Ungkapan "suara rakyat adalah suara Tuhan" terjemahan dari bahasa Latin "Vox Populi, Vox Dei", menggambarkan pentingnya suara atau kehendak rakyat dalam proses pengambilan keputusan, terutama dalam konteks demokrasi.
Makna filosofis dari kalimat ini adalah mencerminkan pandangan bahwa kehendak rakyat, jika disuarakan secara kolektif dan tulus, mencerminkan nilai-nilai moral atau kebenaran yang sejalan dengan kehendak Tuhan. Artinya suara rakyat dianggap memiliki bobot moral yang tinggi.
Dalam sistem demokrasi, khusus demokrasi one man one vote, suara rakyat merupakan dasar legitimasi kekuasaan. Pemimpin dipilih melalui pemilu untuk mewakili kehendak rakyat, sehingga suara rakyat menjadi landasan utama dalam pengambilan kebijakan dan pemerintahan.
Ungkapan ini tentu tidak selalu dapat diterima begitu saja. Beberapa pihak, terutama dari perspektif agama atau filsafat, mengingatkan bahwa rakyat bisa saja salah atau termanipulasi, sehingga kehendak rakyat tidak selalu mencerminkan kehendak Tuhan. Dalam sejarah, ada banyak contoh ketika kehendak mayoritas justru menindas minoritas atau mengarah pada tindakan yang tidak etis.
Asal-usul ungkapan ini sebenarnya berasal dari tradisi Latin kuno, tetapi sering kali digunakan dalam diskusi politik dan sosial sebagai cara untuk menegaskan pentingnya mendengarkan aspirasi masyarakat. Namun, penting juga untuk memastikan bahwa suara rakyat benar-benar bebas dari manipulasi dan korupsi agar lebih dekat kepada "kebenaran".
Esensi suara rakyat, suara Tuhan dalam makna yang dipromosikan pegiat demokrasi seperti konsep di atas melintas dalam pikiran dan kesadaran intelektual saat mengikuti debat putaran kedua calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Sumatera Barat.
Debat publik kedua Cagub dan Cawagub Provinsi Sumatera Barat putaran kedua, Selasa, 19 November 2024 berlangsung meriah, argumentatif diselingi sindiran dengan tensi sedikit memanas.
Setelah pemaparan visi misi dilanjutkan dengan pendalaman visi misi kedua Paslon. Ada beberapa issue yang secara umum dijawab kedua Paslon dengan pendekatan regulasi, kebijakan pemerintah dan kalaupun ada penyebutan masyarakat hanya bersifat umumnya. Sangat terbatas sekali mencerminkan suara rakyat, suara Tuhan.
Mengikuti sesi pendalaman visi misi, pertanyaan bagaimana menghidupkan koperasi yang sulit bangkit. Jawaban normatif dari kedua Paslon adalah dengan memastikan pendataan, pemberian modal dan menunjukkan kinerja seperti KJKS.
Sayang kedua Paslon belum kuat menyentuh akar masalah utama yaitu koperasi yang kehilangan kepercayaan (distrust) dari masyarakat. Plesetan koperasi dengan ku-perasi adalah fakta sosial koperasi kehilangan marwah dan kepercayaan dari anggota dan masyarakat luas.
Bagaimana koperasi mungkin hidup, jika kepercayaan anggotanya dan masyarakat tidak ada.
Berkenaan dengan pertanyaan mitigasi bencana yang berkaitan dengan melindungi hutan melalui reboisasi dijawab dengan pemberian izin yang ketat. Sayang, pelibatan tokoh adat, lembaga adat dan tokoh masyarakat, LSM dan pegiat lingkungan tidak tersebut dan belum ada di memory kedua Paslon.
Berkaitan dengan pembangunan pada infrastruktur berkelanjutan yang mengutamakan gender, dan disabilitas. Mereka kedua Paslon menawarkan pembagunan ramah gender dan disabilitas, inklusif dan anggaran khusus.
Sekali lagi, tidak tersebut satu katapun oleh Paslon perlunya pembangunan partisipatif dengan melibatkan kaum perempuan dan disabilitas itu sendiri. Ini pulalah sebabnya selama ini banyak fasilitas umum disabilitas yang kurang fungsional.
Tema pengelolaan lingkungan hidup dalam hal pertambangan masyarakat yang tak punya izin. Jawaban kedua Paslon akan melakukan penegakan regulasi secara terkoordinasi dengan kabupaten dan kota, penegakkan regulasi dan penindakan diiringi dengan penyadaran masyarakat adalah kunci untuk pencegahan tambang liar.
Paslon lupa sejatinya tambang masyarakat, oleh pejabat disebut tambang liar, tidak akan banyak pengaruhnya merusak lingkungan, kecuali tambang konglomerat yang punya izin, sayang lemah pengawasan dengan ketat dan mestinya mereka dimintai tanggung jawab sosial untuk memperbaiki lingkungan.
Materi debat tentang pemerataan pembangunan khususnya pembangunan tol yang berlarut-larut, tentang penyediaan tanah apa strateginya?
Kritik terhadap jalan tol yang sangat lambat ini dijawab hanya dengan janji akan diselesaikan dalam masa 100 hari pertama. Mestinya diperkuat dengan memperbaiki kualitas layanan pegawai, transparansi dan meminimalisir calo, agen tanah dan pihak yang mengambil keuntungan pribadi dan pihak tertentu.
Pejabat yang membuat stigma dan image tanah sulit penggantiannya di Sumatera Barat, lebih pada pengalihan issues dari gagalnya konsolidasi aparat, "permainan" yang dapat ditunjukkan, tetapi dirasakan masyarakat. Pemilik tanah bukan lagi orang yang mudah dikelabui, mereka tahu regulasi, jumlah nominal ganti rugi. Artinya kejujuran aparat dan tokoh lokal yang mengurusi penggantian lahan seringkali diragukan pemilik tanah.
Masalah pembangunan ekonomi, dan SDM yang harus diiringi ekonomi, dan strategi lapangannya adalah kerjasama kolaborasi, investor dan tidak ekslusif, penguatan UMKM, dan pariwisata berkelanjutan.
Pemberdayaan orang rantau dan diaspora yang memiliki ekonomi, jaringan dan modal tidak keluar dari pikiran kedua Paslon.
Pertanyaan antar kedua Paslon cenderung saling menyerang dan sindir dan menyindir. Namun hebatnya kedua Paslon tetap senyum dan mengkritik saling bercanda.
Yang pasti debat publik di media televisi memberikan preferensi bagi pemilih yang belum menentukan pilihannya. Kecuali bagi mereka yang memiliki afiliasi politik pilihannya tentu tidak akan sama dengan pemilih yang masih terbuka. Semoga pemilih bertambah cerdas dan bijak dalam menentukan pilihannya untuk SUMBAR MAJU DAN LEBIH BAIK. Amin.@nontondebatgub24.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol