Hot Widget

Type Here to Get Search Results !

Catatan Ritual Safa Ketek di Surau Pondok Ketek, Pengajian dan Baiat Mengenang 335 Tahun Syaikh Burhanuddin

Hery Firmansyah Tuanku Khalifah yang tengah khusuk membaiat para jamaah dalam momen Safa Ketek. (foto titip elyas)

PADANG PARIAMAN, Sigi24.com -- Di Surau Pondok Ketek, Nagari Sandi Ulakan, Kecamatan Ulakan Tapakis, Kabupaten Padang Pariaman di bawah naungan malam yang tenang pada Rabu, 28 Agustus 2024, suasana begitu sakral. Ratusan jamaah Tarekat Syattariyah dari berbagai daerah, seperti Payakumbuh, Batusangkar, dan Sijunjung, berkumpul dalam rangka memperingati "Safa Ketek", atau hari wafatnya Syaikh Burhanuddin Ulakan. 

Mereka datang bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk meneguhkan kembali ikatan spiritual dengan sang guru besar yang telah menyebarkan ajaran tarekat ke seluruh penjuru Minangkabau, lebih dari tiga abad yang lalu.

Surau Pondok Ketek, yang menjadi tempat bersejarah peninggalan Syaikh Burhanuddin Ulakan, dipenuhi dengan aura kebersamaan dan ketenangan. 

Di tengah keramaian itu, Buya Hery Firmansyah Tuanku Khalifah Syaikh Burhanuddin Ulakan ke XV, sebagai pemimpin tertinggi tarekat, memberikan kata sambutan yang menggetarkan hati seluruh hadirin. 

Dengan penuh kharisma, dia mengucapkan selamat datang kepada seluruh jamaah, menyambut mereka dengan kehangatan yang mendalam.

"Alhamdulillah, kita semua berkumpul di sini dengan niat yang tulus untuk mengingat guru kita, Syaikh Burhanuddin Ulakan," katanya.

Di saat pemaparan kajian tarekat Syattariyah, Hery Firmansyah menjelaskan sanad-sanad/silsilah-silsilah Tarekat Syattariyah, dari Syaikh Burhanuddin Ulakan ke atasnya, 25 sanad-sanad guru-guru sampai kepada Rasulullah SAW dan khalifah-khalifah setelah Syaikh Burhanuddin Ulakan sampai kepada Syaikh Barmawi sebagai Khalifah Syaikh Burhanuddin Ulakan ke XIV, dan Buya Hery Firmansyah Tuanku Khalifah merupakan Khalifah Syaikh Burhanuddin Ulakan yang ke XV. 

"Sebelum kita membuka kaji malam ini, mari kita bersama-sama memasang niat untuk beliau dan para guru terdahulu, mulai dari Syaikh Abdurrauf Assingkili hingga khalifah-khalifah sebelumnya," ujar Hery Firmansyah dengan suara yang penuh ketenangan namun bertenaga.

Dengan penuh hormat, jamaah melaksanakan tahlilan, mendoakan para guru besar mereka yang telah tiada, termasuk Khalifah Syaikh Burhanuddin ke XIV, Syaikh Barmawi Ulakan. 

Setelah itu, tibalah saat yang ditunggu-tunggu, baiat. "Sebelum kita membuka kaji, mari kita bajanji secara syariat kepada guru, dan secara hakikat kepada Allah," kata Hery Firmansyah dengan penuh makna.

Prosesi baiat dilakukan dengan khusyuk, di mana jamaah mengulang ikrar mereka di hadapan guru, memperbarui ikatan spiritual yang tidak hanya menghubungkan mereka di dunia ini, tetapi juga hingga akhirat kelak. 

Hery Firmansyah yang alumni Pondok Pesantren Madrasatul 'Ulum Lubuak Pua ini mengingatkan, "Batali jo guru bukan sekedar di dunia sajo tapi sampai ke akhirat kelak." 

Kata-katanya menggemakan hakikat perjalanan spiritual jamaah, bahwa ilmu dan hakikat tidak dapat dipisahkan.

Setelah prosesi baiat, Hery Firmansyah memberikan kajian tarekat Syattariyah kepada seluruh jamaah. Kajian ini, yang penuh dengan makna mendalam tentang perjalanan spiritual, dan pentingnya sanad yang bersambung hingga Nabi Muhammad SAW, membawa jamaah pada pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran tarekat.

Seusai memberikan kajian, Hery Firmansyah meminta jamaah untuk beristirahat sejenak. Waktu istirahat selama sepuluh menit itu memberikan kesempatan bagi jamaah untuk merenungi ajaran yang baru saja mereka dengar, serta mempersiapkan diri untuk momen penting selanjutnya.

Saat waktu istirahat usai, Hery Firmansyah dengan khidmat kembali ke depan. Di hadapan seluruh jamaah, dia membuka pakaian peninggalan Syaikh Burhanuddin Ulakan—baju empat helai, peci tiga buah, ikat pinggang, dan Al-Qur'an tulisan tangan yang diberikan oleh Syaikh Abdurrauf Assingkili. 

Satu per satu, dia menjelaskan sejarah dan makna di balik setiap benda tersebut. Jamaah menyaksikan dengan penuh perhatian, meresapi setiap kata yang keluar dari mulut Hery Firmansyah. 

Peninggalan Syaikh Burhanuddin Ulakan yang merupakan pakaian tersebut, adalah ijazah dan gelar "Syaikh Burhanuddin" dari Syaikh Abdurrauf Assingkili yang merupakan amanah yang beliau terima dari gurunya Syaikh Ahmad Qusasi agar kelak diberikan kepada si Kanun alias Pono yang nantinya berganti nama menjadi Syaikh Burhanuddin Ulakan.

Hery Firmansyah juga mengungkapkan, bahwa Syaikh Burhanuddin meninggalkan 53 manuskrip, berupa kitab-kitab klasik, yang sebagian besar berfokus pada kajian tasawuf. 

"Salah satu karya beliau adalah kitab Tazkirah al-Ghabi, syarah dari kitab Ibnu Arabi, seorang sufi agung di zamannya," jelas Hery Firmansyah menambahkan, bahwa hanya 48 dari kitab-kitab tersebut yang selamat hingga kini.

Menjelang akhir acara, Hery Firmansyah menutup dengan kalimat yang penuh dengan hikmah, "Sesal dulu pendapatan, sesal kemudian tiada guna." Kata-kata ini menjadi penutup yang menyentuh, mengingatkan jamaah untuk selalu berada di jalan yang benar sebelum terlambat.

Acara ini berakhir pada pukul 00.25 WIB dengan penuh khidmat. Jamaah pun meninggalkan Surau Pondok Ketek dengan hati yang penuh berkah, membawa pulang ilmu dan kenangan yang tak akan lekang oleh waktu.

Laporan: titip elyas tuanku sulaiman 

Tags

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.

Hollywood Movies