Permintaan Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono untuk menghentikan sementara pembongkaran pagar laut yang merentang sepanjang 30,6 kilometer di Pantau Utara ujung Barat Pulau Jawa -- dari Jakarta hingga Banten -- mengesankan kebakaran jenggot dan menimbulkan kegaduhan dalam masyarakat yang baru saja mereda kemarahannya akibat pembangunan proyek PSN PIK-2 yang telah merugikan nelayan sekitarnya untuk mencari nafkah demi kelangsungan hidup mereka bersama keluarga.
Aksi dan unjuk rasa warga masyarakat yang berdatangan dari berbagai daerah untuk bergabung dengan warga masyarakat sekitar pantai Utara yang dilakukan oleh PSN PIK-2 yang memuncak pada 8 Januari 2025 yang dihadang oleh dua kelompok warga yang berada di dua pintu gerbang Desa Kohod -- atas nama warga Desa Kali Baru -- nyaris terjadi bentrokan, adu fisik antara kedua belah pihak.
Penyegelan yang terus dilanjutkan pembongkaran oleh Pasukan Marinir dibawah Komando Brigjen Marinir TNI Angkatan Laut, Harry Indarto patut diapresiasi karena telah menenteramkan hati rakyat banyak yang geram menahan amarah akibat meng kapling laut dengan semena-mena itu, karena tak hanya melanggar peraturan perundangan-undangan yang berlaku di negeri ini, tapi telah menunjukkan sikap arogan kekuasaannya yang terkesan telah membelinya dari pejabat yang culas.
Kesan ketinggalan kereta dari Kementerian Kelautan dan Perikanan bahwa pagar laut di Kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten, Tangerang, Banten sepanjang 30, 6 kilometer itu sudah disegel dan ingin berkoordinasi dengan Kepala Staf Angkatan Laut yang telah ditugaskan Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga hak dan kedaulatan rakyat yang dirampas dengan harga yang murah dan membatasi ruang gerak usaha para nelayan untuk mencari ikan.
Permohonan penangguhan pembongkaran pagar laut itu menurut Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk kepentingan penyidikan dan bukti dalam pengusutan. Padahal, saksi hidup serta dokumen yang menunjukkan peng kaplingan laut itu cukup jelas dan cukup banyak yang dapat dijadikan bukti serta saksi maupun mereka yang mendokumentasikan keangkuhan pagar laut yang merentang sepanjang 30,6 kilometer itu. Artinya, pernyataan Sakti Wahyu Trenggono patut diduga ingin mengerdilkan masalah yang sudah kasat mata ini, untuk tidak disebut sebagai upaya perlawanan, atau menganggap masalah pelanggaran berat dan berlapis terkait dengan pelaksanaan proyek PSN PIK-2 yang tidak dapat diterima oleh masyarakat dan mendapat perlawanan gigih dari berbagai kalangan masyarakat.
Reaksi perlawanan dari berbagai kalangan masyarakat ini, menurut Sri Eko Sriyanto Galgendu, sebagai Pemimpin Spiritual Nusantara yang ikut merasakan prihatin atas kasus yang semakin meluas ini katanya, menandai kesadaran sikap serta rasa tanggung jawab berbangsa dan bernegara yang kritis dan tumbuhnya rasa kepedulian sebagai bangsa yang merdeka, tandasnya saat dikonfirmasi pada hari Senin , 20 Januari 2025 di Sekretariat GMRI, Jl. Juanda, Jakarta Pusat.
Dalam falsafah Jawa, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu ada ungkapan yang disebut "sadumuk bathuk, sanyari bumi, ditohi patu" artinya adalah pengurangan ukuran tanah akan dibayar dengan kematian. Maknanya menggambarkan bahwa tanah dan kehormatan sangat tunggi nilai spiritualnya. Sehingga, sesempit apapun tanah itu -- seluas dua jari di jidat -- maka nilainya sama dengan kematian. Maka itu, imbuh pelaku spiritual yang baru saja rampung menyelesaikan puasa pala selama 20 tahun pada akhir tahun 2024 lalu, sikap militansi warga masyarakat seperti bersemboyan "rawe-rawe rantas, malang-malang putung" seperti semangat yang luar biasa untuk meruntuhkan kekuasaan oligarki yang telah melampaui batas di negeri kita ini. Lantaran itu, ia pun melihat semangat kaum pergerakan sungguh heroik, seperti waktu Bung Tomo berjuang di Surabaya dengan memekikkan "Merdeka atau mati". Sehingga apapun yang menghalanginya akan diterabas, persis para pejuang dahulu mengusir penjajah, ungkapnya.
Meski begitu, toh tidak sedikit pejabat publik seperti terlibat dalam kasus pemagaran laut yang erat kaitannya dengan proyek PSN PIK-2 itu yang memberikan pembelaan, sehingga patut diduga keterlibatan mereka dalam proyek yang terkesan terlalu banyak melanggar prosedur maupun ketentuan serta perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto misalnya merasa berhak dan patut menjelaskan bahwa proyek yang dimaksud PSN di kawasan PIK-2 itu hanya terkait dengan pengembangan kawasan Ecotourism Tropical Coastiand yang sulit dipaham artinya bagi rakyat kebanyakan.
