"(Allah berfirman), "Wahai Daud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari Perhitungan."(QS. Sad 38: Ayat 26)
Tema tulisan hedon di sini menyoroti perilaku terkini yang ditunjukkan oleh pemimpin dan banyak anggota masyarakat di era digital yang sudah melampaui batas, keluar dari nilai luhur keadaban dan etika sosial orang beradat dan beradab.
Sudahlah gaya hidup masyarakat hedon beriringan dengan itu, pemimpin formal, informal dan normal sudah kehilangan “begu" pula, maknanya minim kharisma, menunjukkan perilaku boros, berkelebihan, uforia, dan tidak mencerminkan sosok yang pantas ditiru.
Gaya hidup hedon adalah gaya hidup yang berfokus pada kesenangan, kepuasan instan, dan kemewahan. Orang yang menganut gaya hidup hedon cenderung mencari kesenangan dan kepuasan segera.
Mereka mungkin menghabiskan banyak waktu dan uang untuk hal-hal yang menyenangkan, seperti makan di restoran mewah, berbelanja, berlibur, dan hiburan.
Mereka yang hedon adalah memprioritaskan kesenangan di atas hal lain. Mereka mungkin mengabaikan tanggung jawab, hubungan, dan kesehatan mereka demi mengejar kesenangan.
Pribadi yang hedon memiliki pandangan materialistis. Mereka mungkin sangat terobsesi dengan memiliki barang-barang mewah dan menunjukkan kekayaan mereka.
Mencari sensasi dan kegembiraan. Mereka mungkin terlibat dalam perilaku berisiko atau tidak sehat untuk mendapatkan sensasi.
Ciri-ciri gaya hidup hedon, konsumerisme. Membeli barang-barang mewah dan mahal untuk menunjukkan status dan kepuasan. Hedonisme mereka mencari kesenangan dan kepuasan instan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya.
Pola hidup hedon adalah materialisme. Menekankan pada kepemilikan materi dan kekayaan. Egoisme, memprioritaskan kebutuhan dan keinginan pribadi di atas orang lain. Ketidakpedulian terhadap konsekuensi. Mengabaikan konsekuensi jangka panjang dari tindakan mereka.
Hedon membawa dampak negatif gaya hidup hedon. Masalah keuangan, pengeluaran berlebihan dapat menyebabkan hutang dan kesulitan keuangan.
Masalah kesehatan, pola makan yang buruk, kurang olahraga, dan penyalahgunaan zat dapat menyebabkan masalah kesehatan. Masalah hubungan, egoisme dan ketidakpedulian dapat merusak hubungan dengan orang lain.
Ketidakbahagiaan, meskipun mencari kesenangan, gaya hidup hedon seringkali menyebabkan ketidakbahagiaan dan kekosongan.
Tidak semua orang yang menikmati kesenangan dan kemewahan menganut gaya hidup hedon. Ada perbedaan antara menikmati hidup dan menjadi hedonis. Gaya hidup hedon dapat memiliki dampak negatif yang serius pada kehidupan seseorang.
BIGU PEMIMPIN
Kata “bigu" pemimpin yang dituju di sini adalah untuk menunjukkan secara metaforis tentang realitas sosial dalam kepemimpinan di era digital ini. Krisis kepemimpinan yang lemah kharisma, sulitnya menemukan pemimpin yang dapat diteladani dan lemahnya daya ikat pemimpin terhadap masyarakatnya.
Pemimpin dalam konteks ini bukanlah dalam artian pejabat formal yang mendapat dan atau diberi mandat, dan dipilih masyarakat, akan tetapi juga pemimpin informal orang tua di keluarga, pemimpin non formal dalam masyarakat.
Begu pemimpin maksudnya adalah martabat, nilai, dan marwah yang tengah mengalami krisis dan kehilangan kepercayaan pemimpin di negeri yang dalam pepatah adat disebut "syarak mandaki, adat manurun" dan daerah pesisir yang lebih awal Islam maju dan berkembang.
Fakta sosiologis krisis begu pemimpin langsung atau tidak langsung patut diduga adalah relevansinya dengan perilaku anggota masyarakat.
Pembunuhan terhadap anak penjual goreng, perkosaan bapak terhadap anak, pelecehan oleh walinagari di Kabupaten Padang Pariaman, tiga peristiwa memilukan itu tidak dapat disebut kejadian kasusistik, tetapi sudah alarm biadab dan penanda runtuhnya akhlak, adat dan adab serta hilangnya begu pemimpin.
Masyarakat yang berakal sehat pasti miris melihat kejadian yang akibatnya viral (negatif) di dunia maya. Pertanyaan yang tak mudah di jawab, apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat? Bagaimana moral, etik dan adab orang kampung awak kini? Apakah pemimpin formal, dan non formal sudah habis "bigu" nya?
Kenyataan yang tak sulit dipungkiri bahwa akibat dari gaya hidup hedon masyarakat dan lemahnya begu pemimpin adalah faktor yang berhubung kait dengan perilaku biadab.
Tidak perlu membela diri, bersilat lidah, melempar tanggung jawab, yang pasti sepuluh tahun terakhir ini krisis, bangkrut dan kebiadaban moderen terjadi dan sangat mencemaskan.
Pemimpin negeri, niniak mamak, alim ulama, cadiak pandai dan cendikiawan mesti segera sadar dan mengajukan pertanyaan bahwa memang ada "sesuatu" yang hilang di masyarakat yang selalu dalam pidato pemimpin dan tokoh informalnya menyebut ABSSBK.
Pemimpin, khususnya pimpinan daerah diminta mengintervensi perilaku hedon masyarakat. Menyusun, dan menyiapkan kerja terencana untuk meminimalisir gaya hedon masyarakat dan sekaligus mengisi begu pemimpin adalah keharusan yang selanjutnya dilakukan program affirmasi dalam bentuk pendampingan masyarakat untuk menemukan jati diri dan martabat bangsa. Ada empat agenda kerja kepala daerah yang mesti menjadi prioritas yang dilakukan simultan dan berkelanjutan
PERTAMA: KEBIJAKAN DAN SOCIAL COST
Kebijakan dan pembiayaan sosial perlu dilakukan evaluasi untuk lebih difokuskan pada penguatan dan pemberdayaan masyarakat yang diawali dengan adanya payung hukum turunan UU No.17 tahun 2022 tentang ABSSBK, melalui Perda kabupaten sesuai adat salingka nagari mesti segera diwujudkan.
Kemudian diikuti dengan alokasi APBD bahagian Kesra meminimalkan bantuan fisik masjid, maksimal pemberdayaan. Dana pemberdayaan nagari lebih nyata.
KEDUA: PENGUATAN ADAT DAN LOCAL GENIUS
BIMWIN, Bimbingan Pernikahan bagi semua pasangan yang akan menikah yang terintegrasi Kemenag, KAN dan Pemerintah Nagari. Parenting dan Konseling (Pengasuhan dan bimbingan keluarga) untuk anak-anak, remaja dan keluarga. Keterlibatan psikolog, ulama dan niniak mamak adalah keharusan dalam pengasuhan dan konseling keluarga. Aktualisasi hidup beradat yang di bawah payung hukum Peraturan Nagari (PERNAG) yang mengatur ABSSBK, SMAM dan akhirnya lahir nagari adat.
PENEGAKAN HUKUM ADAT DAN HUKUM POSITIF
Penegakkan hukum adat dapat dilakukan ketika Pemerintah Nagari dengan dukungan TTS bekerjasama dengan penegak hukum positif. Budaya malu melanggar hukum, menyogok, dan mafia hukum. Konsolidasi Pemerintah dan masyarakat dapat berjalan efektif bila pimpinan utama serius dan meneladankan kepada masyarakat.
POLITIK BERADAB DAN SANKSI SOSIAL
Dakwah dan khotbah perubahan bahwa rakyat soko guru utama untuk gerakan politik dan kuasa beradab. Sanksi sosial, pemimpin (formal, non formal dan informal) sebagai “imam" yang “memainkan” instrumen partai politik, berperilaku buruk politisi dan praktik politik uang (gerakan perubahan sosial) dibuang sepanjang adat, jangan dipilih.
Akhirnya ingin ditegaskan bahwa penyakit hedonis dan rendahnya kharisma, tuah dan wibawa pemimpin adalah dua realitas yang sulit menolaknya dan patut diduga akar masalah rendahnya martabat masyarakat. Kesediaan Pemerintah Daerah bersama lembaga masyarakat, lembaga adat untuk melakukan intervensi kolektif memperbaiki kembali tatanan masyarakat yang religius, beradat dan beradab. DS.14092024.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol