-tiba terbangun.
Manusia kecil itu,
kini berani membuka mata,
setelah melihat secercah cahaya kehidupan di tangan Mamanya.
Sekantong bahan makanan untuk melanjutkan hidup,
Walau hanya beberapa hari saja.
Catatan
https://www.merdeka.com/trending/potret-miris-mama-papua-sambil-gendong-bayi-bawa-daun-ubi-buat-ditukar-dengan-garam-mau-masak-tapi-tak-ada-apa-apa-di-rumah-266607-mvk.html
https://betahita.id/news/detail/6108/ini-dampak-ekspansi-sawit-pada-perempuan-dan-anak-di-tanah-papua.html.html
https://projectmultatuli.org/perjuangan-masyarakat-awyu-menyelamatkan-kehidupan-menolak-melepas-hutan-adat-papua-untuk-perusahaan-sawit/