Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (KBB) dikutip dari pengantar buku Rekaman Peristiwa Keagamaan tahun 2023 di bawah penanggung jawab Dr. Wawan Djunaeidi, MA Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama RI.
Buku ini memuat kejadian positif, negatif, wacana tentang regulasi kerukunan beragama di Indonesia yang didukung data memadai dan tentu dapat menjadi referensi bagi pegiat kerukunan dan entitas akademik. Materi yang disuguhkan buku ini luar biasa manfaatnya bagi akademisi, lembaga yang concern dengan kerukunan bangsa.
Dalam pengantar dimuat penulis bahwa ketersediaan data frekuensi peristiwa keagamaan—khususnya peristiwa keagamaan positif dan negatif—merupakan suatu hal yang urgen, terlebih bagi penyelenggara negara. Dalam konteks hak asasi manusia, negara sebagai pemegang tanggung jawab (duty barrier) berkewajiban untuk menghormati (to respect), memenuhi (to fulfill), melindungi (to protect), dan memajukan (to promote) hak asasi manusia setiap individu, tidak terkecuali hak kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). Tidak hanya itu, pemerintah juga berkewajiban untuk mendorong seluruh elemen masyarakat untuk tidak melanggar hak asasi orang lain.
Data frekuensi peristiwa keagamaan positif dan negatif juga tidak kalah penting keberadaannya. Berbekal data inilah pemerintah dapat menjadikan praktik terbaik terkait penghormatan, pemenuhan, perlindungan, dan pemajuan hak KBB sebagai baseline untuk terus memperbaiki layanan publik terkait KBB.
FILOSOFI DAN NILAI DASAR KBB
Founding father RI dengan arif bijaksana telah memberi frame nilai, dasar-dasar regulatif dan tentu juga diharapkan menjadi penentu arah dalam implementasi seperti dimuat dalam pasal 29 UUD 1945 dan kemudian diperkuat melalui pasal 28 UUD 1945 pasca amandemen.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 berbunyi, "Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu".
Pasal ini mengandung makna bahwa negara akan melindungi, menjamin, membina, dan mengarahkan kehidupan beragama sesuai dengan kepercayaan yang dianutnya.
Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 merupakan penjabaran dari pokok pikiran ketuhanan dengan dasar kemanusiaan.
Pasal 28E ayat (1): Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya.
Pasal 28E ayat (2): Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
Pasal 28E ayat (3): Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Kebebasan beragama dan menganut kepercayaan juga diatur dalam Pasal 22 Undang- Undang Hak Asasi Manusia (UU HAM).
Kepastian kebebasan beragama dan berkeyakinan menurut konstitusi adalah kuat, jelas dan memerlukan penjelasan panjang. Kehendak konstitusi ini juga sudah dilaksanakan Pemerintah dengan menerbitkan pedoman, petunjuk teknis, juga sudah menyediakan birokrasi yang akan memastikan jaminan kebebasan beragama dan berkeyakinan itu, di antaranya Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) di Kementerian Agama.
KBB DAN PERJUMPAAN
Membaca rekaman peristiwa positif, negatif, aktor, dan pola kejadian yang merusak tatanan kerukunan, dan menciderai kebebasan beragama dan berkeyakinan dapat dimengeti bahwa iklim kebergamaan umat dan bangsa memang belum sepenuhnya seperti yang diarahkan oleh konstitusi.
Banyak faktor yang menjadikan relasi antar umat beragama mudah terganggu.
Relasi antar umat beragama yang harmonis adalah dambaan semua orang. Sayangnya, terkadang muncul berbagai faktor yang menghambat terwujudnya kerukunan tersebut. Berikut beberapa faktor yang dapat menyebabkan terganggunya relasi antar umat beragama.
Faktor Internal, kurangnya pemahaman agama. Salah satu faktor utama adalah kurangnya pemahaman yang mendalam tentang ajaran agama masing-masing. Hal ini dapat menyebabkan interpretasi yang sempit dan cenderung eksklusif, sehingga memicu prasangka dan diskriminasi terhadap agama lain.
Fanatisme yang berlebihan terhadap agama sendiri dapat memicu sikap intoleran dan merasa lebih unggul dari agama lain. Hal ini dapat memicu konflik dan permusuhan dan menganggu kebebasan beragama dan berkeyakinan.
Kurangnya semangat toleransi penganut umat lintas agama. Keengganan untuk menerima perbedaan keyakinan dan cara beribadah dapat menyebabkan perselisihan dan ketidakharmonisan.
Ekstremisme agama yang mengatasnamakan agama untuk melakukan kekerasan dan terorisme merupakan ancaman serius bagi kerukunan antar umat beragama.
Faktor eksternal di antaranya konflik politik dan ekonomi. Konflik politik dan ekonomi seringkali dimanfaatkan oleh pihak-pihak tertentu untuk mengadu domba antar umat beragama. Hal ini dapat memicu sentimen negatif dan permusuhan.
Media massa yang tidak bertanggung jawab dapat menyebarkan berita bohong atau provokatif yang dapat memicu konflik antar umat beragama lebih dahsyat lagi di era medsos yang tanpa batas.
Ketidakadilan sosial dan kesenjangan ekonomi dapat memicu rasa ketidakpuasan dan kemarahan, yang kemudian diproyeksikan kepada kelompok agama lain.
Kurangnya dialog dan komunikasi antar umat beragama dapat menyebabkan kesalahpahaman dan prasangka.
Faktor lain adalah psikologis. Rasa takut dan kecemasan terhadap kelompok agama lain dapat memicu sikap defensif dan agresif. Prasangka dan stereotipe negatif terhadap kelompok agama lain dapat menyebabkan diskriminasi dan permusuhan.
Mencermati faktor-faktor di atas maka ikhtiar, usaha, kerja terencana yang dilakukan Pemerintah, Kementerian Agama cq Pusat Kerukunan umat beragama, satu di antaranya mempublikasi peristiwa kerukunan umat beragama selama tahun 2023 dan realitasnya indeks kerukunan terus membaik.
Penting untuk meningkatkan pemahaman tentang ajaran agama masing-masing, dengan menekankan nilai-nilai toleransi dan kasih sayang. Dialog antaragama dapat membantu membangun saling pengertian dan mengurangi prasangka.
Pendidikan toleransi sejak dini sangat penting untuk menanamkan nilai-nilai kerukunan antar umat beragama.
Media massa harus berperan aktif dalam menyebarkan berita yang objektif dan membangun, serta menghindari berita provokatif yang dapat memicu konflik.
Penting untuk menegakkan hukum yang melindungi hak-hak semua warga negara, termasuk hak untuk beragama dan beribadah.
Terganggunya relasi antar umat beragama merupakan masalah kompleks yang membutuhkan solusi multidimensi. Peningkatan pemahaman agama, dialog antaragama, pendidikan toleransi, peran media massa yang bertanggung jawab, dan penegakan hukum yang adil merupakan langkah-langkah penting untuk membangun kerukunan antar umat beragama.
Kesemua kinerja PUSKUB tahun 2023 yang terbaca mudah di buku Rekaman Peristiwa Kerukunan 2023 akarnya bermula dari tersedianya ruang perjumpaan semua aktor kerukunan.
Pemerintah, c.q Kementerian Agama sebagai regulator, pengawas dan pembina kerukunan terus mengingatkan budaya perjumpaan tokoh umat lintas agama, khususnya tergabung dalam Forum Kerukunan Umat Beragama(FKUB),
Lebih dari menyediakan anggaran operasional dengan skema dana hibah.
Pengalaman menjadi aktivis dan aktor kerukunan sejak lahir PBM Nomor 9 dan 8 tahun 2006 terasa sekali bahwa peran negara - Kementerian Agama, Kemendagri, Pemerintah Daerah, dan tokoh lintas agama yang bergabung dalam FKUB - menjadi perekat kuat kebebasan beragama- dan berkeyakinan dan sekaligus mempercepat kedewasaan relasi antar tokoh lintas agama.
Pesan dari buku Rekaman Peristiwa Keagamaan 2023 telah menunjukkan bahwa kesadaran kolektif untuk rukun, membangun relasi positif tokoh lintas agama, dan menyediakan ruang perjumpaan adalah besar manfaatnya untuk menghadirkan KKB sesuai kehendak UUD 1945 pasal 28 E dan Pasal 29 ayat 2. Semoga rukun, damai, harmoni dan toleransi terus meningkat dan menjadi budaya bangsa. Hanya bangsa damai, harmoni dan rukun yang bisa mencapai cita-cita luhur kolektif bangsa itu sendiri.
(Refleksi Membaca Buku Rekaman Peristiwa Keagamaan 2023 Diterbitkan PUSKUB Kemenag 2024.7102024).
*Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Sumatera Barat