2024 melambaikan tangannya sebagai pelengkap dari ucapan selamat jalan bagi 2025 yang tampak loyo dan letoi melangkahkan kakinya menapak jalan mendaki yang ada di hadapinya. Tapi dia tetap harus menerima semua itu sebagai bagian dari warisan masa lalu yang harus segera dia selesaikan. Sebab dia tak ingin meninggalkan begitu banyak catatan yang ruet, mulai dari harga sembako yang menggeliat, hingga soal kegaduhan politik yang tampak akan semakin seru bertarung adu kuat untuk saling menumbangkan antara yang satu dengan lainnya.
Langkah 2025 memang tampak jelas sempoyongan, seperti yang banyak yang kurang makan akibat himpitan ekonomi yang terus menekan tanpa ampun. Karena memang ikut dipicu oleh koruptor yang semakin ganas melibas, bukan saja uang proyek, tapi juga dari balik hukum dan pengadilan yang sudah disumpah atas nama Tuhan.
Program makan siang gratis itu -- yang menandai kemiskinan nyata bukan hanya seperti persepsi para koruptor yang merasa tidak pernah kaya dan harus tetap semangat mengumbar birahi mengeruk kekayaan negara -- semakin memperparah kondisi rakyat yang selalu menjadi korban.
Sementara aktivis pergerakan yang masih teguh untuk membela rakyat pun mulai menata ulang strategi perjuangan yang tidak boleh mendua, sebab apa yang diperjuangkan tidak bisa dilakukan dengan hati yang bercabang. Apalagi hanya sekedar untuk mencari jabatan atau peluang untuk posisi yang lebih nyaman. Lantaran kejujuran dan keikhlasan berlaku di semua tempat, utamanya bagi kaum oposisi yang tak bisa sedikitpun khianat, untuk sekedar menyelamatkan diri atau bala pasukan yang telah selingkuh secara kasat mata.
Suasana perayaan peralihan kekuasaan dari 2024 kepada 2025 pun tidak bisa ditunda, apalagi hendak diperpanjang sedetikpun. Inilah pasemon yang pas dari satu kisah yang ikut menyulut kegaduhan yang berkepanjangan di negeri kanoha yang membuktikan birahi tersembunyi dari segelintir orang serta gerombolannya yang sudah pecah kongsi, akibat dari kemungkinan pembagian rizki serta kekuasaan yang tidak merata.
Asap pembakaran ikan dan jagung serta ubi mengepul di udara penuh aroma harap pada langkah perjalanan 2025 bisa mulus menyelesaikan semua catatan kelam dari 2024 yang memang digantung sekedar untuk menyelamatkan segelintir orang yang buron hingga kini tak jelas rimba belantaranya. Tapi juga pilihan pahit ini juga untuk menggantung sebagian yang lain, agar dapat dijadikan semacam hewan yang bisa dijadikan korban, manakala ada pihak yang dianggap bertingkah atau tidak dapat dijinakkan.
Kembang api dan mercon yang disulut tahun 2024 seperti sedang menghantar pengantin baru untuk memasuki babak kehidupan baru yang penuh tantangan maha berat. Sebab terlalu banyak pekerjaan yang mengganjal di tenggorokan yang harus ditelan seperti obat yang kurang meyakinkan untuk kesembuhan. Tapi hidup optimis harus tetap dipertahankan. Lantaran tradisi leluhur kita sungguh pantang menyerah. Meski pada akhirnya mungkin kalah juga.
Langkah perjalanan 2025 sudah dimulai. Meski terkesan loyo, karena sejak kemarin belum mendapat jatah makan siang. Tapi kegaduhan politik, sandra menyandera hingga pengadilan dagelan membuat matanya terus terbelalak, seakan habis makan gratis, layak Wamen pemerintah yang mengambil alih tugas Kementerian Urusan Pekerjaan Pengairan.
Dan para anggota parlemen pun ambil kesempatan berlibur untuk menghabiskan sisa uang yang telah didepositokan yang didapat secara gaib, seakan jatuh dari langit. Lantaran semua sudah terbeli, termasuk gelar untuk menghias tampilan nama, agar dapat lebih bergengsi, walau tak ada isinya.
Lewat cahaya terang kembang api yang bertebaran di udara, tampak sepanjang pantai mata memandang nyaris rampung diuruk, kendati proses ganti rugi memang tidak dapat dikatakan ganti untung. Sehingga yang tersisa tinggal mengelus dada. Pasrah pada kutukan Tuhan. Walau gerak kebangkitan serta kesadaran spiritual telah menggelegak, toh etika, moral dan akhlak mulia manusia tidak seperti onderdil kendaraan listrik yang begitu disetrum dapat terus berjalan. Sebab sekrup kapitalis sudah terlanjut berkarat, harus dibersihkan sampai mengkilat.
Begitulah peralihan kekuasaan dari 2024 kepada 2025. Terlalu banyak catatan kaki seperti puisi esai yang menemukan jalannya sendiri, akibat dari budaya bangsa yang gamang untuk merawat tradisi leluhur yang tiada pernah sekalipun diruwat. Persis seperti budaya agraris dan maritim yang dibiarkan oleh pemerintah tersesat di kawasan industri yang melahirkan budaya dan tradisi buruh yang wajib menghamba kepada majikan. Hingga pada akhirnya, melahirkan penjaja jasa penghantar barang dan orang yang tak menjanjikan apa-apa untuk masa depan.
Banten, 31 Desember 2024