Prof. Duski Samad |
Dalam dua minggu terakhir ini penulis mengikuti beberapa ivent penting terkait kerukunan, toleransi dan wawasan kebangsaan ditambah lagi dikirimi dokumen Abu Dabi dan e book konsensus fatwa MUI 2024.
Terakhir Sabtu, 06 Juli 2024 akhir tahun 1445 Hijriah penulis berdiskusi dengan Hakim Agung Agama di Komplek Perumahan Pejabat Tinggi Negara di Kemayoran Jakarta, berkaitan dengan issues-issues keagamaan dalam kehidupan berbangsa akhir-akhir ini. Yang teranyar fatwa ulama tentang haramnya salam lintas agama.
Pandangan para tokoh ada yang patut dipublikasi dan ada pula hanya untuk dimaklumi saja. Ada pandangan minor dan tidak sedikit yang positif dan konstruktif.
Penilaian umum tokoh lintas agama, akademisi, pejabat negara dan aktivis semuanya berharap agar tokoh umat dan penentu kebijakan negara terus membuka diri, arif, bijak dan saling mengerti bahwa negeri ini adalah warisan untuk semua yang wajib hukumnya dijaga seperti apa yang sudah dirancang oleh founding father sejak awal.
PATRONASE
Masyarakat Indonesia secara sosiologis adalah memiliki kecenderungan patronase. Masyarakat patronase adalah sistem sosial dan politik di mana individu atau kelompok yang berkuasa (patron) memberikan perlindungan, bantuan, dan keuntungan (patronase) kepada individu atau kelompok yang kurang berkuasa (klien) dengan imbalan kesetiaan, dukungan politik, dan bentuk-bentuk timbal balik lainnya.
Ciri-ciri Masyarakat patronase
adalah hubungan hierarkis: Struktur sosial yang ditandai dengan hubungan hierarkis yang jelas antara patron dan klien. Ketergantungan asimetris. Klien bergantung pada patron untuk mendapatkan sumber daya dan perlindungan, sementara patron mengandalkan dukungan dan kesetiaan klien.
Timbal balik, hubungan patron-klien didasarkan pada timbal balik, di mana kedua belah pihak mengharapkan sesuatu sebagai imbalan atas apa yang mereka berikan.
Kepercayaan dan loyalitas. Kepercayaan dan loyalitas pribadi sangat penting dalam hubungan patron-klien.
Informalitas: Sistem patronase sering kali beroperasi di luar saluran formal dan didasarkan pada norma dan praktik sosial.
Contoh Patronase:
Dalam Politik: Seorang politisi memberikan pekerjaan atau kontrak pemerintah kepada para pendukungnya dengan imbalan suara atau dukungan politik.
Patronase bisnis seorang pengusaha kaya memberikan pinjaman atau peluang bisnis kepada individu dari komunitasnya dengan imbalan kesetiaan dan kerja keras.
Patronase agama: Seorang pemimpin agama memberikan bantuan keuangan atau spiritual kepada para pengikutnya dengan imbalan pengabdian dan dukungan.
Konsekuensi Masyarakat Patronas.
Korupsi: Patronase dapat menyebabkan korupsi, karena sumber daya dan kekuasaan didistribusikan berdasarkan kesetiaan pribadi daripada berdasarkan prestasi.
Ketimpangan: Patronase dapat melanggengkan ketimpangan sosial dan ekonomi, karena mereka yang memiliki koneksi dan pengaruh lebih mungkin untuk berhasil.
Ketidakstabilan Politik: Patronase dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, karena kesetiaan dapat berubah dengan cepat dan persaingan untuk mendapatkan patron dapat menjadi intens.
Esensinya masyarakat patronase adalah sistem kompleks dengan konsekuensi positif dan negatif. Meskipun dapat memberikan stabilitas dan dukungan bagi individu dalam masyarakat yang tidak setara, patronase juga dapat menyebabkan korupsi, ketimpangan, dan ketidakstabilan politik.
Realitas masyarakat patronase ini maka kegaduhan antara klean yang awalnya dipicu oleh sang patron yang ingin menegakkan wibawanya. Walau tidak jarang terjadi wibawa yang ditegakkan keliru dan tidak mengacu pada hukum dan aturan yang ada.
WIBAWA TOKOH
Wibawa tokoh merujuk pada pengaruh, kharisma, dan rasa hormat yang dimiliki oleh seorang tokoh, baik dalam karya fiksi maupun dunia nyata. Ini adalah kualitas yang membuat orang lain memperhatikan, mengagumi, dan mengikuti tokoh tersebut.
Unsur-unsur Wibawa Tokoh,
Kekuatan dan kemampuan: Tokoh yang kuat, cakap, dan berpengaruh cenderung memiliki wibawa yang besar. Ini bisa berupa kekuatan fisik, kecerdasan, keterampilan khusus, atau posisi kekuasaan.
Keyakinan dan ketegasan: Tokoh yang percaya diri, tegas, dan berpendirian teguh memancarkan wibawa. Mereka menginspirasi kepercayaan dan rasa hormat dari orang lain.
Integritas dan moralitas: Tokoh yang bermoral, jujur, dan berintegritas tinggi dihormati dan dikagumi. Nilai-nilai mereka menginspirasi orang lain untuk mengikuti jejak mereka.
Kharisma dan daya tarik: Beberapa tokoh memiliki karisma alami yang menarik orang lain kepada mereka. Ini bisa berupa pesona, humor, atau kemampuan untuk terhubung dengan orang lain pada tingkat emosional.
Pengalaman dan pengetahuan: Tokoh yang berpengalaman dan berpengetahuan luas seringkali dihormati karena kebijaksanaan dan wawasan mereka.
Penampilan dan bahasa tubuh: Penampilan fisik, bahasa tubuh, dan cara berbicara seorang tokoh juga dapat memengaruhi wibawa mereka. Postur yang tegak, kontak mata yang kuat, dan suara yang jelas dapat menunjukkan kepercayaan diri dan otoritas.
Realitas di era materialistik, hedonistik dan perburuan jabatan wibawa tokoh lebih banyak ditentukan oleh tingkat jabatan. jumlah kekayaan dan pengaruhnya.
Akibatnya kontestasi wibawa tokoh yang baik, benar dan jujur sering kalah saing dari tokoh koruptor, mental bejat dan lemah integritas. Artinya dalam pengaruh wibawa seringkali yang salah dibenarkan, yang benar disalahkan.
Akhirnya ingin ditegaskan bahwa nilai, norma, hukum, fatwa dan regulasi kalah saing oleh patron dan wibawa tokoh. ds.@silangmonas #07072024
*Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat