Moderasi beragama aslinya sikap hidup beragama dalam relasi dengan negara, masyarakat dan sesama anak bangsa. Moderasi beragama itu fitrah, bawaan lahir, dan anugerah dari sang Khaliq bagi bangsa Indonesia yang diciptakan majemuk, li ta'arafu (QS. al-Hujuraat, 11).
Moderasi beragama menjadi perlu diberi penguatan lagi, karena banyak faktor. Era digital yang meniscayakan medsos yang membawa postrust (kehilangan kepercayaan, karena simpang siurnya informasi) maka perlu kepercayaan terhadap informasi resmi dan tingkat validitasnya dijamin.
Milinieum ketiga, tahun 2000 an, demokratisasi RI yang bermula dari reformasi Mei 1998 telah membuka kesempatan luas semua kelompok orang berwacana, berpendapat dan menulis. Dampak yang tak dapat dikendalikan dan mencemaskan adalah gugatan dan penolakan terhadap kehidupan bernegara dengan menggunakan alasan agama.
Ada tokoh agama yang menjadikan ayat dan hadis di tafsirkan dengan mengunakan cara pandang yang tak lazim di Indonesia, "tafsir berdasarkan huruf, tekstualis dan diberikan penjelasan yang dengan pola pikir politik praktis dan kekuasaan", atas dasar perjuangan agama seringkali terjadi kasus yang belum pernah dikenal dalam kehidupan berbangsa sebelum reformasi. Terma intoleransi, radikalisme, ekstrimisme, dan puncaknya terorisme, telah menjadi tantangan tersendiri bagi kelangsungan bangsa.
Atas dasar pertimbangan akademik dan analisis keilmuan dari professor, akademisi Islam, ulama yang tergabung dalam MUI, ormas keagamaan dan difasilitasi oleh Kementerian Agama maka dikembangkanlah program Moderasi Beragama. MUI menyebutnya dengan istilah wasathiyah.
Hakikat dari Moderasi Beragama dalam buku panduan yang sudah dipublikasi Balitbang Kemenag RI, moderasi beragama adalah sikap dan tindakan beragama yang teguh, konsisten (istiqamah) pada keyakinan dan pengamalan agama masing-masing umat beragama, namun dapat menerima perbedaan pendapat tentang tafsir nash agama yang berbeda.
Moderasi beragama itu tidak dimaksudkan untuk menjadi moderasi agama, tetapi menyamakan dan meluruskan sikap dalam beragama, khususnya dalam memastikan terhadap 4(empat) indikator utama moderasi beragama, (1) Menerima wawasan kebangsaan, UUD 1945, Pancasila, NKRI, dan Bhinika Tunggal Ika, (2). Kerukunan dan toleransi, (3) Anti kekerasan dan (4) Mengakui kearifan lokal.
DASAR YURIDIS MODERASI BERAGAMA
Ada beberapa peraturan dan kebijakan yang relevan dan memuat makna moderasi beragama, yaitu:
1. Undang-Undang Dasar 1945: Pasal Negara menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi setiap warga negara. Pasal 28E: Menjamin hak setiap orang untuk memeluk agama dan beribadah menurut agamanya dan untuk tidak memeluk agama.
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Pasal 2. Menyatakan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
3. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pasal 3:Menyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
4. Peraturan Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2008 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kementerian Agama: Pasal 10: Menyatakan bahwa Kementerian Agama memiliki tugas dan fungsi untuk membina dan mengembangkan kehidupan beragama di masyarakat.
5. Peraturan Menteri Agama Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan Agama dan Keagamaan di Lingkungan Kementerian Agama: Pasal 3: Menyatakan bahwa pendidikan agama dan keagamaan bertujuan untuk membentuk peserta didik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
6. Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penguatan Moderasi Beragama: Pasal 1:Menyatakan bahwa moderasi beragama merupakan upaya untuk membangun masyarakat yang toleran, damai, dan sejahtera.
7. Rencana Aksi Nasional (RAN) Pencegahan Ekstremisme Berbasis Agama: RAN ini merupakan upaya untuk mencegah berkembangnya ekstremisme berbasis agama di Indonesia.
Substansinya adalah Kementerian Agama memiliki program moderasi beragama bertujuan untuk membangun masyarakat yang toleran, damai, dan sejahtera.
IMPLEMENTASI MODERASI BERAGAMA
Moderasi beragama konsep penting dalam membangun kerukunan antar umat beragama. Implementasinya pada pendidik dan peserta didik memiliki peran krusial dalam membentuk generasi yang toleran, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Beberapa cara implementasinya yang dapat dilakukan di dunia pendidikan.
A. BAGI PENDIDIK:
1. Menjadi Teladan: Pendidik harus menjadi contoh nyata dalam menerapkan nilai-nilai moderasi beragama. Sikap toleran, menghargai perbedaan, dan menghormati keyakinan orang lain harus tercermin dalam perilaku dan ucapan mereka.
2. Mengintegrasikan dalam Kurikulum: Materi pelajaran dapat diintegrasikan dengan nilai-nilai moderasi beragama, seperti mengajarkan tentang sejarah toleransi antar umat beragama, memahami ajaran agama yang menekankan kasih sayang dan perdamaian, serta membahas isu-isu kontemporer yang berkaitan dengan moderasi beragama.
3. Memfasilitasi Dialog Antar Agama:Pendidik dapat memfasilitasi dialog antar agama di sekolah, baik dengan menghadirkan narasumber dari berbagai agama maupun dengan melibatkan peserta didik dalam diskusi dan kegiatan bersama.
4. Menerapkan Metode Pembelajaran Inklusif: Pendidik harus menciptakan suasana belajar yang inklusif, di mana semua peserta didik merasa dihargai dan diterima, terlepas dari latar belakang agama mereka.
5. Mengajarkan Kritis terhadap Informasi: Pendidik harus mengajarkan peserta didik untuk kritis terhadap informasi, terutama yang berkaitan dengan agama, dan menghindari penyebaran informasi yang provokatif atau memecah belah.
B. PESERTA DIDIK:
1. Membangun Kesadaran Beragama: Peserta didik perlu diajarkan untuk memahami ajaran agama mereka secara benar dan mendalam, serta menyadari bahwa agama mengajarkan nilai-nilai luhur seperti kasih sayang, toleransi, dan perdamaian.
2. Menghormati Perbedaan: Peserta didik harus diajarkan untuk menghormati perbedaan keyakinan dan praktik keagamaan orang lain. Mereka harus diajarkan untuk tidak menjudge atau meremehkan agama lain.
3. Membangun Komunikasi Antar Agama: Peserta didik perlu diajarkan untuk berkomunikasi dengan orang-orang dari agama lain dengan baik dan saling menghormati. Mereka dapat diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan bersama, seperti dialog antar agama, kunjungan ke tempat ibadah, atau kegiatan sosial.
5. Menerapkan Nilai Moderasi dalam Kehidupan Sehari-hari: Peserta didik harus diajarkan untuk menerapkan nilai-nilai moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari, seperti bersikap toleran terhadap teman yang berbeda agama, menghindari perkataan atau tindakan yang dapat memicu konflik, dan aktif dalam kegiatan yang mempromosikan kerukunan antar umat beragama.
Implementasi nilai moderasi beragama pada pendidik dan peserta didik membutuhkan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Berikut beberapa contoh kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengimplementasikan nilai moderasi beragama:
1. Workshop dan pelatihan bagi pendidik tentang moderasi beragama.
2. Pembuatan buku panduan dan materi pembelajaran tentang moderasi beragama.
3. Penyelenggaraan seminar dan diskusi tentang moderasi beragama.
4. Pembentukan forum dialog antar agama di sekolah.
5. Pembinaan dan pendampingan bagi peserta didik yang memiliki potensi radikalisme. Dengan menerapkan nilai-nilai moderasi beragama, diharapkan dapat tercipta generasi yang toleran, menghargai perbedaan, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Patut disadari bahwa pelaksanaan nilai-nilai moderasi beragama bagi pendidik dan anak didik orang Minangkabau (baca Sumatera Barat) adalah mengingatkan kembali akan sikap, perilaku, adat dan kearifan lokal ABS SBK yang intinya sudah sejak awal moderat dan sudah diterima sebagaimana dilihat dari jejak sejarahnya, seperti ungkapan:
1. Lamak di awak ka tuju dek urang, duduk surang basampik-sampik, duduk basamo ba lapang-lapang. duduk sama randah, tagak samo tinggi. danga nan di urang, lalu nan di awak. dll.
2. Nilai dasar filosofi, norma, etik dan karakteristik budaya ABSSBK, SMAM, ATJG, AQSL, adat istiadat, adat nan teradat, adat nan di adatkan dan adat nan sabana adat, dll.
3. Akhlak, etika dan moral ba guru, sa paguruan dan murid jo guru, ada hubungan khusus layaknya saudara kandung.
4. Penghargaan masyarakat terhadap guru (Angku) orang pergi belajar (murid) dan lembaga pendidikan (perguruan).
Kesimpulan yang ingin ditegaskan bahwa moderasi beragama bagi pendidik dan peserta didik sejatinya sudah mainbot dalam tugas-tugas keguruan, kompetensi profesional, pedagogic, kepribadian dan sosial. Guru, murid dan dunia sekolah adalah "imam moderasi beragama" sebab anak didik adalah tak obahnya seperti busur, anak panah untuk masa depan. Untuk menjadi warga dunia tak ada pilihan kecuali harus memiliki sikap dan prilaku moderat. @superjetKL-BIM,23082024.
*Disampaikan pada pembinaan kerukunan beragama di lingkungan Pendidikan Kabupaten Padang Pariaman, Selasa, 27 Agustus 2024