Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Bersetuju dalam Perbedaan Oleh: Duski Samad

Topik tulisan bersetuju dalam perbedaan ini adalah bahagian dari cara pandang penulis dalam menyikapi berita online Padang Berita, Rabu, 06 November 2024 di bawah judul’ Jangan Rusak Kerukunan Umat, MUI Harus Tinjau Ulang Putusan Larang Ulama-Mubaligh Luar Masuk Sumbar. 

Kosmopolitan dan mendunianya kehidupan dan hubungan sosial di era digital adalah realita yang hendaknya menjadi perhatian dalam apapun keputusan kolektif yang akan diambil. 

Bersetuju dalam perbedaan sama maknanya dengan istilah yang diperkenalkan oleh Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, agree and disagreement. Terma ini dimaksudkan untuk mengedukasi masyarakat bahwa perbedaan adalah satu keniscayaan yang ada dalam kehidupan, utama di sini berkaitan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Setuju dalam perbedaan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara tentu bertujuan untuk meminimalisir perbedaan yang dapat berujung pada konflik. Karena memang pintu perbedaan itu terbuka lebar, beda agama, beda aliran pikiran, beda suku, etnis dan beda pilihan, Bhinneka Tunggal Ika (berbeda namun tetap bersatu).

Dalam sejarah awal pembentukan masyarakat awal Islam di Madinah, perbedaan yang dapat berakibat konflik tentu ada, hebatnya al-Qur’an langsung turun untuk menyelesaikan, satu di antara surat al-Hujuraat, ayat ke 9. Sebab turun ayat ini ada beberapa kasus, di antaranya riwayat ini: 

Dari Qatadah, diriwayatkan, “Ayat ini diturunkan berkenaan dengan dua orang laki-laki Anshar yang di antara keduanya terjadi persengketaan dalam hak tertentu. Salah seorang dari mereka lalu berkata, ‘Sungguh saya akan merebutnya darimu, walaupun dengan kekerasan.’ Laki-laki yang kedua mencoba untuk mengajaknya meminta keputusan kepada Rasulullah, tetapi ia menolaknya. Persengketaan itu terus berlangsung hingga akhirnya terjadi perkelahian di antara kedua pihak. Mereka pun saling memukul dengan tangan dan terompah. Untung saja perkelahian tersebut tidak berlanjut menggunakan pedang.” 

Norma ayat di atas dan selanjutnya mestinya menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menghadapi situasi Pilkada 2024 yang potensi berbeda pilihan tak bisa dielakkan, kecuali ketulusan dan kerendahan hati yang dapat mencegah adanya perseteruan dan konflik, minimal rusaknya hubungan batin dan silaturahmi antara sesama anak umat dan masyarakat bangsa. 

BEDA PILIHAN, TEGUH DALAM KESATUAN 

Teguh dalam persatuan dan kesatuan sehingga terwujud mindset alam pikiran bahwa bersetuju dalam perbedaan itu adalah kenyataan dan anugerah Ilahi yang harusnya dipegang kuat. Ada tiga kondisi kejiwaan dan sosial yang terus diperkuat untuk internalisasinya sikap setuju dalam perbedaan. 

Pertama: Kepribadian Kewargaan 

Kepribadian kewargaan maksudnya bahwa sebagai individu seseorang tidak bisa hidup tanpa ada identitas kewarganegaraan. Kesadaran bahwa sebagai warga negara dan warga bangsa kemajemukan adalah realita yang tak bisa dielakkan. Bahkan keberagaman itu adalah modal kolektif untuk saling mengenal membentuk masyarakat bangsa, (QS. al-Hujuraat, 13).

Dalam Riwayat lain asbabun nuzul ayat 9 surat al-Hujuraat adalah tentang perbedaan antara umat Islam dengan kaum munafik yang diselesaikan dengan cara-cara yang baik tanpa diskriminatif. Mendamaikan percekcokan suatu hari terjadilah percekcokan antara para sahabat Nabi dengan sejumlah kaum munafik yang dipicu oleh kelancangan ‘Abdullah bin Ubay mengusir Nabi. Allah lalu menurunkan ayat ini untuk mendamaikan kedua belah pihak tersebut. 

Bahkan pertengkaran kecil saja harus segera didamaikan. Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Anas bahwa suatu ketika Rasulullah mengendarai keledainya menemui Abdullah bin Ubay. Abdullah bin Ubay lantas berkata, “Menjauhlah dari saya karena bau busuk keledaimu telah membuat saya tidak nyaman.”Seorang laki-laki dari kalangan Anshar dengan cepat menjawab, “Demi Allah, sungguh bau keledai Rasulullah ini lebih wangi darimu.”

Mendengar ucapan laki-laki itu, seseorang yang berasal dari suku yang sama dengan Abdullah marah. Akibatnya, pertengkaran antara kedua kelompok tersebut tidak terhindari sehingga mereka saling pukul dengan menggunakan pelepah kurma, tangan, dan terompah. Tidak lama berselang, turunlah ayat ini.

Kedua: Mencegah Bughat, Mengedepankan Ishlah. 

