Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Hangatnya Silaturahmi di Resepsi Putri Sulung Tuanku Afredison: Ketika Politik dan Dakwah Bersua di Meja Cendol

Suasana meriah di pesta Ketua DPC PKB Padang Pariaman, Tuanku Afredison.

PADANG PARIAMAN, Sigi24.com -- Senin pagi menjelang siang, 30 Desember 2024, halaman rumah Tuanku Afredison di Kampung Pagang, Nagari Lareh Nan Panjang Sungai Sariak, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, dipenuhi kebahagiaan. Acara resepsi pernikahan putri sulungnya berlangsung megah namun tetap kental dengan nuansa adat Minangkabau. 

Hiasan janur kuning melengkung indah di pintu masuk, sementara musik rebana yang dimainkan oleh kelompok pemuda setempat mengiringi suasana yang khidmat. Para tamu yang hadir, dari berbagai kalangan, saling bersalaman dan bercengkerama dengan penuh keakraban.

Di salah satu sudut pelataran yang teduh, tiga sosok berwibawa tengah terlibat dalam perbincangan hangat. Nurdin Tuanku Sultan, S.Pd.I, seorang staf ahli anggota DPRD Kabupaten Padang Pariaman dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), terlihat berbicara dengan nada santai namun penuh makna. Di hadapannya duduk Muhammad Amin, M.Ag, seorang Mufti Nagari Sungai Buluah yang dihormati karena pemikirannya yang moderat, serta Munir M. Tuanku Sutan Rajo Mudo, seorang dai kondang Provinsi Sumatera Barat yang sering mengisi ceramah di berbagai daerah.

Obrolan yang Bermakna

“Sepertinya tahun ini menjadi tahun yang penuh tantangan dan peluang, ya,” ujar Nurdin sambil menyeruput secangkir teh talua yang dihidangkan oleh para pelayan.

Muhammad Amin mengangguk setuju. “Betul sekali, Tuanku. Selain urusan dakwah, saya juga banyak mendengar isu-isu sosial di nagari yang memerlukan perhatian khusus. Pandangan politik kita memang kadang berbeda, tetapi kita harus bersatu demi kemaslahatan umat.”

Munir tersenyum sambil mengusap janggutnya yang tebal. “Setuju, Pak Mufti. Saya sering menyampaikan dalam ceramah, politik itu alat, bukan tujuan. Kalau digunakan dengan niat yang benar, politik bisa menjadi jalan kebaikan.”

Diskusi mereka semakin menarik ketika membahas kolaborasi antara dakwah dan kebijakan publik, terutama untuk memperjuangkan pendidikan dan kesejahteraan umat di Kabupaten Padang Pariaman. Di tengah perbincangan, terdengar suara halus namun penuh semangat dari seorang wanita paruh baya.

Dianofrita, Tukang Cendol yang Berbeda

“Pak Nurdin, Pak Muhammad Amin, Pak Munir, mari mampir dulu ke meja saya. Ada cendol spesial untuk bapak-bapak semua,” suara itu berasal dari Dianofrita, seorang wanita menawan dengan balutan kebaya marun. Meski tampak sederhana, ada aura ketegasan sekaligus kerendahan hati yang terpancar dari dirinya.

Dianofrita, yang dikenal sebagai calon legislatif Provinsi Sumatera Barat dari PKB pada Pemilu 2024, kini berencana maju sebagai calon legislatif DPR RI pada Pemilu 2029. Namun hari itu, ia memilih berbaur dengan tamu lainnya dan menyajikan cendol sebagai simbol kebersamaan.

“Wah, luar biasa, Ibu Dianofrita. Seorang calon legislatif tapi masih mau turun langsung seperti ini. Sangat inspiratif,” puji Munir sambil berjalan menuju meja cendol.

Dengan senyum ramah, Dianofrita menjawab, “Ini bentuk pengabdian kecil saya, Pak Munir. Kalau saya diberi amanah nanti, insya Allah saya akan berusaha melayani rakyat dengan sepenuh hati.”

Politik dan Dakwah dalam Secangkir Cendol

Saat menikmati semangkuk cendol, obrolan pun berlanjut ke topik seputar peran perempuan dalam politik dan dakwah. Nurdin Tuanku Sultan memulai, “Perempuan seperti Ibu Dianofrita sangat dibutuhkan dalam politik. Pemimpin perempuan memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap isu-isu sosial, terutama yang menyangkut keluarga dan pendidikan.”

Muhammad Amin menimpali, “Saya setuju, tapi tanggung jawab itu berat, Bu Dian. Jangan sampai jabatan mengaburkan niat awal untuk melayani masyarakat.”

Dianofrita tersenyum sambil mengangguk mantap. “Itu sebabnya saya selalu ingat pesan orang tua saya, ‘Jangan lupa bersandar pada Allah dalam setiap langkah.’ Dakwah Pak Munir juga sering menginspirasi saya untuk tetap teguh dalam prinsip.”

Munir, yang sedari tadi menyimak dengan seksama, berkata, “Kalau seperti itu niatnya, insya Allah Allah akan memberikan jalan. Jangan lupa, Bu Dian, perjuangan politik itu seperti membuat cendol—ada proses panjang sebelum hasilnya bisa dinikmati orang banyak.”

Semua tertawa mendengar perumpamaan Munir yang sederhana namun penuh makna.

Momentum Kebersamaan

Perbincangan di meja hidangan dengan cendol itu tak hanya menjadi ajang diskusi serius, tetapi juga menjadi momen keakraban yang jarang terjadi di tengah kesibukan mereka masing-masing. Tak jauh dari sana, tamu-tamu lain pun menikmati hidangan yang disajikan sembari berbincang.

Hingga acara masih berlangsung, momen ini menjadi bukti bahwa pernikahan bukan hanya penyatuan dua insan, tetapi juga ajang silaturahmi dan diskusi untuk mempererat hubungan antar tokoh masyarakat. Pada akhirnya, politik, dakwah, dan kehidupan sehari-hari tak pernah benar-benar terpisah; semuanya saling terkait untuk menciptakan harmoni dalam masyarakat.

Saat Nurdin Tuanku Sultan, Muhammad Amin, Munir, dan Dianofrita masih bersantai ria, mereka sepakat untuk terus berkolaborasi, masing-masing dengan caranya sendiri, untuk kebaikan umat. Buya Tuanku Afredison, yang menyaksikan dari kejauhan, tersenyum bangga. Resepsi putrinya hari itu telah menjadi pertemuan yang bermakna, bukan hanya untuk keluarga, tetapi juga untuk masyarakat luas.

Kontributor: titip elyas 

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies