Prof. Duski Samad ketika di museum Cambodia. (ist) |
Refleksi Pengabdian Masyarakat Internasional dan Monev PPL/KKN Mahasiswa FTK di Madrasah An-Nikmah 20-22 Agustus 2024 di Negara Cambodia
Setelah sebelas tahun lalu, akhir November 2013, penulis ke Cambodia ini memimpin rombongan besar sebanyak 25 orang ke negara-negara ASEAN, dalam program rintisan kerja internasional Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN dengan beberapa Perguruan Tinggi terasa belum begitu besar pergerakkan masyarakat dan kemajuan di negara ini, kecuali kehidupan beragama yang sudah semangkin membaik dan terbuka, dimana pemerintah yang memimpin sekarang lebih memberikan kesempatan perkembangan bagi Islam, sepertinya juga agama mayoritas Budha, kini ada menteri, wakil menteri dan wakil menteri di daerah yang mayoritasnya beragama Islam.
Hari ini Selasa, 20 Agustus Cambodia penulis dalam tugas narasumber pada seminar pengabdian masyarakat internasional bersama dua orang Dosen pembimbing PPL dan KKN luar negeri Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Imam Bonjol menginjakkan kaki kembali di bandara Phnompenh pada pukul 17.00 sore dengan pesawat AIR ASIA setelah transit di Kuala Lumpur.
Cambodia adalah satu dari negara ASEAN yang penduduknya minoritas beragama Islam. Catatan di media online menyatakan bahwa hanya dua persen umat Islam, sedangkan perbincangan lisan dengan Ustad Rafiqin guru Madrasah an- Nikmah sekitar tujuh persen, ustad Alfi menyebut lima persen muslim di Cambodia.
Perjalanan di jalan menuju hotel al-Barkah di perkampungan muslim Cambodia suasana jalan seperti umumnya negara berkembang, kendaraan roda dua dan roda empat di dominasi oleh produk Jepang, Korea dan Malaysia. Masih ada yang bergerak di jalanan kendaraan roda dua motor buatan Jepang Honda Cap Merah disampingnya bergerak pula kendaraan roda tiga Tuktuk, sejenis Bemo di Padang. Jalan banjir saat hujan adalah pemandangan yang lazim. Perumahan, pertokoan dan iklan perusahaan sepanjang jalan adalah ciri yang membuat negeri ini dikatakan negara berkembang.
Cambodia dengan negara yang dulunya berhaluan komunis dan pernah mendapat perlakuan kejam Genosida (penghancuran etnis Campa) oleh rezim Polpot yang berhaluan politik komunis, kekejamannya diabadikan di meseum yang terletak di tengah kota.
Cambodia kini sudah menjadi negara yang terbuka, demokratis, dengan mempertahankan kerajaan, Raja sebagai simbol kebudayaan dan hebatnya patung Raja mudah menemukan tempat strategi di kota Phnom Phen. Sedangkan kekuasaan pemerintah dijalankan oleh Perdana Menteri bersama menteri hasil pemilihan umum.
Perjalanan tak kalah pentingnya adalah mengunjungi museum Genosida, pembunuhan etnis Campa oleh tentara Khamer Merah rezim Polpot pada tahun 1975-1979. Bangunan gedung lama yang digunakan untuk memenjarakan tokoh masyarakat dan pejuang Cambodia yang melakukan perlawanan terhadap rezim komunis di bawah pimpinan Polpot.
Ruang kecil untuk 10 orang, ruang 1 x 2 meter untuk satu orang tanahan, tiang gantungan, besi penyiksa, ranjang, rantai dan paling banyak itu photo-photo penyiksaan yang sadis dan kejam dan photo tokoh anti komunis yang dipajang dengan namanya dalam bahasa Cambodia dan Inggris.
Perjalanan menyusuri kota Phom Phen ibukota Cambodia suasana gedung bertingkat, pasar moderen dan pasar rakyat sudah menggeliat bangkit sebagaimana adanya kota-kota di negara Asean lainnya.
Masjid Arsekal di tengah kota berlantai dua kaum perempuan di lantai dasar dan laki-laki di lantai dua yang cukup besar sekitar 40 meter x 100 meter, menjadi identitas muslim di kota yang minoritas muslim, dan mayoritas sekali Budha ditandai bangunan rumah penduduk, tokoh, kuburan dan tentu Kuil dengan arsitektur khasnya.