Potensi adanya gaduh, dan menolak untuk damai sudah disebut dalam ayat 9 di atas. Bahwa ada perbedaan dalam menyikapi keadaan adalah alami dan sunnatullah, namun bila perbedaan itu mengundang adanya perpecahan apalagi sampai konflik perang, maka harus dihentikan. Ishlah (mendamaikan) lebih didahulukan dalam mengantisipasi akibat dari perbedaan sehingga tidak meluas menjadi konflik atau perselisihan.  

Konflik paling berbahaya itu disebut dengan bughat, artinya menolak damai. Secara etimologis, bughat merupakan bentuk jamak dari isim fa‘il, bagin; berasal dari kata baga–yabgi, dengan isim masdar, bagyan. Bugat mengandung arti at-talab (tuntutan) atau at-ta‘addi (sewenang-wenang). Umpamanya di dalam Al-Qur’an surah al-Kahfi (18) ayat 64 yang berarti “itulah tempat yang kita cari” dan dalam surah al-A‘raf (7) ayat 33 yang berarti “sewenang-wenang atau melampaui batas”.

Adapun kamus Mu‘jam al-Wasith lebih memperinci lagi makna kata baga, yabgi, bagyan dengan enam pengertian: (1) melampaui batas dan berbuat aniaya; (2) menguasai, memerintah, berlaku sewenang-wenang; (3) bertindak atau berusaha jahat untuk keluar dari aturan; (4) mencari, menuntut sesuatu; (5) membengkak atau membusuk; dan (6) berzina atau berlaku cabul.

Ibnu Farhun al-Maliki (w. 799 H/1397 M), salah seorang ahli fikih dalam Mazhab Maliki mendefinisikan bughat sebagai “sikap tidak mau tunduk terhadap penguasa atau pemimpin secara demonstratif, sementara pemimpin tersebut tidak menyuruh mereka berbuat maksiat”. 

Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan: “sekelompok muslim yang memiliki kekuatan yang bersikap menentang penguasa yang resmi dalam beberapa masalah, karena tidak adanya kesepakatan mereka terhadap masalah yang dituntut. Mereka secara demonstratif melakukan upaya penentangan dengan menggunakan kekuatan senjata, serta memberlakukan peraturan mereka sendiri”.

Mencegah adanya perselisihan, lebih lagi mencegah pemberontakan diawali dengan memperkuat gerakan ishlah. Mencegah lebih baik dari mengobati seperti tagline kesehatan, juga berlaku dalam kesehatan hubungan sosial. Mencegah sebab, akar dan potensi konflik dengan ishlah, damai dan mendamaikan bila ada kasus, dan menciptakan iklim damai, kondusif dan nyaman adalah kewajiban kolektif warga bangsa. 

Ketiga: Menegakkan Kebaikan dan Keadilan. 

Keadilan merupakan harapan yang dapat dirasakan bagi seluruh umat manusia, karena keadilan merupakan sebuah cita-cita luhur setiap negara untuk menegakkan keadilan. Karenanya Islam menghendaki pemenuhan tegaknya keadilan. Keadilan dalam Islam meliputi berbagai aspek kehidupan yang merangkum keadilan distributif, retributif dan, sosial, dan politik. 

Asas-asas menegakkan keadilan dalam Islam yaitu kebebasan jiwa yang mutlak dan persamaan kemanusiaan yang sempurna. Keadilan dalam Islam digantungkan kepada keadilan yang telah ditentukan oleh Allah dalam al-Qur’an dan didukung oleh Hadits dari Rasulullah SAW. Karena tidak mungkin manusia dapat mengetahui keadilan itu secara benar dan tepat.

Inti keadilan itu kebebasan jiwa yang mutlak dan persamaan kemanusian ini adalah inti yang memastikan tingginya peradaban Islam. Keterbelengguan jiwa, pemaksaan kehendak, menekan dan memprovokasi seseorang agar memilih atau tidak memilih yang sesuai jiwanya adalah menciderai keadilan. 

Persamaan kemanusiaan ini luar biasa makna yang dipesankan bahwa manusia makhluk Allah swt, yang hanya tunduk pada sang pencipta, manusia mesti dihargai sebagai ciptaan sempurna yang Maha Kuasa. Diskriminasi, penjajahan kemanusiaan dengan didasari hak mereka dan perbuatan apapun yang melanggar hak-hak kemanusiaan adalah meruntuhkan keadilan dan kebenaran.  

Penutup kalam patut diingatkan bahwa kemungkinan terjadinya situasi ketegangan sosial, pertengkaran dan perbedaan pilihan dalam Pilkada mendatang adalah situasi yang mesti disikapi dengan tenang, wajar dan bingkai bersetuju dalam perbedaan. 

Kebebasan jiwa dan hak-hak kemanusiaan siapapun jangan sampai dirusak hanya kepentingan Paslon, tim sukses, aliran, partai dan sekelompok orang. Dahulukanlah kesadaran kewargaan, ishlah (damai dan mendamaikan) serta tegak lurus dengan keadilan dan kebenaran. 

Semoga ukhuwah Islamiyah (persaudaraan seiman), ukhuwah basyariyah (persaudaraan kemanusiaan) dan ukhuwah wathoniyah (persaudaraan sesama anak bangsa) tetap terpelihara, amin. DS.07112024.  

*Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Barat 

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies