Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Politik Ulama dan Politisasi Ulama Oleh: Duski Samad

Judul di atas diinspirasi melihat baliho Paslon yang latarnya photo ulama, begitu juga membaca postingan medsos Tuanku (baca ulama) yang berphoto dengan Paslon sekaligus dengan vidio ucapan takbir setelah membacakan dukungan.

Yang bertambah umat sulit mencerna adalah seorang ulama yang mendukung semua calon. Merangkul, mendoakan dan meminta orang memilih Paslon yang mengunjungi ulama tersebut.

Pertanyaannya apakah perilaku seperti di atas bahagian dari politik ulama, atau jangan-jangan ini adalah bentuk nyata ulama yang dipolitisir oleh Paslon atau masuk kategori politisasi ulama. 

Idealnya dan kuat dalam memory umat perilaku ulama pastilah berada dalam frame mendorong kemaslahatan dan mencegah kemudaratan. Ulama dalam semua gerak gerik dan nafas perjuangan adalah berdasarkan, proses dan tujuan akhirnya 

tegaknya nilai, kebenaran dan kejujuran. Beda mendasar antara ulama dengan yang tak ulama adalah keberpihakan pada nilsi (value). 

Kedudukan ulama dalam politik, khususnya politik praktis patut juga dipertimbangkan marwah ulama yang harus dikunjungi pejabat atau calon pejabat, bukan ulama yang mengetok pintu pejabat atau Paslon. Ulama yang dimintai nasehat, bukan ulama yang merendahkan umara atau calon umara. 

INDEPENDEN ETISNYA ULAMA

Independen etis merujuk pada sikap atau prinsip seseorang yang mampu berdiri sendiri secara moral dan etis, tanpa terpengaruh oleh tekanan, kepentingan, atau intervensi pihak luar yang dapat mengorbankan nilai-nilai yang diyakini. 

Mengambil keputusan berdasarkan prinsip-prinsip kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai universal, bukan karena tekanan dari pihak tertentu atau demi kepentingan pragmatis.

Tidak tunduk pada kepentingan pribadi atau golongan. Seorang ulama memiliki independen secara etis tidak membiarkan pertimbangan pribadi, politik, ekonomi, atau kelompok tertentu memengaruhi integritas moralnya.

Mengutamakan kepentingan umum. Sikap independen etis ulama mestinya selalu mempertimbangkan apa yang benar dan adil bagi masyarakat luas, bukan untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.

Bersikap objektif dan netral. Dalam pengambilan keputusan, individu atau institusi yang independen secara etis mampu menilai situasi secara objektif tanpa bias, meskipun menghadapi tekanan eksternal.

Dalam Politik: Ulama atau pemimpin yang independen secara etis tidak berpihak pada partai politik tertentu, melainkan selalu memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Pentingnya independen etis adalah untuk menjaga integritas, membantu individu tetap dipercaya oleh masyarakat. Menghindari konflik kepentingan dengan mencegah keputusan yang bias atau merugikan pihak lain. Menjadi teladan moral dengan memberikan contoh bagaimana mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai luhur.

ULAMA DAN POLITIK PRAKTIS

Peran ulama dalam politik praktis sering menjadi perdebatan, karena melibatkan pertimbangan antara menjaga keagungan peran ulama sebagai penjaga moralitas dan realitas kebutuhan umat dalam kehidupan politik. 

Ulama sebagai penasihat dan pendamping moral. Ulama dapat menjadi penasihat bagi para politisi dan pemimpin negara. Ulama berfungsi sebagai pengingat dan pemandu agar kebijakan politik tidak menyimpang dari nilai-nilai agama dan keadilan.

Peran ini memungkinkan ulama menjaga jarak dari konflik kepentingan, tanpa meninggalkan tanggung jawab amar ma’ruf nahi munkar.

Ulama sebagai mediator dan pendamai.

Ulama sering memiliki pengaruh besar di tengah masyarakat, sehingga dapat menjadi mediator dalam konflik politik atau sosial. Seruan moral yang kuat, mereka bisa mendorong rekonsiliasi dan meredam polarisasi.

Ulama sebagai politisi atau pemimpin pemerintahan. Sebagian ulama memilih untuk terjun langsung ke politik praktis dengan bergabung dalam partai politik atau menjadi pemimpin di tingkat daerah dan nasional.

Dalam posisi ini, ulama dapat langsung memengaruhi kebijakan yang pro-rakyat dan sesuai syariat.

Terlibatnya ulama dalam kekuasaan rentan terhadap pragmatisme politik, yang bisa merusak kredibilitas dan independensi mereka.

Ulama sebagai pendukung gerakan sosial politik. Ulama dapat mendukung gerakan atau partai politik tanpa harus terjun langsung. Mereka memobilisasi umat untuk memilih pemimpin yang dianggap sesuai dengan nilai-nilai Islam. Dukungan ini harus dilandasi pada prinsip keadilan, bukan sekadar keuntungan politik sesaat.

Ulama sebagai penggerak kesadaran politik umat. Ulama berperan memberikan pendidikan politik kepada masyarakat agar mereka lebih kritis, cerdas, dan tidak terjebak dalam politik uang atau manipulasi.

Mereka mendorong masyarakat memilih berdasarkan kriteria moral, etika, dan kompetensi, bukan hanya berdasarkan sentimen agama.

Tantangan ulama di politik praktis di antaranya potensi politisasi agama. Keterlibatan ulama dalam politik praktis sering kali dimanfaatkan untuk kepentingan elite tertentu. Hilangnya netralitas, jika terlalu terlibat, ulama bisa dianggap partisan, yang dapat mengurangi wibawa mereka di mata umat.

Keseimbangan peran ulama harus mampu menjaga keseimbangan antara tugas spiritual dan tanggung jawab politik, agar tidak kehilangan fungsi utamanya sebagai pemimpin moral.

Konklusi, bahwa politik ulama hakikatnya adalah berpegang pada nilai, kebenaran, kejujuran, ya'muruna bil ma'ruf wayanhaw na anil munkar. Ulama dan umat diharapkan cerdas, arif dan paham politik ulama dan waspada terhadap politisasi ulama. Hadist mengingatkan"meremehkan ulama adalah merugikan ulama". DS. 23112024.

*Ketua Pembina Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies