Mencermati kontestasi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2024, di Sumatera Barat khususnya daerah Padang Pariaman cukup menarik. Apalagi jika kita coba pertanyakan, dimanakah posisi ulama Pariaman, terkhusus cendikiawan surau, para tuanku dalam Pilkada tahun ini?
Tuanku di Pariaman memiliki peran yang cukup menentukan terhadap pemilihan kepala daerah. Sebagai tokoh agama, para tuanku bisa mempengaruhi publik pemilih dalam menentukan pilihan politik. Kultur masyarakat tradisionalis di Minangkabau, khususnya Pariaman yang masih kental menjadi alasan.
Jika di pulau Jawa, sikap politik Kiyai bisa menentukan pilihan politik masyarakat, begitu juga Tuanku, ulama khas Minangkabau ini, sikap politiknya akan mempengaruhi hasil politik Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Di Kabupaten Padang Pariaman umpamanya, ada dua pasangan calon Bupati, yakni John Kenedy Azis - Rahmat Hidayat dan Suhatri Bur - Yosdianto, dan di level Provinsi Sumatera Barat, pemilihan Gubernur, ada incumbent Mahyeldi-Vasco Ruseimy dan Epyardi Asda-Ekos Albar.
Setiap pasangan calon memiliki basis pemilih yang cukup signifikan di kalangan para Tuanku dan pimpinan pesantren surau di Minangkabau.
Komunitas Surau Perlu Perhatian Serius
Sebagai komunitas yang sudah hadir selama ratusan tahun, lembaga pendidikan Islam surau di Minangkabau mesti mendapatkan perhatian yang serius dari kepala daerah yang terpilih nantinya.
Lembaga pendidikan Islam khas Minangkabau yang melahirkan ulama bergelar Tuanku ini, selama ini hanya di manfaatkan ketika masa-masa kampanye politik pemilihan kepala daerah ataupun anggota dewan saja. Pasca terpilih entah masih diperhatikan atau tidak.
Setidaknya menurut penulis, kepala daerah terpilih, wajib mengalokasikan anggaran pembangunan daerah, khusus untuk pemeliharaan dan pengembangan komunitas pesantren surau Minangkabau, khususnya Pariaman, sebagai basis utama dari lahirnya ulama Minangkabau bergelar Tuanku.
Pertama, Alim-Ulama Tuanku yang berjuang mempertahankan tradisi keilmuan khas Minangkabau ini harus ditingkatkan kesejahteraannya, dan mereka mesti pula mendapatkan jaminan kesehatan yang baik.
Surau yang dipimpin Buya Tuanku ini harus mendapatkan anggaran pemeliharaan gedung dan subsidi untuk pemenuhan pembelian kitab-kitab, perpustakaan surau, dan logistik makanan untuk para faqiah atau santri. Serta menjamin kemandirian daripada surau pesantren tersebut.
Kedua, lulusan pesantren surau, lembaga pendidikan Islam tradisional Minangkabau ini, perlu dibantu untuk mendapatkan kesempatan penghidupan yang layak dan sejahtera, umpamanya pelatihan kemandirian seperti pelatihan budidaya ikan air tawar, pengelolaan kebun jagung, dan pelatihan enterpreunership lainnya.
Setelahnya perlu juga dibantu untuk melanjutkan pendidikan ke pusat-pusat pendidikan Islam dunia, seperti Mekkah, Madinah, Mesir, Yaman, Turki dan atau pendidikan tinggi yang ada.
Dua hal ini setidaknya menjadi perhatian serius bagi kepala daerah terpilih yang akan datang. Kepedulian kepala daerah kepada lembaga pendidikan Islam tradisional Minangkabau ini sangat diharapkan dan dinantikan.
Agar lahir cendikiawan-cendikiawan, ulama-ulama pejuang Islam hebat yang mewarisi keilmuan Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, dimana beliau adalah salah satu dari banyak ulama Minangkabau lulusan surau yang namanya masyhur di dunia Internasional.
Dan pula mewarisi perjuangan bangsa seperti Haji Agus Salim, Muhammad Hatta, Muhammad Natsir, Sutan Sjahrir, Buya Hamka, yang mana mereka juga adalah produk dari lembaga pendidikan Islam Surau Minangkabau. (***)