Ibadah haji dan umrah dua ibadah yang intinya adalah menyempurnakan kepribadian menjadi muslim kaffah. Untuk menuju haji dan umrah yang dapat mengubah dan meningkatkan kualitas diri maka diperlukan pemahaman utuh tentang diri (ilmu jiwa atau psikologi). Kepribadian idealnya seorang muslim merujuk pada kemampuan, sikap, dan perilaku yang mencerminkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam hubungan dengan Allah (hablum minallah), sesama manusia (hablum minannas), maupun lingkungan (hablum minal alam).
Pembimbing haji dan umrah dituntut memiliki penjiwaan tentang makna ibadah haji. Kepribadian mengacu pada integrasi antara keimanan, akhlak, dan kemampuan untuk menjalankan ajaran Islam secara utuh (kaffah). Memiliki keyakinan yang benar terhadap Allah SWT, malaikat, kitab-kitab, rasul, hari akhir, dan qadha-qadar. Menerapkan nilai-nilai keimanan dalam kehidupan sehari-hari, seperti tawakkal, syukur, dan sabar. Melaksanakan ibadah wajib dengan benar sesuai syariat. Berkomitmen pada ibadah sunnah untuk mendekatkan diri kepada Allah.
Berakhlak mulia dalam hubungan dengan Allah (ketaatan), sesama manusia (kejujuran, keadilan, kasih sayang), dan lingkungan (peduli dan menjaga alam). Menjauhi perilaku tercela seperti hasad, sombong, atau zalim. Bersemangat dalam menuntut ilmu agama dan ilmu dunia sebagai bagian dari ibadah. Menggunakan ilmu untuk kebaikan umat dan menegakkan nilai-nilai Islam. Berperilaku baik kepada orang tua, keluarga, tetangga, dan masyarakat. Berkontribusi untuk kebaikan umat, seperti dakwah, sedekah, dan kerja sosial. Kepribadian di atas mencerminkan ideal seorang Muslim yang menjalankan Islam secara menyeluruh, “Masuklah kamu ke dalam Islam secara kaffah (menyeluruh).” (QS. Al-Baqarah: 208).
Pembimbing Berkarakter Sufi Living
Ibadah haji dan umrah kualitasnya juga berhubungan dengan kepribadian pembimbingnya. Pembimbing diminta untuk mengubah gaya hidup (penjiwaan dan perilaku) seperti yang dilakukan sufi (sufi living). Sufi living adalah gaya hidup yang dipengaruhi oleh prinsip-prinsip dan nilai-nilai Sufisme, sebuah cabang spiritual dalam Islam yang menekankan hubungan langsung dengan Tuhan melalui praktik-praktik spiritual seperti dzikir, meditasi, dan introspeksi.
Aspek utama dari sufi living adalah kesederhanaan. Hidup sederhana dengan fokus pada kebutuhan spiritual daripada material. Sufi biasanya menghindari gaya hidup yang berlebihan. Cinta dan kasih sayang, sufi percaya bahwa inti dari kehidupan adalah cinta, baik kepada Tuhan maupun kepada seluruh ciptaan-Nya. Ini tercermin dalam hubungan mereka dengan sesama manusia dan alam.
Sufi living mentradisikan ibadah dzikir dan meditasi. Praktik mengingat Tuhan melalui doa, dzikir (pengulangan nama-nama Allah), dan meditasi adalah bagian penting dari kehidupan Sufi. Introspeksi, sufi merenungkan dirinya sendiri untuk menghilangkan sifat-sifat negatif seperti kesombongan, iri hati, dan kemarahan, serta menggantinya dengan sifat-sifat yang mulia.
Sufi living memberikan pelayanan kepada sesama. Membantu orang lain tanpa pamrih dianggap sebagai bagian dari ibadah. Sufi sering terlibat dalam kegiatan sosial untuk mendukung komunitas mereka. Tawakal, hidup dengan kepercayaan penuh kepada kehendak Tuhan dan menerima segala sesuatu sebagai bagian dari rencana-Nya. Persaudaraan universal, sufi menekankan pentingnya melihat semua manusia sebagai bagian dari satu keluarga besar tanpa memandang agama, suku, atau latar belakang.