Pasar penjualan cendramata khas Cambodia terletak di jantung kota dan sudah tertata dengan rapi, pedagangnya disamping bahasa ibunya mereka juga mampu menggunakan bahasa Melayu, Inggris dan ramah dalam percakapannya.
Harga barang dan transaksi juga tak beda dengan pedagang lain yang tawar menawarnya sudah lazim. Pusat penjualan cendramata di pasar rakyat dengan pengaturan yang baik di dominasi oleh cenderamata Kuil, patung binatang, bunga dan pakaian khas yang harganya dapat dijangkau kelas masyarakat ekonomi sedang.
Tengah kota Cambodia dialiri Sungai Mekong yang cukup besar. Airnya keruh di musim hujan, sedikit sekali waktu yang airnya jernih, begitu penjelasan tour guide yang mendampingi kami.
Sungai Mekong mengalir sampai ke daratan China dan memiliki mitos masyarakat. Kiri kanan Sungai Mekong sudah berdiri properti bertingkat berupa hotel, pemukiman, dan pusat perdagangan. Bahagian pinggiran Sungai Mekong ada beberapa puluh perahu yang sekaligus merangkap tempat tinggal penduduk, yang tak mau pindah ketika lokasi mereka dibangun hotel dan pembangunan lainnya.
Masyarakat miskin pinggiran Sungai Mekong adalah pemandangan antagonis dengan gedung mewah pencakar langit, residu pembangunan yang menyisakan kaum papa dan tak berdaya melawan pemilik modal, dan pemerintah yang abai terhadap nasib rakyatnya.
Tingkat ekonomi dan kelayakan kehidupan masyarakat Cambodia jelas masih banyak yang belum mampu, begitu juga dengan gini rasio atau jarak antara orang yang pendapatan tinggi, kaya, dengan yang pendapatan rendah, miskin, jelas tinggi.
Transportasi publik di Cambodia bis kota seperti Mayangsari, Bemo roda tiga, kendaraan roda dua, motor mulai dari keluaran tahun 1970 sampai yang terakhir, kendaraan pribadi juga masih berjalan segala jenisnya mulai dari keluaran setengah abad lalu sampai yang mutakhir, artinya suasana kendaraan di jalan-jalan dalam kota Cambodia dominannya seperti suasana jalan di Jakarta sebelum tahun 2000. Kemajuan trasnportasi masyarakat sejak satu dasawarsa belakang, November 2013 penulis ke negara ini, masih belum banyak berubah.
Sungai Mekong yang menjadi pusat destinasi wisata di Cambodia titik starnya ada di lapangan terbuka yang disampingnya ada istana Raja dan bangunan yang berbentuk Kuil besar dan kecil.
Memberi makan burung merpati yang cukup banyak di lapangan, lalu kemudian melihat masyarakat minta pemberkatan (ibadah agama Budha) berupa makanan dan buah-buahan di Kuil pinggiran Sungai Mekong.
Wisata air menyeberangi Sungai Mekong dengan kapal ferri yang membawa beberapa mobil dan motor kemudian kembali melalui jembatan panjang yang turut membuat indah pemandangan di sini.
Perjalanan di Kota Phnom Phen juga disertai mencicipi masakan aslinya. Jenis kuliner bahan daging sapi yang berkuah, sayuran dan sejenisnya, penjelasan tour guide semua halal, hanya saja selera makan tidak terlalu menggoda. Goreng ikan, ayam dan telur asin adalah pilihan makanan yang dirasa paling aman untuk perut dan tentu juga pertimbangan halalnya.
Akhirnya berkeliling di kota Phnom Phen ibukota Cambodia sejak Zohor sampai Maghrib terasa betul wajah-wajah orang yang berjumpa, jual beli di pasar, di tempat makan dan di lokasi wisata adalah seperti berjalan di Indonesia. Etnis Cambodia Campa, Khemer, India, China, Melayu berbaur dengan damai dan hidup berdampingan tak kelihatan tanda-tanda ada masalah konflik dan kegelisahan sosial.@albarkahhotel&restouran, 22082024.
*Guru Besar UIN Imam Bonjol Padang