Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

NATARU DAN EKOSISTIM KERUKUNAN Oleh: Duski Samad

Nataru singkatan dari Natal dan Tahun Baru. Seminggu jelang tutup tahun ada hari besar agama Nasrani yang dikenal dengan hari Natal diperingati tanggal 25 Desember setiap tahunnya. 

Bersamaan itu helat global pergantian tahun baru kalender Masehi entah siapa yang memulai peringatan tahun baru, Masehi ini telah menjadi ivent dan saatnya orang banyak pergi liburan bagi mereka sudah penat bekerja setahun lamanya. 

Mobilitas tinggi, perpindahan orang dan barang serta pembelanjaan banyak telah menimbulkan dampak luas. Dampak positif pergerakkan ekonomi dan juga ada residu negatifnya.

Perkembangan teknologi digital tidak luput menyasar perubahan perilaku masyarakat setiap akhir tahun. Ada yang siap menghadapi perubahan dan tidak sedikit yang gagap menghadapinya. 

Dalam hubungan umat beragama masalah kerukunan lazim mencuat saat akan menghadapi Natal dan tahun baru ini. Untuk memastikan Nataru berjalan baik dan membawa berkah bagi semua, amat patut dikawal agar ekosistim kerukunan berjalan baik dan efektif.

Ekosistem kerukunan adalah sebuah sistem atau lingkungan sosial yang memungkinkan berbagai individu atau kelompok dengan latar belakang, keyakinan, budaya, dan pandangan yang berbeda untuk hidup bersama secara harmonis. Dalam konteks ini, "ekosistem" menggambarkan bagaimana berbagai elemen dalam masyarakat saling berinteraksi untuk menciptakan suasana yang damai dan saling menghormati.

Beberapa aspek penting dalam ekosistem kerukunan meliputi:

1. Toleransi

Menerima dan menghargai perbedaan, baik dalam agama, budaya, maupun pandangan politik.

2. Dialog

Mengedepankan komunikasi terbuka untuk menyelesaikan konflik atau perbedaan pendapat.

3. Keadilan Sosial

Memastikan bahwa semua kelompok memiliki akses yang sama terhadap peluang dan hak.

4. Pendidikan Multikultural

Mengajarkan nilai-nilai pluralisme dan penghormatan terhadap keberagaman sejak dini.

5. Kolaborasi Antar Kelompok

Mendorong kerja sama antara komunitas yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Di Indonesia, ekosistem kerukunan menjadi sangat penting mengingat keberagaman agama, suku, dan budaya yang ada. Program-program seperti Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah salah satu upaya untuk memperkuat ekosistem ini.

KEBEBASAN BERKEYAKINAN DAN BERAGAMA (KBB). 

Satu di antara masalah yang paling mendapat tudingan dan komentar beragam jelang Nataru adalah masalah intoleransi.

Menurut laporan SETARA Institute, sepanjang tahun 2023 terjadi 217 peristiwa dengan 329 tindakan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan (KBB) di Indonesia. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2022, yang mencatat 175 peristiwa dengan 333 tindakan. Dari 329 tindakan pelanggaran tersebut, 114 dilakukan oleh aktor negara, sementara 215 oleh aktor non-negara. 

Selain itu, data dari Direktorat Sosial Budaya Baintelkam Polri menunjukkan bahwa kasus intoleransi di Indonesia mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Pada tahun 2019 tercatat 7 kasus, meningkat menjadi 14 kasus pada 2020, kemudian 11 kasus pada 2021, dan menurun menjadi 3 kasus pada 2022. Namun, pada tahun 2023, jumlah kasus intoleransi melonjak signifikan menjadi 30 kasus. 

Perlu dicatat bahwa definisi dan metode pengumpulan data mengenai kasus intoleransi dapat bervariasi antara lembaga, sehingga angka yang dilaporkan mungkin berbeda. Namun, tren peningkatan kasus intoleransi dalam beberapa tahun terakhir menjadi perhatian serius bagi berbagai pihak di Indonesia.

AKAR MASALAH INTOLERANSI 

Fakta sejarah menunjukan bahwa kebudayaan dan hubungan sosial antar umat beragama sangat toleran dan saling menghargai. Tidak ada catatan sejarah berarti konflik antar agama dan terjadinya intoleran di Indonesia.

Naiknya kasus intoleransi di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari aspek sosial, politik, ekonomi, maupun budaya. Berikut beberapa penyebab utamanya:

1. Minimnya Pemahaman tentang Toleransi

Pendidikan tentang toleransi, keberagaman, dan pluralisme masih kurang merata. Banyak individu yang belum memahami pentingnya menghormati perbedaan.

2. Polarisasi Politik

Polarisasi akibat kontestasi politik, terutama dalam Pilkada dan Pemilu, sering memanfaatkan isu agama dan identitas untuk keuntungan politik tertentu. Hal ini memicu perpecahan di masyarakat.

