Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) pondasi toleransi maksudnya menegaskan bahwa kearifan lokal yang diakui dan diterima sebagai karakteristik etnis Minangkabau adalah nilai, norma dan ajaran Islam yang berkelindan sebagai jati diri dan identitas komunal yang inklusif, kosmopolit dan menjadi warga dunia yang majemuk.
Kearifan lokal adalah kumpulan nilai, norma, pengetahuan, dan praktik tradisional yang dipegang teguh oleh masyarakat di suatu daerah. Ia seperti "manual" yang berisi panduan hidup, cara berinteraksi dengan alam, dan membangun masyarakat yang harmonis.
Contohnya, kearifan lokal bisa berupa sistem gotong royong dalam membangun rumah, cara menanam padi yang ramah lingkungan, atau tradisi upacara adat untuk menghormati leluhur.
Kearifan lokal itu ibarat harta karun yang tak ternilai harganya. Ia mengajarkan tentang pentingnya menjaga keseimbangan alam, menghargai nilai-nilai luhur, dan membangun kehidupan yang berkelanjutan.
Kearifan lokal itu bukan sekadar tradisi, tapi juga sebuah warisan berharga yang perlu kita lestarikan dan aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kearifan lokal memainkan peran penting dalam mendorong toleransi di Indonesia. Tradisi, adat istiadat, dan nilai-nilai yang diwariskan dari generasi ke generasi mengajarkan masyarakat untuk menghargai perbedaan dan hidup berdampingan secara harmonis.
Beberapa kontribusi utama kearifan lokal terhadap toleransi:
1. Penghormatan pada Keragaman: Banyak kearifan lokal mengajarkan masyarakat untuk menghormati perbedaan dalam suku, agama, dan budaya. Misalnya, di Bali, konsep Tri Hita Karana mengajarkan keseimbangan hubungan antara manusia, lingkungan, dan Tuhan, yang dapat menciptakan kedamaian sosial.
2. Gotong Royong:
Konsep gotong royong mendorong solidaritas dan kebersamaan dalam masyarakat, tanpa memandang latar belakang. Gotong royong mengajarkan pentingnya bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, yang memperkuat ikatan sosial dan menurunkan potensi konflik.
3. Hukum Adat:
Banyak komunitas di Indonesia masih memegang hukum adat yang melibatkan mekanisme penyelesaian konflik lokal. Dalam hukum adat, penyelesaian konflik biasanya mengedepankan dialog dan rekonsiliasi yang mengutamakan keharmonisan, sehingga mendukung toleransi di masyarakat.
4. Simbol Perdamaian Upacara Adat:
Berbagai upacara adat mengandung nilai-nilai perdamaian, seperti Mappadendang di Sulawesi Selatan yang melibatkan semua kalangan, atau Pesta Rakyat di berbagai daerah yang melibatkan semua anggota komunitas. Upacara ini mencerminkan persatuan dan persaudaraan di antara berbagai kelompok.
5. Nilai-Nilai Kehidupan yang Luhur: Banyak kearifan lokal yang mengajarkan nilai-nilai luhur seperti tepo seliro (toleransi) di Jawa, atau adat basandi syara’ syara’ basandi kitabullah di Minangkabau, yang mengedepankan penghargaan terhadap agama dan norma sosial.
Melestarikan dan menerapkan kearifan lokal, masyarakat Indonesia bisa terus memperkuat sikap toleransi dan kerukunan, meskipun menghadapi tantangan modernisasi dan globalisasi.
KULTURAL LEGAL
Kultural legal maksudnya adalah bahwa kearifan lokal ABS-SBK tidak lagi sebatas filosofi, pandangan hidup, norma dan nilai-nilai budaya sekunder yang tak mengikat bagi pendukung budaya Minangkabau. Undang-undang nomor 17 Tahun 2022 telah memberikan jaminan legal formal yang tentu menjadi primer dan mengikat segenap anak nagari, adat dan budaya Minangkabau.
Pencantuman dan penegasan bahwa ABS-SBK sebagai karakteristik masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) dalam undang-undang nomor 17 tahun 2022 tentang Provinsi Sumatera Barat adalah bentuk nyata dari penghargaan terhadap budaya, peradaban, ilmu pengetahuan, dan kebijakan politik nasional pada integrasi, akulturasi dan menyatunya Islam dengan adat dan budaya Minangkabau.
Pengakuan hukum positif, yang dimuat jelas dan tegas dalam undang-undang, terhadap kearifan lokal ABS-SBK adalah indikasi bahwa Islam dan norma adat Minangkabau competibel dengan sistim nasional dan diyakini terus memperkokoh tegaknya NKRI yang majemuk dan beragam.
Sungguh naif, dan simplikasi sekali, image, kecemasan dan opini yang menyebut bahwa ABS-SBK menjadi barrier atau penghalang dalam membangun toleransi. Bagi yang berpikiran sempit seperti ini, ayo pelajari sistim nilai, norma, falsafah dan ajarannya. Jangan segalanya diukur dengan prilaku dan pelaksanaan orang perorang atau institusi adat sekalipun.
Sejak awalnya hukum Islam memiliki relevansi yang tegas dengan adat dan hukum positif. Walaupun dalam penegakannya, tidak maksimal. Misalnya peradilan adat (KAN) implementasinya tidak punya kekuatan hukum, karena tidak ada dalam hirarki hukum. Walaupun putusannya tidak mengikat namun putusan peradilan adat bisa menjadi alat bukti atau petunjuk sebagai bukti untuk meyakinkan hakim.
Perlu dipahami bahwa norma ABS-SBK dalam dinamikanya terus bergerak dan tidak jarang disalahgunakan atau tidak dilakukan secara profesional, contoh terkini kasus RM Padang non halal yang memang melanggar hukum adat, namun perlu perangkat hukum lain yang menegaskannya.
Paradok hukum adat dan hukum positif tidak mesti terjadi pada norma ABS-SBK, karena ia sudah ada dalam hukum positif, undang-undang. Ketika sudah menjadi hukum positif maka warga negara tidak boleh menafsirkan ketika setelah di undang, kecuali melalui yudicial review ke MK setelah ada pihak yang dirugikan. Itulah maksudnya warga negara tunduk pada hukum dan undang-undang.
ABS-SBK UNTUK TOLERANSI
Dalam falsafah Minangkabau, "Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah" (ABS-SBK), nilai dan norma toleransi berakar pada perpaduan antara adat dan ajaran Islam. Falsafah ini berusaha mengharmonisasikan aturan adat Minangkabau dengan hukum Islam, sehingga menciptakan kehidupan masyarakat yang saling menghormati, menjaga keseimbangan, dan menghindari konflik. Beberapa nilai dan norma toleransi yang terkandung dalam ABS-SBK:
1. Keselarasan Adat dan Agama:
ABS-SBK menekankan bahwa adat dan agama berjalan seiring. Adat dipandu oleh ajaran Islam, yang mengedepankan kasih sayang, keadilan, dan penghargaan terhadap sesama manusia, baik sesuku maupun dari latar belakang yang berbeda.
2. Musyawarah dan Mufakat:
ABS-SBK mendorong musyawarah sebagai cara utama dalam menyelesaikan permasalahan. Musyawarah ini menghargai setiap pendapat, mencegah dominasi, dan memberikan ruang bagi semua pihak untuk menyampaikan pikiran dan perasaan mereka. Dengan musyawarah, masyarakat bisa mencapai mufakat yang melibatkan semua pihak, sehingga mengurangi potensi konflik.
3. Prinsip Kemanusiaan yang Adil dan Beradab:
Dalam ABS-SBK, ada pemahaman bahwa semua orang harus diperlakukan dengan adil dan beradab, tanpa memandang latar belakang mereka. Nilai ini sejalan dengan Islam yang mengajarkan rahmatan lil 'alamin, atau rahmat bagi seluruh alam, sehingga mengajarkan penghormatan terhadap semua umat manusia.
4. Menghargai Keragaman Pendapat: Filosofi ini mendukung penerimaan terhadap perbedaan dalam masyarakat, terutama perbedaan dalam penafsiran adat dan agama. Sikap ini menghindarkan masyarakat dari sikap fanatik atau eksklusif yang bisa merusak harmoni.
5. Menjaga Keharmonisan Sosial:
ABS-SBK mengajarkan pentingnya menjaga hubungan baik di masyarakat dengan selalu menghormati dan menghargai orang lain. Ini tercermin dalam pepatah Minangkabau, seperti “duduak samo randah, tagak samo tinggi,” yang berarti duduk sama rendah, berdiri sama tinggi, menunjukkan kesetaraan dalam bermasyarakat.
6. Sikap Malakok:
Dalam adat Minangkabau, ada prinsip “malakok” atau bertamu secara damai dengan orang lain. Ini menumbuhkan sikap menerima orang dari luar komunitas secara terbuka dan ramah, tanpa menghilangkan identitas budaya setempat.
Dengan mengedepankan nilai-nilai ini, ABS-SBK berperan sebagai pemandu masyarakat Minangkabau untuk hidup dalam toleransi, saling menghargai, dan menjaga keharmonisan, sehingga terhindar dari konflik antar kelompok atau keyakinan.
Patut diingatkan adalah keliru dan gagal paham mereka yang berpandangan ABS-SBK tidak menyumbang dalam memastikan iklim hidup yang damai dan toleransi. Besar dosanya pihak yang menyimpulkan ABS-SBK berpotensi mengundang intoleransinya beberapa orang penduduk Sumatera Barat. Ingat, kata bijak "kopiah yang sempit, jangan kepala yang diperkecil". Syukran. DS. 08112024.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol