Dokumentasi diskusi online Universitas Paramadina. |
JAKARTA, Sigi24.com -- Universitas Paramadina dan INDEF menyelenggarakan diskusi online bertajuk “Catatan Akhir Tahun: Investasi dan Industri sebagai Faktor Kritis dalam Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi 8%” pada Senin (23/12/2024).
Dr. Handi Risza, Wakil Rektor Bidang Sumber Daya Universitas Paramadina, menuturkan bahwa investasi merupakan kunci utama untuk mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun, ia mencatat bahwa kontribusi investasi terhadap PDB terus menurun sejak 2015, sementara kontribusi sektor manufaktur stagnan di bawah 20%.
Ia merekomendasikan perbaikan iklim investasi melalui transparansi, birokrasi yang bersih, dan pengembangan kualitas SDM.
"Untuk mencapai pertumbuhan 8%, ICOR (Incremental Capital-Output Ratio) harus berada di angka 3-4, dengan total kebutuhan investasi mencapai Rp13.528 triliun dalam 5 tahun ke depan," tegas Handi.
Dr. Ariyo DP Irhamna, Dosen Universitas Paramadina/Ekonom INDEF, menyoroti ketergantungan ekonomi Indonesia terhadap China, baik sebagai mitra dagang utama maupun pemasok barang impor.
"Data menunjukkan bahwa 28% impor Indonesia berasal dari China pada 2023, yang berpotensi menimbulkan risiko besar jika terjadi gangguan perdagangan," tutur Ariyo.
Ia menekankan pentingnya diversifikasi sumber impor dan pasar ekspor, untuk mengurangi risiko ekonomi, serta mendukung daya saing produk lokal di pasar global.
Selain itu, ia menggarisbawahi kebutuhan untuk memperkuat nilai tambah industri domestik melalui harmonisasi kebijakan sektoral antara hulu dan hilir.
Dr. Imaduddin Abdullah, Direktur Kolaborasi Internasional INDEF, membahas pentingnya pertumbuhan ekonomi yang konsisten untuk menjadikan Indonesia sebagai negara berpenghasilan tinggi. Ia mengingatkan bahwa sejarah mencatat hanya sedikit negara, seperti China, yang mampu mencapai pertumbuhan ekonomi 8% secara berkelanjutan.
Menurutnya, meskipun target ini sangat ambisius, langkah-langkah strategis seperti optimalisasi investasi, peningkatan produktivitas tenaga kerja, serta adopsi teknologi dan inovasi harus menjadi prioritas utama.
Kontributor: arif haryadi