3. Pengaruh Media Sosial

Media sosial sering digunakan untuk menyebarkan ujaran kebencian, hoaks, dan provokasi berbasis agama atau suku, yang memperburuk konflik antar kelompok.

4. Radikalisme dan Ekstremisme

Kelompok-kelompok tertentu dengan pandangan radikal atau ekstrem terus menyebarkan ideologi intoleran, baik melalui dakwah, pendidikan, maupun media.

5. Kesenjangan Sosial dan Ekonomi

Ketimpangan ekonomi dapat menciptakan kecemburuan sosial, yang kemudian dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk memecah belah masyarakat dengan isu agama atau etnis.

6. Kelemahan Penegakan Hukum

Kurangnya tindakan tegas terhadap pelaku intoleransi, baik individu maupun kelompok, membuat tindakan serupa terus berulang.

7. Kurangnya Dialog Antar Kelompok

Kurangnya komunikasi dan kerja sama antar komunitas agama atau etnis sering kali memperbesar kesalahpahaman dan ketegangan.

8. Peningkatan Eksklusivitas Identitas Kelompok

Beberapa kelompok atau komunitas menjadi semakin eksklusif, menolak berinteraksi dengan kelompok lain, dan memandang identitas mereka sebagai yang paling benar.

Solusi untuk mengatasi

Pendidikan Multikultural: Mengintegrasikan nilai-nilai toleransi dalam kurikulum pendidikan.

Penegakan Hukum yang Tegas: Menindak tegas pelaku intoleransi untuk memberikan efek jera.

Kampanye Sosial: Menggunakan media sosial untuk menyebarkan pesan-pesan positif dan damai.

Meningkatkan Dialog Lintas Agama dan Budaya: Melalui forum diskusi, kegiatan bersama, dan peran FKUB.

Menurunkan angka intoleransi membutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan individu.

PERAN TOKOH AGAMA MENCEGAH INTOLERAN

Tokoh agama memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah intoleransi, karena mereka memiliki pengaruh besar di komunitasnya dan sering dianggap sebagai panutan moral. Berikut adalah beberapa peran utama yang dapat mereka lakukan:

1. Mengajarkan Nilai-Nilai Toleransi

Tokoh agama dapat menyampaikan pesan tentang pentingnya menghormati perbedaan dan hidup damai melalui ceramah, khutbah, atau pengajian.

Menekankan ajaran agama yang mendorong kasih sayang, persaudaraan, dan perdamaian.

2. Menjadi Mediator dalam Konflik

Tokoh agama dapat menjadi penengah dalam konflik berbasis agama atau budaya, membantu mencarikan solusi yang adil dan damai.

3. Melawan Radikalisme dan Ekstremisme

Memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran agama untuk menangkal ideologi ekstrem yang sering menjadi sumber intoleransi.

4. Memfasilitasi Dialog Antar Umat Beragama

Mengadakan forum atau diskusi lintas agama untuk membangun hubungan yang harmonis antara berbagai komunitas keagamaan.

Mendorong kerja sama antar kelompok agama dalam kegiatan sosial atau kemanusiaan.

5. Menjadi Teladan dalam Pergaulan

Mempraktikkan sikap terbuka, inklusif, dan menghormati keberagaman, sehingga menjadi contoh nyata bagi masyarakat.

6. Mengedukasi Melalui Media

Memanfaatkan media sosial, televisi, radio, dan publikasi untuk menyebarkan pesan-pesan toleransi secara luas.

7. Mendorong Kebijakan yang AdiL

Mengadvokasi pemerintah atau otoritas lokal untuk menerapkan kebijakan yang mendukung kerukunan umat beragama.

8. Menghadirkan Solidaritas Sosial

Tokoh agama dapat memimpin aksi solidaritas lintas agama, seperti membantu korban bencana tanpa memandang latar belakang agama atau etnis.

Contoh Praktik Nyata

Dalam banyak kasus konflik di Indonesia, tokoh agama menjadi simbol perdamaian dan toleransi.

Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) adalah salah satu contoh platform yang melibatkan tokoh agama untuk menjaga kerukunan antar umat.

Peran aktif tokoh agama, masyarakat dapat lebih mudah memahami dan menghayati nilai-nilai toleransi, sehingga potensi intoleransi dapat ditekan.

Konklusi bahwa relasi antar agama watak dasarnya ramah dan rukun. Dalam menghadapi tantangan global dan krisis kemanusiaan, kemiskinan, kebodohan semua umat beragama adalah satu dan itu bersifat universal. Sedangkan relasi teologi, ibadah, simbol dan peristiwa sakral tertentu itu bersifat primordial, dan ruang privasi yang memang harus berbeda. Semoga Nataru dan tahun baru 2025 mendatang lebih baik, lebih toleransi dan lebih sejahtera. Amin. DS21122024.

*Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies