Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Armaidi Tanjung yang Tidak Bisa Dipisahkan dari Buku

Buku karya Armaidi Tanjung yang berisi kumpulan tulisan dia semasa mahasiswa di berbagai media cetak. (ist)

PADANG PARIAMAN, Sigi24.com -- Armaidi dan buku, tampak sudah semakin sulit untuk dipisahkan. Boleh dibilang, Sekretaris DPD SatuPena Sumatera Barat ini telah sampai pada puncak karir wartawan dan penulis.

Ya, sebagai wartawan, Armaidi telah menjalani semua job yang ada di dunia wartawan. Puncak tertingginya, pemimpin redaksi, dan Armaidi telah melewati itu.

Sebagai penulis, tak terhitung banyaknya buku dari berbagai disiplin keilmuan yang ditulis Bendahara PWI Pariaman ini. Dan buku "Dinamika Pemikiran dan Gerakan Mahasiswa Sumatera Barat Era 1990 an" ini, adalah buku kumpulan tulisan dia sendiri dan berita atau artikel tentang gerakan yang dilakukannya semasa mahasiswa.

Tulisan dia dan tentang pergerakannya di zaman mahasiswa. Tentu tulisan itu berserak di berbagai media cetak dulunya, dan kini di satukan dalam sebuah buku, laksana bunga rampai.

Saya belum baca benar semua isinya. Tapi, inti dan poin yang hendak disampaikan oleh Armaidi dalam buku ini, adalah anjuran untuk menulis kepada kedua putra dan putrinya.

Karena buku ini sebagai hadiah ulang kedua anaknya. Sebagian besar adalah kumpulan opini yang ditulis Armaidi di berbagai media cetak. Dan sebagian kecil berita tentang pergerakan dia bersama mahasiswa.

Setidaknya, buku ini agenda lama yang penting. Kehadirannya saat ini masih sangat relevan. Di tengah digitalisasi yang menghantam dinamika kehidupan, rasanya kehadiran tulisan Sekretaris Forum Kabupaten Sehat Padang Pariaman ini dengan corak motivasi dan edukasi, akan menjadi jawaban dalam memilih dan memilah sebuah pemberitaan hoax.

Saya kenal dan mengenal Armaidi agak terkudian dari Dr. Hendra Naldi, penulis pengantar buku ini. Saya kenal Armaidi setelah dia selesai dari mahasiswa.

SKM Padang Pos, sebuah surat kabar mingguan wadah tempat saya saling kenal dengan aktivis NU Sumatera Barat yang lahir 1 Mei 1969 di Sungai Pasak, Pariaman ini.

Ya, tahun 2000. Pertemanan berlanjut dalam satu media hingga tahun 2005. Dari Padang Pos, Semangat Demokrasi, Media Nusantara, Media Sumbar.

Padang Pos ini saya termasuk di awal masuk dan bergabung. Tapi belum wartawan. Hanya loper, mengantar koran ke tempat pelanggan, di mulai pada edisi ke-6.

HUT perdana Padang Pos tahun 2000, saya dapat penghargaan sebagai "loper terbaik" dari media mingguan yang Pemimpin Redaksi-nya Dr. Basril Basyar dan Armaidi Sekretaris Redaksi-nya.

Nah, di penghujung Media Sumbar, tahun 2005, kami mulai "berpisah" media. Saya terus ke Publik, sebuah tabloid yang ingin jadi "Tempo-nya" Sumatera Barat.

Begitu semangat mendiang AA Datuak Rajo Djohan di kala saya mengantar surat lamaran di kantornya, Belanti Padang.

Hanya dua tahun lebih sikit saya di Publik, akhir 2008 datang tawaran ke saya untuk bergabung dengan Harian Singgalang.

Menurut saya, di samping sebagai penulis buku produktif, Armaidi adalah tokoh yang cermat mencatat, jelimet dalam mendokumentasikan apa yang dilakukannya.

Untuk sebuah kegiatan, semisal Armaidi jadi pembicara di situ. Itu panitia acara sudah dapat "bonus".

Sebab, sehabis acara akan mencogok beritanya di layar hp panitia. Tak satu media, tapi bisa tiga sampai 10 media.

Pemilik portal langsung saja memasukkan bahan ke halaman, lalu pilih satu dari sejumlah alternatif yang dikasih Armaidi judulnya, dah, terbit.

Hebatnya, Armaidi bisa mewawancarai dirinya sendiri. Jarang wartawan yang sudah jadi tokoh itu mampu dan mau menulis berita dia sendiri.

Armaidi tak mau ketinggalan itu. Dia tulis sendiri berita tentang dia yang barusan melakukan kegiatan.

Makanya, ketika kita searching di google tentang Armaidi Tanjung, itu berjibun banyaknya pemberitaan, artikel, dan foto dia di berbagai media online.

Sekecil apapun momen yang dilakukan Armaidi, tak pernah tidak dipublikasikannya. Sejak mahasiswa, naluri sosialnya sudah terasah dengan mantap dan cekatan.

Hari ini, Armaidi sudah menikmati buah dari dinamikanya semasa mahasiswa dulu. Menikmati dengan air mengalir, dengan tetap menulis dan menulis.

Mungkin pagi Armaidi berada di kelas, mendampingi mahasiswa sebagai dosen. Siangnya, dia sudah harus pula menyiapkan kegiatan yang akan digelar DPD SatuPena Sumbar.

Lalu malamnya, Armaidi harus pula tampil sebagai ayahanda di Mapaba atau konferensi PMII. Dan kegiatan PMII itu harus pula selesai pukul 21.30, karena pukul 22.00 dia sudah janjian ketemu dan diskusi dengan mahasiswa senior PMII.

Itulah dinamika Armaidi saat ini saya lihat, dan saya simak. Di tengah kesibukan sosial yang padat itu, yang namanya menulis, tak pernah absen.

Armaidi terobsesi oleh Gus Dur, tokoh bangsa yang dikenalnya bisa menyelaraskan antara membaca dan menulis.

Tak heran, ketika lahir anak laki-lakinya, spontan dia beri nama Abdurrahman Wahid Arni Putra, yang saat ini tengah menginjak usia 21 tahun. Dan buku ini adalah kado terindah untuk Putra, begitu anak bujang Armaidi akrab disapa dalam kesehariannya.

Di samping dunia wartawan, organisasi juga menambah eratnya hubungan saya dan Armaidi. Dia mengurus Ansor Sumatera Barat dan saya di Padang Pariaman.

Bagi Armaidi, wartawan dan organisasi adalah dua institusi yang sama pentingnya dunia tulis menulis. Dalam berbagai iven organisasi, banyak pula dibuka bazar buku.

Bahkan Armaidi sendiri pun ikut dalam bazar buku itu. Baginya, buku selesai ditulis harus beredar dan dibaca oleh banyak orang.

Berbagai cara ditempuhnya. Termasuk sekarang sejumlah bukunya sudah masuk ke Gramedia. Alhamdulillah, teruslah menulis buku Armaidi.

Melihat buku ini, saya punya usul agar buku dilengkapi sikit lagi. Jadi buku "Biografi Intelektual Armaidi Tanjung" judulnya.

Sebab, sebagian besar isinya buah pikiran seorang Armaidi. Pemikiran yang amat sangat hebat. Pemikiran seorang mahasiswa.

Dibuat Oleh: damanhuri 

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies