Ahmad Yusuf Tuanku Sidi foto bersama dengan santri Madrasatul 'Ulum usai menerima Ketua HIPMI Sumatera Barat. (ist) |
PADANG PARIAMAN, Sigi24.com -- Dari Usman bin Affan ra, Rasulullah saw. bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi)
Hadist ini setidaknya membuat H. Zainuddin Tuanku Bagindo Basa beralih keinginan, dari melanjutkan pendidikan tinggi ke mengajar anak-anak mengaji di surau.
Cerita itu akhir tahun 1990. Zainuddin yang kini pengasuh Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua, kala itu baru selesai tamat marapulai kaji di Lubuk Pandan.
Tamat marapulai kaji ini di pesantren lain disebut juga sebagai tamat kelas tujuh. Puncak dari ujian akhir selama setahun di surau, mengaji langsung tiap pagi dengan Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, sang pemilik Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan.
Zainuddin, ulama tua belum muda terlampau ini sudah terkenal sebagai santri yang rajin. Tengah malam sering dan acap terjaga, melakukan ibadah dan menghafal kaji.
Tersebutlah oleh dia, bahwa proses belajarnya selama di Lubuk Pandan, banyak bersentuhan langsung dengan guru tuonya, H. Ahmad Yusuf Tuanku Sidi dan Ahmad Saufi.
Apa yang akan dilakukan Zainuddin, restu dan keikhlasan guru tuo, sangat penting dan perlu. Dia tidak akan melanjutkan kegiatan atau keinginannya, selama guru tuo belum merestuinya.
Suatu ketika, guru tuo Zainuddin, Ahmad Yusuf sudah pindah tinggal dari Surau Kapalo Sawah ke Surau Lubuak Pauah, tapi masih dalam Nagari Lubuk Pandan.
Sebagian kawan Zainuddin ikut juga pindah. Tapi pindah tempat belajar. Sementara, tidur malam masih di Kampung Suduik. Zainuddin karena tak punya kendaraan, tak kuat untuk ikut mengaji dengan guru tuonya Ahmad Yusuf ini.
"Ndak kuat berjalan kaki bolak balik dari asrama ini ke Surau Lubuak Pauah. Kawan lain ialah ada motor untuk berulang, awak tak ada kendaraan," kisah Zainuddin, Senin 28 Oktober 2024.
Namun dibalik itu, Zainuddin pun galau bahasa sekarangnya. Ahmad Yusuf dikenalnya sebagai guru tuo yang amat sayang dan tinggi perhatiannya terhadap dia, yang dia rasakan sejak lama.
"Tuo Ahmad Yusuf ini sangat disiplin. Tak tiba kita mengaji, diturutinya ke asrama. Dijemput, ditanyai, kenapa tak mengaji," sebut Zainuddin.
Zainuddin di penghujung akan menjadi marapulai kaji ini galau. Tak tahu apa yang mau dilakukan. Pikirannya memberontak, tapi tak tahu apa yang mau dilawan.
Di tengah itu, dia datangi guru tuonya, Ahmad Yusuf di Lubuak Pauah. Dia jalan kaki ke sana. Sendiri. Bertemu empat mata, terdiam lalu minta restu dan izin.
Tapi lama keluarnya ungkapan itu. Tak bisa serta merta. Hanya sebatas mengajukan keberatan, tak kuat berjalan kaki dari Kampung Suduik ke Lubuak Pauah, oleh Zainuddin terasa berat. Itulah hubungan batin yang kuat antara guru dan murid.
Antara santri dan guru tuo. Sebab, guru tuo di surau, juga berfungsi sebagai ayah dan ibu ketika di kampung. Kakak iya juga.
"Ambo ndak talok baulang ka Lubuak Pauah," begitu Zainuddin mengulang kisahnya ketika mengaji di Lubuk Pandan bersama Ahmad Yusuf ini.
Ya, minta izin lalu lanjut mengulang kaji dengan Ahmad Saufi. "Ndak masalah. Lanjutkan. Yang penting jangan sampai tidak mengaji," sebut Ahmad Yusuf, seperti yang disampaikan kembali oleh Zainuddin dalam berkisah.
Mendengar ungkapan ikhlas dan tulus dari Ahmad Yusuf, terasa beban berat plong, gundah dan galau terasa lepas, dan semangat pun menyembul.
Di samping disiplin, Ahmad Yusuf juga terkenal cepat dan tepat mengambil keputusan. Soal ada masalah dan kendala dalam rencana, itu diselesaikan sambil berjalan.
Termasuk saat Zainuddin menjelang pindah dari Lubuk Pandan ke Lubuak Pua. Itu sebuah keputusan yang amat cepat dari Ahmad Yusuf.
Zainuddin mau akan berencana melanjutkan pendidikannya ke Padang. Perguruan Ma'had Al-Madani Padang, tiba-tiba dia dipanggil oleh Syekh Abdullah Aminuddin Tuanku Shaliah, Syaikhul Ma'had Madrasatul 'Ulum Lubuk Pandan.
Dipanggil dan disuruh mengajar di Lubuak Pua. "Di situ tempat yang rancak. Tempat orang keramat, terkenal dengan Tuanku Bagindo Lubuak Pua," kata Buya ke Zainuddin.
Bagi Zainuddin, Lubuak Pua sudah tidak asing. Dia bersama sejumlah kawannya sering ke Nagari Balah Aie Utara ini.
"Ambo acap juga berulang ke Lubuak Pua. Kadang kerja di sawah dan ladang, kadang kerja bangunan, karena guru tuo Ahmad Yusuf sedang membangun huller di Lubuak Pua ini," kenang Zainuddin.
Tentu sebelum Zainuddin dipanggil oleh Buya, Ahmad Yusuf lebih duluan berunding dan sekalian minta restu untuk bisanya Zainuddin tinggal dan mengajar di Surau Pekuburan Lubuak Pua itu.
Langsung pula main cepat. Sesuai permintaan dengan orang yang diminta, Buya pun langsung mengantar Zainuddin ke Lubuak Pua.
Diantar pada hari yang sudah ditentukan. Di Lubuak Pua pun bejibun masyarakat menanti. Lengkap. Banyak niniak mamak, alim ulama, tokoh masyarakat Nagari Balah Aie.
Tentu sudah diberitahu oleh Ahmad Yusuf, bahwa Buya Lubuk Pandan akan datang, mengantar seorang yang akan tinggal dan mengajar di Surau Pekuburan.
Tahun 1991. Ya, tahun awal mula Zainuddin mulai tinggal dan mengajar anak-anak serta melakukan rutinitas shalat berjamaah tiap waktu. Dan tahun itu pun dijadikan sebagai awal mula berdiri Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua.
Sendiri. Zainuddin belum berkeluarga. Santri pun hanya anak-anak kampung Lubuak Pua. Baru tahun berjalan, datang beberapa anak siak dari Lubuk Pandan, melanjutkan mengaji dengan Zainuddin.
Di Lubuk Pandan, Ahmad Yusuf memang seorang guru tuo, santri senior, tapi di kampung dia sudah jadi ulama panutan.
Semasa jadi guru tuo itu, dia sering bolak balik Lubuk Pandan ke kampung, mengisi wirid pengajian di sejumlah surau, memimpin banyak jemaah di sekitar VII Koto Sungai Sariak.
Tiap pekan. Bahkan, sebagian wirid jemaah Tuanku Bandaro Limpato, itu dijalankan oleh Ahmad Yusuf ini.
Jadi, ketika Ahmad Yusuf masih di Lubuk Pandan, saat pulang kampung dia tak menyia-nyiakan waktunya terbuang percuma.
Dia dekati dan menyauk ilmu kaji kampung dengan Tuanku Bandaro Limpato ini. Ditambah kepandaian Ahmad Yusuf berbicara, menjadikan dia sering mengisi wirid pengajian.
Bahkan dimana ada majlis pengajian yang berhimpun para ulama dan tuanku di VII Koto ini, Ahmad Yusuf ikut di dalamnya.
Dengan sendirinya, Ahmad Yusuf telah membangun jaringan yang kuat dengan berbagai lapisan masyarakat. Lewat jaringan yang luas itu pula, usaha dan bisnisnya lancar dan punya networking yang kuat.
Usaha meningkat, wirid pengajian untuk kaum muda dan yang tua-tua pun kian lancar, dan terus berkesinambungan.
Tambak ikan atau keramba di tepi Sungai Batang Mangoi pun dicetuskannya, dan terus berkembang hingga saat ini.
Jatuh bangun jelas ada. Sebab, yang namanya usaha punya tantangan tersendiri. Apalagi usaha di Sungai Batang Mangoi, sungai yang punya kisah panjang dalam peradaban masyarakat.
Tantangan dan jatuh bangun dalam berusaha, adalah dinamika yang dijalani Ahmad Yusuf dengan bersandarkan ke kaji.
Namun, Zainuddin tak pula terlalu jauh tahu soal usaha dan jaringan Ahmad Yusuf itu. Dia hanya mengajar sambil belajar, mengurus santri dan jemaah di Surau Pekuburan.
Yang diketahui Zainuddin, setiap kali ada usaha baru, ada pembaharuan untuk bangunan fisik pesantren, dia orang pertama yang diberitahu oleh Ahmad Yusuf.
Baru-baru ini ada rencana pembangunan asrama santriwati. Seminggu jelang dimulai, Ahmad Yusuf berunding dengan Zainuddin. Berdua saja.
Isi perundingan tentang asrama santriwati. Dibangun dua tingkat. Dah itu saja. Hebatnya, dalam tempo enam bulan, bangunan itu selesai dan langsung dimanfaatkan, karena santriwati sudah ada.
Tentu ini semua, karena jaringan Ahmad Yusuf dan para pengurus serta guru tuo yang ada di lingkungan Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua ini.
Salah satu jaringan itu, adalah Tuanku Afredison, Ketua DPC PKB Padang Pariaman dan Firdaus, Ketua PKB Sumbar. Kedua tokoh ini anggota dewan di Sumbar dan Padang Pariaman, menitipkan pokok pikirannya di rencana bangunan asrama santriwati itu. Alhamdulillah.
Pewarta: damanhuri