Yosdianto diapit oleh H. Mahyuddin, pemilik Istana Seafood dan Ketua DPC PPP Padang Pariaman Muhammad Hasbi. (ist) |
PADANG PARIAMAN, Sigi24.com--Yosdianto. Namanya singkat saja, mudah diingat. Meskipun sudah 24 tahun meninggalkan kampung, kemunculannya saat ini akan sangat mudah untuk diingat.
Dia bukan orang Jawa. Meski ujung namanya o, Yosdianto adalah putra Tandikek. Lahir di Pulau Aie, Tandikek 13 Desember 1976, kini pun namanya sedang "dipergunjingkan" oleh banyak orang di Padang Pariaman.
Terutama semenjak tahapan Pilkada serentak dimulai, Yosdianto yang alumni UNP dan Ketua Yayasan Prestasi Bangsa ini menjadi buah bibir banyak orang.
Banyak orang menyebut, Yosdianto digandeng oleh Suhatri Bur untuk berpasangan dalam helat 27 November mendatang.
Nah, wacana demikian yang membuat Sekjen Ikatan Keluarga VII Koto Jakarta 2016-2018 ini menambah deretan panjang kepopulerannya di tengah masyarakat.
Setidak-tidaknya, kehadiran Yosdianto lewat berbagai baliho, mendaftar di sejumlah partai politik, dideklarasikan oleh BM Bang Yos sebagai Wakil Bupati Padang Pariaman yang akan mendampingi Suhatri Bur lima tahun mendatang, dan adanya pernyataan Suhatri Bur kalau wakilnya belum ada, dan dia tidak ikut dalam deklarasi itu, sosok Yosdianto pun jadi pro dan kontra di tengah masyarakat.
Di VII Koto sendiri muncul berbagai opini, bersileweran berbagai penerimaan dan penolakan terhadap Yosdianto.
Bagi Yosdianto, ayah tiga orang putra dan putri ini tentu menjadi hal yang biasa dan lumrah. Politiklah namanya. Mesti ada yang suka dan yang tidak suka terhadap dirinya maju saat ini.
Yosdianto, tokoh tua belum muda terlampau ini tentu sudah memperkirakan segala kemungkinan yang akan terjadi. Segudang pengalaman politiknya di berbagai organisasi pergerakan, pro dan kontra masyarakat sangat penting sekali baginya, dalam menentukan langkah strategis pada momen Pilkada serentak ini.
Tahun 1997, Yosdianto memulai pergerakan politiknya. Dia dijadikan sebagai Ketua IMAPPAR, sebuah organisasi ekstra kampus bersifat kedaerahan di Kota Padang.
Ikatan Mahasiswa Padang Pariaman Raya. Itu IMAPPAR. Namanya tersebut, pergerakannya membuat organisasi mahasiswa urang awak ini pun jadi perhitungan tersendiri.
Sempat Yosdianto dua periode memimpin organisasi ini semasa jadi mahasiswa UNP dulunya. Masa itu, 1997-1999 adalah saat akan peralihan dari Orde Baru ke reformasi.
Mimbar bebas muncul di berbagai sudut ibukota Provinsi Sumatera Barat itu. Pergerakan mahasiswa pun mangkus, kekuasan beralih dari Soeharto ke BJ Habibi.
Lompatan Yosdianto di IMAPPAR ini, setidaknya menjadi langkah besarnya setelah reformasi hadir di republik ini. Pindah dan merantau ke Jakarta, melanjutkan pendidikan master, lalu bergabung dan menjadi salah seorang pengurus Pimpinan Wilayah Pemuda Muhammadiyah DKI Jakarta.
Masuk di PW Pemuda Muhammadiyah DKI Jakarta, tak serta merta diikuti Yosdianto. Dia mulai dari bawah. Orang awak bilang, berjenjang naik bertangga turun. Tepatnya 2006-2008, Yosdianto jadi pengurus Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah Jakarta Selatan.
IMAPPAR dan Muhammadiyah, sepertinya dua organisasi yang telah membentuk seorang Yosdianto, untuk berdinamika selanjutnya, hingga sampai jadi PNS di Kemdikbutristek RI (2010-2024).
Dari dua dunia pergerakan itu, Yosdianto dengan mudahnya berselancar di Himpunan Pengusaha Lembaga Kursus Indonesia. Berbagai jabatan di organisasi itu, sudah dijalankannya dengan baik.
Seluruh daerah di Indonesia ini, sudah menjadi titik usaha dan pengabdiannya. Lewat yayasan Yosdianto pun mengembangkan dan mendirikan berbagai kampus perguruan tinggi.
Baginya, pendidikan amat sangat penting dalam membangun sumberdaya manusia. Makanya, Yosdianto setelah mahasiswa melanjutkan jadi guru, dosen, dan memimpin dosen itu sendiri.
"Bila pembangunan fisik dan infrastruktur yang melaju kencang tidak dibarengi dengan pembangunan sumberdaya manusia, yakinlah kondisi itu akan membuat warga masyarakat tercampak oleh gilasan kemajuan," kata dia. (ad/red)