Bahkan penjelasan Menko Bidang Perekonomian Kabinet Merah Putih ini, bahwa pengembangan pariwisata dan ekonomi kreatif di kawasan Ecotourism Tropical Coastland ini akan dibiayai dengan dana yang bersumber dari non APBN dengan komitmen dari badan usaha pengusul untuk melakukan pembangunan proyek itu secara bertahap, kata Airlangga Hartarto seperti yang termuat di laman Komenko Bidang Perekonomian, Senin, 20 Januari 2025.
Proyek bernilai Rp 65 triliun itu diharap pun akan dievaluasi oleh pemerintah meliputi seluruh PSN Tanjung Kelayang di Bangka dan Belitung, PSN Likupang di Sulawesi Utara, PSN Tanjung Lesung di Banten dan PSN Lido di Jawa Barat. Khusus untuk Green Area Eco-City di kawasan Pantai Indah Kapuk-2 (POK-2) yang berlokasi di Provinsi Banten merupakan salah satu PSN yang dikembangkan pemerintah untuk wilayah berbasis hijau dengan rencana 2.755 hektar yang disebut dengan istilah "Tropical Coastland", kata dia. Kevuali itu, juru bicara Kemenko Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto menegaskan bahwa apa yang disampaikan Menko Airlangga Hartarto sama sekali tidak terkait dengan pemagaran laut yang semena-mena itu.
Dari pernyataan resmi Ombudsman RI, Hery Susanto tentang pagar laut yang heboh dan telah meresahkan warga masyarakat ini perlunya kolaborasi lintas lembaga untuk menangani penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer itu yang ada di Kabupaten Tangerang, Banten. Pemagaran laut yang semena-mena itu sangat berpotensi malpraktek yang telah merugikan banyak pihak, termasuk masyarakat yang memiliki hak atas tanah dan lahan serta nelayan yang ada di sekitar pesisir laut tersebut. Menurut fia Ombudsman memiliki kewenangan untuk melakukan investigasi jika ada indikasi pelanggaran atau malpraktek dalam proses penerbitan SHM khususnya yang terkait dengan wilayah perairan dan laut yang tidak boleh dijadikan obyek hak milik pribadi. Dengan adanya pagar di laut itu jelas indikasinya ada upaya untuk mendapatkan hak atas tanah di perairan laut dengan cara yang tidak benar. Selain itu, pemagaran laut tidak sesuai dengan aturan internasional seperti yang tertuang dalam United Nations Convention on The Law of The Sea (UNLOS Tahun 1982. Sedangkan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi No. 3/PUU-VIII/2010 telah memastikan ruang laut tetap menjadi milik bersama yang adil dan terbuka untuk semua orang, tandas Hery Kusdiantoro di Jakarta, 9 Januari 2025.
Dalam pernyataan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid, pada 21 Januari 2025, jelas mengungkap dalam kasus pagar laut di Tangerang sudah diterbitkan 280 Sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) dan Serifikat Hak Milik (SHM) yang diperoleh dari Kepala Seksi hingga Kepala Kantor Pertanahan, Kabupaten, Tangerang, Banten.
Pihak Kementerian ATR/BPN akan menyelidiki lebih lanjut prosedur yang diterapkan dalam penerbitan sertifikat tanah atau lahan tersebut. Pendeknya, semua pihak yang terkait dengan penerbitan sertifikat tanah atau lahan di sekitar pantai Utara Tangerang, Banten ini akan diperiksa dan diusut hingga tuntas. Utamanya Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Kantah) Tangerang, Banten akan segera diperiksa, termasuk Kepala Kantor Pertanahan Tangerang yang kini sudah pensiun.
Menteri ATR/BPN mengaku telah menelusuri adanya 263 sertifikat SHGB dari lokasi laut yang telah dikapling itu dengan rincian 234 SHGB atas nama PT. Intan Agung Makmur, 20 SHGB atas nama PT. Cahaya Inti Santosa, dan 9 SHGB atas nama perseorangan.
Jadi sepanjang rentangan pagar laut 30,16 kilometer di Tangerang, Banten ini telah memblokir 16 Kecamatan yang meliputi 3 desa di Kecamatan Kronjo, 3 desa Kecamatan Kemiri, 4 desa di Kecamatan Mauk, 1 desa di Kecamatan Sukadiri, 3 desa di Kecamatan Pakuhaji, dan 2 desa di Kecamatan Teluk Naga yang merupakan kawasan umum berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2023 yang meliputi zona pelabuhan laut, zona perikanan tangkap dan perikanan budidaya yang beririsan dengan rencana waduk lepas pantai yang telah diinisiasi Bappenas.
Karena itu, proyek pembangunan PSN PIK-2 dan pemagaran laut ini perlu dibuka dan diusut siapa dalangnya utamanya, siapa pengelola atau pemiliknya dan siapa saja yang terlibat, karena sudah sangat merugikan kehidupan bangsa dan merusak tatan penyelengaraan negara yang baik dan benar sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan di Indonesia yang harus ditaati dan dihormati oleh setiap orang tanpa kecuali.
Atas kegigihan aktivis yang sadar dan penuh rasa tanggung jawab serta kritis menjaga tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara, sungguh patut diapresiasi, kata Sri Eko Sriyanto Galgendu yang juga gigih berjuang lewat wilayah spiritual sebagai pembingkai etika, moral dan akhlak mulia manusia untuk lebih beradab.
Banten, 21 Januari 2025