Artinya: Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya dan bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Dan jika mereka bermaksud hendak menipumu, maka sesungguhnya cukuplah Allah (menjadi Pelindungmu). Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan orang-orang mukmin, dan yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. (QS. Al-Anfaal, (8):61-63).
Artinya Berpegangteguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, janganlah bercerai berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara. (Ingatlah pula ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari sana. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu mendapat petunjuk. (QS. Ali Imran (3):103)
Artinya….. Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang muslim itu apabila bersua dengan saudara semuslimnya, lalu ia menjabat tangannya, maka berguguranlah dosa keduanya, sebagaimana daun-daun kering berguguran dari pohonnya di hari yang berangin kencang. Dan selain itu diampunilah bagi keduanya dosa-dosanya, sekalipun banyaknya seperti buih lautan.
Makna yang terkandung dalam ayat dan hadis di atas dapat menjadi landasan jiwa dan pertimbangan akal jernih bagi siapapun, khususnya Paslon kurang dukungan suara alias kalah, keluarga besarnya dan tentu bersama tim suksesnya yang ikut berlaga dalam kontestasi Pilkada 27 November 2024 lalu.
Begitu juga sangat patut untuk dilakukan dan dijadikan perilaku (etik) oleh mereka pasangan yang mendapatkan suara cukup atau menang dalam perang urat syaraf yang melelahkan setidaknya sejak tiga bulan lalu, masa kampanye yang sudah dilalui dengan segala plus minusnya.
Untuk meredam dan mengendalikan suara gaduh, setidaknya gaduh jiwa, resah dan tidak bisa fokus, pasca kekalahan maka patut juga dihormati berbagai quote dalam postingan medsos. Misalnya pesan medsos yang menarik untuk dikutip, Kata Buya Hamka.. Dalam hidup selalu ada pilihan..Dalam hidup selalu ada kompetisi.. Kalau pilihan kita kalah, gak masalah..Tapi yang penting pilihan kita gak salah..Dan kita sudah berada di jalur yang benar dan jujur. Itu tugas kita...
Sebagai umat yang meyakini bahwa hidup itu tidak semua selesai dengan usaha, kerja keras dan material, akan tetapi ada faktor nasib dan takdir yang tak bisa diolah lagi, kecuali mesti diterima, maka prinsip seperti itu akan memudahkan hati bertaut kembali, walaupun tingkat pertikaiannya (bagesoh) sampai berat, luka dan pecah kaca. Ayat di atas mengingatkan bahwa hati manusia hanya direkat dengan menyadari bahwa ada Allah subhanuhuwata’ala yang maha menentukan, inni tawakaltultu ‘allahi, wa lawaula wala quwwata illa bilhil ‘aliyil azdhim.
Maknanya siapapun perlu terus menyuarakan hasil Pilkada ada yang kalah dan ada yang menang adalah sunnatullah, hukum pertandingan mesti ada yang kalah dan menang. Yang kalah tidak mesti terlalu larut dengan kekalahan dan mencari sebab-sebab yang justru akan menambahkan luka hati, sedangkan yang memang ayo rangkul, salami dan tidak jumawa dalam sikap dan perilaku. Hidup bak roda, sekali di atas sekali di bawah, tak ada peristiwa atau kejadian yang tak punya hikmah, ambil hikmah dan pembelajaran.
ETIK KALAH DAN MENANG
Tidak mudah melupakan kekalahan, lebih sulit lagi kalah dalam mempertahankan jabatan dan kedudukan yang begitu terhormat menjadi bupati dan walikota. Informasi sudah beredar luas bahwa kabupaten dan kota di Sumatera Barat lebih separuh, hitungan sementara 6 bupati 4 walikota petahana ternyata harus menyerahkan kursinya pada penantang.
Realitas kekalahan adalah fakta, yang menjadi penting adalah bagaimana menyikapi kekalahan dalam pemilihan yang sepertinya sulit dilogikakan. Rasanya tingkat keterkenalan, sentuhan langsung, jabatan tangan, pertemuan baralek, kunjungan kegiatan masyarakat dan ragam kegiatan yang sudah diberikan petahana, luar biasa banyaknya, sekarang mengapa harus kalah oleh penantang yang hanya hitungan bulan bersentuhan dengan pemilih. Apapun analisis ilmiahnya, yang jelas suara rakyat sudah diberikan, Paslon dan kita semua tentu mesti menerimanya, amanah itu memang diberi, bukan diminta.
Memang kalam konteks pemilihan langsung, etik kalah dan menang sering dikaitkan dengan prinsip moralitas, sportivitas, dan keadilan, oleh karena itu ada beberapa poin penting mengenai etik yang seharusnya diterapkan.
Etik saat kalah paling awal adalah menerima hasil dengan lapang dada. Menghormati keputusan yang dihasilkan oleh proses demokrasi adalah perilaku cerdas dan mulia. Jangan menyebarkan narasi negatif atau hoaks tentang pihak yang menang. Sebagai proses dari kompetisi maka mesti dilakukan evaluasi diri. Menggunakan kekalahan sebagai momen refleksi untuk memperbaiki strategi, program, atau pendekatan yang kurang efektif.
Sebagai tokoh dan pemimpin Paslon yang kalah diminta untuk teguh menjaga persatuan melalui narasi dan perilaku. Hindari provokasi yang dapat memecah belah masyarakat walau tidak mudah sebelumnya terjadi saling membuka kelemahan. Tetap mendukung kebijakan yang bermanfaat untuk kepentingan bersama, karena memang pemimpin adalah sosok yang akan menentukan corak masyarakatnya.
Kekalahan dalam kontestasi Pilkada masih ada jalur hukum jika itu diperlukan. Jika terdapat indikasi pelanggaran, ajukan keberatan secara legal dan sesuai aturan, bukan dengan kekerasan atau agitasi. Artinya menjadi Paslon yang memiliki kepatuhan hukum dan sosial diharapkan pihak yang kalah menjadi tetap terhormat. Jangan sampai terjadi, sudah jatuh ditimpa tangga pula. Artinya sudahlah kalah, harga diri tergerus pula.
Bagi Paslon yang berhasil meraih simpati dan dukungan pemilih diminta untuk terjaga dirinya dengan menerapkan etik saat menang. Pemenang diharapkan tetap menjada kerendahan hatinya. Menang tidak berarti harus pamer atau merendahkan pihak lawan. Hormati upaya dan peran semua pihak dalam kompetisi.
Tim paslon yang menang tentu mesti tetap menghormati pihak yang kalah. Pimpinan yang terpilih dituntut secara moral untuk mengajak pihak lawan untuk bersama-sama membangun masyarakat. Sejauh mungkin hindari balas dendam atau diskriminasi.
Pemimpin terpilih adalah figure yang tidak saja dipilih rakyat, tetapi juga menerima amanah dari pemilik rakyat itu sendiri, Allah swt, maka sikap hidup yang bertanggung jawab dan menjamin amanah adalah kewajiban moral dan agama. Menang berarti menerima amanah untuk melayani dan memenuhi janji kepada masyarakat.
Etika lain yang sering mengundang pasca kemenangan adalah eforia, atau bergembira yang tak terkendali. Menghindari eforia berlebihan adalah sama artinya menenggang perasaan saudara dan sahabat kita yang kalah. Lagi pula mesti diingat bahwa kemenangan adalah awal dari tugas besar, bukan hanya ajang selebrasi.
Patut disadari dan disadarkan kepada semua pihak (yang kalah dan yang menang) bahwa helat atau pesta demokrasi yang sudah menjadi sistim penentuan kepemimpin di negeri ini adalah kesempatan yang akan datang lagi setelah lima tahun. Waktu masih ada dan peluang selalu terbuka, piala bergilir masih akan diperebutkan lagi 2029 mendatang.
Mari diberikan ucapan selamat, doa dan dukungan bagi Paslon yang menang, dan bagi yang belum beruntung, ingat waktu masih ada di masa depan, ayo terus berikhtiar, berusaha dan berperilaku menautkan hati pasca bagesoh. Persatuan hati, jiwa dan pikiran itu mahal dan mesti diperjuangkan. Wallahuwaliyuttaifiq walhidayah, Fastabiqulkhairat. Amin. Ds. 29112024.
*Pembina Majelis Silaturahmi Tuanku Nasional