Oleh: Irwandi Sulin Dt. Gadang
Hari ini Masyarakat bersyukur dengan kinerja Suhatri Bur (SB), bupati yang pernah dicap jalan di tempat. Bahasa miris ini didengungkan satu tahun kepemimpinan SB sebagai kepala daerah.
Membandingkan Kesuksesan kinerja SB saat jalan di tempat didengungkan, merupakan fakta yang bertolak belakang, saat ini masyarakat bersyukur dengan program yang dibuat SB, yang sukses dengan program rehab jalan di kampung -kampung, di semua wilayah, sebagai satu anugerah yang mendasar dan sangat terasa kebaikannya bagi masyarakat, terutama terhadap pertumbuhan ekonomi di pelosok nagari.
Selama ini rehab jalan seakan terabaikan kecuali di wilayah tertentu dalam tanda kutip, dan nyaris ada jalan kampung yang dibangun di masa lalu, zaman Anas Malik, atau MK periode pertama, baru tersentuh lagi di periode SB ini, dan menjadi jalan yang layak dilalui oleh wanita hamil muda, mulus dan terukur.
Fakta ini ada di Lubuk Alung Timur, dan ruas Salisikan, khusus ruas Singguliang ke arah tepi air Batang Anai, jalan lurus yang melintas antara Singguliang Ke Koto Buruak, yang cuma 1.3 kilometer itu harus menunggu hampir 15 tahun untuk direnovasi lagi, miris.
Tindakan SB ini sangat prestisius, karena lama diidamkan. Satu tahun Bupati Suhatri Bur meletakan manajemen kerjanya, hantaman pertama datang dari satu forum diskusi yang mengatasnamakan forum, dihadiri beberapa tokoh, dan mahasiswa yang seakan -akan bak martiliur yang menghantam titik perjuangan bupati saat itu.
Tulisan pertama yang membantah kata jalan di tempat ini adalah satu statemen dengan kata Suhatri tidak jalan di tempat dirilis oleh putra Lubuk Alung melalui media yang datang mewawancarainya, di poskonya.
Dialogis berargumentasi disampaikan dan di keluarkan oleh satu media tabloid, yang dengan tegas berisi jawaban dari hasil diskusi forum, dengan kata simple dijawab dengan hanya menambahkan kata tidak pada statemen yang memojokkan itu.
Kata yang dikeluarkan forum yang mengadakan diskusi tidak berimbang, ini kata jalan di tempat dijawab dengan kata tidak jalan di tempat dan muncul di media yang pertama merilis jalan di tempat, dan diikuti dengan pemikiran dan tulisan bantahan di beberapa media lain.
Sepertinya kata jalan di tempat saat itu mulai menghilang, sejalan dengan waktu, dialogis yang bernada kebencian pada tokoh SB yang maju lagi jadi calon bupati periode ini.
Tidak lagi muncul dan berbalas kata, narasi yang digunakan dalam adu argumentasi itu diperkuat dengan pikiran yang mendasar dan faktual sehingga tidak ada kata lain yang mematahkan statemen Ini.
Mengevaluasi dan memikirkan sisi mana yang baik, yang jelas SB sedikit merubah kebijakan lama dan terkesan mempertegas percepatan pembangunan jalan sebagai icon perbaikan sarana ekonomi, ini jelas berdampak positif bagi warna pertumbuhan.
Kebencian pada para kandidat jangan lagi ada. Juga tanggapan pada spanduk tetap di sini, dan ditutup dengan kata lanjutkan, jangan lagi dijawab dengan menambah dengan kata jalan di tempat dibawah lanjutkan, gerak bahasa miris bernuansa ketidakpuasan dan nyaris ada rasa kebencian hanya memperburuk dinamika Pilkada kita.
Dan saat ini Pilkada sudah dekat, ketetapan hati akan siapa yang dipilih tentu sudah ada, mungkin tulisan di atas bisa menjadi renungan, semoga kita semangkin pintar dan memilih demi negeri, bukan karena sebab sesaat.
Sukses Padang Pariaman, ditentukan oleh siapa pemimpinnya. Pemimpin yang kita pilih adalah yang terbaik dari 2 pilihan, maka pilihlah bukan karena satu pemberian, tapi pilihlah untuk 5 tahun kepemimpinan.
Bravo Pilkada, kita pilih yang terbaik tanpa ada dusta diantara kita.