Dalam Islam, transmisi keilmuan atau sanad, merupakan hal terpenting dalam menentukan keabsahan dan otoritas seseorang dalam ilmu agama. Sanad keilmuan adalah bagian dari agama. Salah satunya adalah sanad ilmu Al-Qur'an.
Ada beberapa jalur sanad keilmuan qira'at Al Qur'an yang sampai hari ini di dunia, termasuk yang ada di Minangkabau. Dalam bukunya Zainul Milal Bizawie yang berjudul Sanad Qur'an dan Tafsir di Nusantara, di era modern ini, menyebutkan bahwa ulama Minangkabau Syeikh Yasin Al Fadani (1916-1991) yang bergelar musnid dunia, adalah pemegang sanad keilmuan dunia, salah satunya beliau memiliki sanad qiraat yang berterusan diwarisi kepada anak muridnya sampai hari ini yang menyebar ke seluruh dunia, khususnya Nusantara, diketahui Syeikh Yasin Al Fadani mengambil riwayat qira'at kepada Syeikh Ahmad bin Abdullah Al Mukhallilati, dan kepada murid-murid Syeikh Mahfudz Termasi yang menerima dari Syeikh Dimyathi Mekkah, juga mengambil sanad qiraat kepada Syeikh Abdul Ghani Bima melalui Syeikh Abdul Hamid Kudus. Syeikh Yasin Al Fadani lalu juga mengambil sanad qiraat kepada Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki dan banyak lagi.
Sebelum Syeikh Yasin Al Fadani, menurut Syeikh Sa'ad Al Ghamidi, salah satu Imam Besar Masjidil Haram menyatakan bahwa pernah ada ulama Nusantara yang berasal dari Minangkabau yang pernah menjadi guru besar, mengajar dan menjadi Imam di Masjidil Haram yang juga adalah ahli dalam ilmu qira'at yakni Syeikh Ahmad Khatib Al Minangkabawi (1860-1916). Pelajar di seluruh dunia mengambil sanad ilmu Al-Qur'an kepada Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau ini. Adapun beliau secara khusus mendapatkan sanad qira'at Al Qur'an kepada Syeikh Sayyid Bakri Syatha, Syeikh Sayyid Umar Syatha dan Syeikh Sayyid Utsman Syatha.
Syeikh Ahmad Khatib banyak memiliki murid yang berasal dari Asia atau Nusantara, yang kemudian juga meneruskan transmisi keilmuan qiraat Al Qur'an ke Nusantara, beberapa muridnya yang mahsyur di Nusantara khususnya Sumatera yakni, Syeikh Abdul Karim Amrullah, Syeikh Muhammad Jamil Jambek, Syeikh Sulaiman Ar Rasuli, Syeikh Muhammad Jamil Jaho, Syeikh Abbas Abdullah, Syeikh Khatib Ali Syeikh Ibrahim Musa Parabek, KH. Hasyim As'aryi. Dimana sanad qiraat jalur Syeikh Ahmad Khatib Minangkabawi ini juga terus bersambung sampai hari ini.
Sebelum Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau, ada pula Syeikh dari Minangkabau yang juga ahli qiraat, yaitu Syeikh Abdurrahman Al Khalidi Batuhampar (1777-1899). Dalam ilmu qiraat Syeikh Abdurrahman Batuhampar mengambil sanad qiraat di Mekkah kepada Syeikh Utsman Dimyathi, Syeikh Muhammad Sa'id Qudsi, Syeikh Muhammad Salih bin Ibrahim Ar Rais, Sayyid Ahmad Al Marzuki, Syeikh Abdullah Affandi. Sanad Syeikh Abdurrahman diteruskan kepada para muridnya, beberapa di antaranya yakni Syeikh Batubara Andaleh, Syeikh Batangkapeh, Syeikh Yahya Khalidi Magek, Syeikh Abdurahman Khalidi Kumango, Syeikh Abdullah Halaban, Syeikh Sulaiman Ar Rasuli dan banyak lagi. Diantara peninggalan Syeikh Abdurrahman Khalidi Batuhampar adalah naskah kuno cetak batu Al-Qur'an (litograf) yang didalamnya terdapat tulisan tangan Syeikh Abdurrahman Khalidi Batuhampar berupa qira'at sab'ah.
Dan sanad Al-Qur'an yang juga banyak diterima ulama Minangkabau melalui jalur Syeikh Abdurrauf Singkil, yang merupakan seorang ulama besar mula-mula yang mengajarkan Islam di Nusantara pada abad ke-17. Sebuah karya besarnya dalam bidang tafsir yakni kitab Turjuman Al Mustafid yang terus dicetak sampai hari ini, dan masih dipelajari di surau pondok pesantren di negeri-negeri Melayu Asia Tenggara termasuk Minangkabau. (***)