Sufi living mengajarkan keseimbangan antara kehidupan duniawi dan spiritual, dengan tujuan mencapai kebahagiaan batin dan kedekatan dengan Tuhan. Gagasan tentang Sufi living tidak berasal dari satu tokoh tertentu, tetapi merupakan inti dari ajaran dan praktik yang telah dikembangkan oleh berbagai tokoh sufi sepanjang sejarah.
Beberapa tokoh penting yang memengaruhi konsep gaya hidup sufistik antara lain Jalaluddin Rumi (1207–1273), seorang penyair, ulama, dan mistikus asal Persia yang karyanya, seperti Masnavi dan Diwan-e Shams-e Tabrizi, menjadi inspirasi bagi banyak orang. Rumi menekankan cinta universal, kedamaian batin, dan hubungan langsung dengan Tuhan. Ajarannya menginspirasi konsep hidup yang penuh cinta, harmoni, dan spiritualitas. Al-Ghazali (1058–1111). Seorang teolog, filsuf, dan sufi besar dari Persia. Dalam bukunya Ihya Ulum al-Din (Menghidupkan Ilmu-Ilmu Agama), ia mengajarkan bagaimana menyelaraskan kehidupan duniawi dan spiritual. Al-Ghazali mengedepankan kesederhanaan, introspeksi, dan ketulusan dalam ibadah.
Rabiah al-Adawiyah (717–801), sufi wanita terkenal dari Basra, Irak, yang mengajarkan cinta tanpa pamrih kepada Tuhan (Mahabbah). Ia memperkenalkan gagasan bahwa beribadah kepada Allah seharusnya didasari cinta, bukan rasa takut akan neraka atau harapan surga. Ibn Arabi (1165–1240). Seorang sufi Andalusia yang dikenal dengan konsep Wahdat al-Wujud (Kesatuan Wujud). Ibn Arabi mengajarkan bahwa segala sesuatu adalah manifestasi dari Tuhan, yang mendorong kehidupan yang penuh cinta dan penghormatan terhadap semua ciptaan.
Syekh Abdul Qadir al-Jailani (1077–1166). Pendiri tarekat Qadiriyah, ia dikenal karena ajarannya tentang tawakal, kesederhanaan, dan pelayanan kepada orang lain. Banyak pengikutnya yang menerapkan kehidupan sufi berdasarkan teladan dan ajarannya. Mansur al-Hallaj (858–922). Seorang sufi kontroversial yang mengajarkan keberadaan Tuhan dalam setiap aspek kehidupan. Ia sering berbicara tentang pentingnya kebebasan spiritual dan pengorbanan ego untuk mencapai kedekatan dengan Tuhan. Gagasan yang mereka tawarkan menciptakan pondasi untuk Sufi living yang mengutamakan cinta, kesederhanaan, introspeksi, dan hubungan erat dengan Tuhan.
Best Practices Sufi Living di Indonesia Kontemporer. Di Indonesia, ada beberapa tokoh yang dikenal memiliki karakter dan gaya hidup yang mencerminkan sufi living, baik melalui ajaran, perilaku, maupun pengaruhnya dalam masyarakat, di antaranya: Hamka (Haji Abdul Malik Karim Amrullah, 1908–1981). Seorang ulama, sastrawan, dan pemikir Islam Indonesia yang mengedepankan spiritualitas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam karyanya, seperti Tasawuf Modern, Hamka menekankan pentingnya introspeksi, kesederhanaan, dan kedekatan dengan Tuhan di tengah tantangan modernitas. Ia hidup sederhana dan menginspirasi banyak orang untuk menjalani kehidupan yang penuh makna spiritual.
KH. Hasyim Asy’ari (1871–1947). Pendiri Nahdlatul Ulama (NU), yang memiliki dasar-dasar ajaran tasawuf dalam pengembangan organisasinya. Beliau menganjurkan praktik-praktik dzikir, tahlil, dan kehidupan sederhana, serta menekankan akhlak yang mulia dalam hubungan dengan sesama manusia.
KH. Ahmad Dahlan (1868–1923). Pendiri Muhammadiyah yang meskipun lebih dikenal dengan pembaruan Islam, tetap menanamkan nilai-nilai spiritualitas mendalam dalam gerakannya. Ia menekankan pentingnya ikhlas, kerja keras, dan pelayanan kepada umat sebagai bentuk pengabdian kepada Tuhan.
Syekh Ahmad Khatib al-Sambasi (1803–1879). Seorang ulama asal Kalimantan Barat yang dikenal sebagai tokoh tasawuf dan pendiri Tarekat Qadiriyah wa Naqsyabandiyah di Indonesia. Ajarannya sangat memengaruhi perkembangan sufisme di Nusantara, terutama terkait kehidupan yang fokus pada spiritualitas dan dzikir.
Tokoh-tokoh di atas banyak lagi ulama di nusantara yang menunjukkan bagaimana nilai-nilai Sufi living dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, dari pengajaran agama hingga keterlibatan dalam masyarakat
Kiat Pembimbing Bergaya Hidup Sufi Living
Sufi living membutuhkan komitmen untuk mengintegrasikan nilai-nilai spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat diterapkan: Menghidupkan dzikir dan ibadah. Luangkan waktu setiap hari untuk berdzikir, baik dengan menyebut nama Allah (Asmaul Husna) maupun membaca doa-doa pendek. Tingkatkan kualitas shalat dengan khusyuk dan kesadaran penuh akan kehadiran Allah. Langkah praktis jadwalkan dzikir pagi dan petang selama 10–15 menit. Biasakan membaca Al-Qur’an secara rutin, meski hanya beberapa ayat.
Introspeksi Diri (Muhasabah). Renungkan tindakan dan niat setiap hari untuk memperbaiki diri. Fokus pada pengendalian ego (nafs) dan berusaha memperbaiki akhlak. Langkah praktis sebelum tidur, evaluasi apa yang telah dilakukan sepanjang hari. Catat kesalahan yang perlu diperbaiki dan langkah perbaikan untuk esok hari.
Hidup Sederhana (Zuhud). Hindari hidup berlebihan dalam hal materi dan fokus pada kebutuhan utama. Belajar bersyukur atas apa yang dimiliki tanpa membandingkan dengan orang lain. Langkah praktis prioritaskan belanja sesuai kebutuhan, bukan keinginan. Sisihkan sebagian rezeki untuk bersedekah.
Mengutamakan Cinta dan Kasih Sayang (Mahabbah). Jaga hubungan baik dengan keluarga, teman, dan lingkungan. Lihat setiap orang sebagai ciptaan Allah yang perlu dihormati. Langkah praktis jadilah pendengar yang baik saat berbicara dengan orang lain. Berikan bantuan tanpa pamrih kepada orang yang membutuhkan.
Tawakal dan Ridha kepada Allah. Latih diri untuk menerima segala sesuatu yang terjadi sebagai bagian dari kehendak-Nya. Tetap berusaha maksimal sambil menyerahkan hasilnya kepada Allah. Langkah praktis ketika menghadapi masalah, ucapkan doa seperti Hasbunallah wa ni'mal wakil (Cukuplah Allah sebagai penolong). Hindari mengeluh berlebihan dan fokus mencari hikmah dari setiap kejadian.
Berbaur dengan Komunitas Spiritual. Bergabunglah dengan majelis dzikir, halaqah, atau kelompok pengajian yang mendalami tasawuf. Berinteraksi dengan orang-orang yang memiliki tujuan spiritual serupa. Langkah praktis cari komunitas sufi lokal atau online yang mengadakan kegiatan reguler. Belajar dari para guru spiritual yang mumpuni.
Pelayanan kepada Sesama (Khidmah). Jadikan membantu orang lain sebagai bagian dari ibadah. Selalu berusaha memberikan manfaat kepada orang-orang di sekitar. Langkah praktis lakukan kegiatan sosial, seperti berbagi makanan kepada yang membutuhkan. Jadwalkan waktu khusus untuk menjadi relawan dalam kegiatan kemanusiaan.
Konsisten dengan Belajar dan Menambah Ilmu. Baca kitab-kitab atau buku yang berkaitan dengan tasawuf dan spiritualitas Islam. Pelajari sejarah dan ajaran tokoh-tokoh sufi untuk mendapatkan inspirasi. Langkah praktis mulailah dengan buku-buku seperti Ihya Ulum al-Din karya Al-Ghazali atau Tasawuf Modern karya Hamka. Ikuti ceramah atau kajian online tentang tasawuf.
Dengan menerapkan strategi ini secara konsisten, gaya hidup Sufi living akan membantu Anda mencapai ketenangan batin, hubungan yang lebih erat dengan Allah, dan dampak positif bagi lingkungan sekitar. Apakah ada langkah tertentu yang ingin Anda eksplor lebih jauh, silakan.
Mengubah Kepribadian Untuk Sufi Living
Praktik-praktik sufi yang berfokus pada penyucian jiwa (tazkiyatun nafs) sering digunakan untuk mengubah kepribadian menjadi lebih baik. Berikut adalah beberapa praktik sufistik yang bisa membantu:
Dzikir dan Tafakur. Dzikir: Mengingat Allah dengan menyebut nama-nama-Nya (asmaul husna) atau membaca wirid tertentu. Dzikir membantu menenangkan hati dan meningkatkan kesadaran akan kehadiran Allah. Tafakur: Merenungkan ciptaan Allah dan merenungi diri sendiri untuk menyadari kekurangan serta memupuk rasa syukur.
Muhasabah (Introspeksi Diri). Setiap hari, luangkan waktu untuk mengevaluasi perbuatan dan niat. Praktik ini membantu seseorang mengenali kesalahan dan berusaha memperbaikinya. Khalwat (I'tikaf atau Penyendirian untuk Ibadah). Dalam tradisi sufi, khalwat digunakan untuk menjauhkan diri dari gangguan duniawi dan fokus pada ibadah, dzikir, serta hubungan dengan Allah. Ini membantu memperkuat kepribadian spiritual.
Mujahadah (Bersungguh-sungguh Melawan Hawa Nafsu). Latihan untuk melawan hawa nafsu melalui puasa, menahan amarah, dan menjaga lisan dari keburukan. Ini adalah langkah penting untuk membangun kesabaran dan kebijaksanaan. Shuhbat (Bergaul dengan Orang Saleh). Lingkungan sangat memengaruhi kepribadian. Bergaul dengan ulama, orang-orang saleh, atau murid-murid tarekat membantu seseorang termotivasi untuk menjadi lebih baik.
Ibadah yang Khusyuk. Shalat dengan penuh kekhusyukan melatih seseorang untuk merendahkan hati di hadapan Allah dan memupuk sifat rendah hati dalam kehidupan sehari-hari. Melayani Sesama (Khidmat). Membantu orang lain tanpa pamrih adalah inti dari banyak ajaran sufi. Ini menghilangkan egoisme dan meningkatkan kasih sayang kepada sesama.
Cinta dan Kasih Sayang (Mahabbah). Memupuk cinta kepada Allah, Rasul-Nya, dan sesama manusia. Dengan cinta, seseorang cenderung menghindari perilaku buruk dan mempraktikkan kebaikan. Membaca Kitab-Kitab Sufi. Memahami ajaran sufi melalui karya ulama seperti Imam Al-Ghazali (Ihya Ulumuddin), Rumi (Masnawi), atau Syekh Abdul Qadir al-Jailani. Ini memperkuat wawasan spiritual dan motivasi untuk berubah.
Doa yang Tulus. Berdoa memohon kepada Allah agar diberikan kekuatan untuk menjadi pribadi yang lebih baik dan dijauhkan dari sifat buruk. Praktik-praktik ini memerlukan konsistensi dan bimbingan seorang guru (mursyid) agar perjalanan spiritual lebih terarah. Sufi percaya bahwa perubahan kepribadian terjadi ketika hati menjadi bersih dan lebih dekat kepada Allah.
Penutup kalam perlu diingatkan bahwa untuk tercapai haji mabrur dan umroh maqbul, maka tentu pembimbing haji diharapkan dapat melakukan perubahan hidup gaya hidup, dengan sungguh-sungguh melakukan riyadhah (latihan ruhaniyah) menuju kehidupan berkarakter sufi (sufi living). Ikhlas menjadi pembimbing adalah kunci utamanya. DS. 22122024.@uhud.
*Guru Besar Ilmu Tasawuf UIN Imam Bonjol
Materi Sertifikasi Pembimbing Haji Mandiri Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Imam Bonjol, Sabtu, 21 Desember 2024