Shalat Idul Adha di lapangan Balaikota Payakumbuh, dengan Khatib Prof. Asasriwarni. (ist) |
PAYAKUMBUH, Sigi24.com--Orang beriman haruslah setiap saat berusaha mematikan sifat-sifat kebinatangan pada diri masing-masing. Seperti sifat sombong, serakah, individual, melakukan yang haram, menindas orang lain, arogansi dan pergaulan bebas.
Demikian diungkapkan A’wan PBNU Prof. Asasriwarni, dalam khutbah hari raya Idul Adha 1445 H, Senin (17/6/2024) di lapangan halaman Balaikota Payakumbuh Jln. Veteran No. 70, Kelurahan Ikua Koto Dibalai Kota Payakumbuh, Sumatera Barat.
Turut shalat Idul Adha bersama tersebut Pj. Walikota Payakumbuh Supriyanto, Kepala Kemenag Kota Payakumbuh Joben dan pejabat lainnya di lingkungan Pemko Payakumbuh.
Menurut Asasriwarni, ibadah kurban manifestasi wujud ketulusan dari ketaatan kita untuk berjalan menuju ridha Allah.
“Kurban secara formal hanya dilaksanakan ketika hari raya Idhul Adha, namun tuntutan berkurban tetap berlaku sepanjang hayat dan hidup manusia. Karena yang dituntut dalam ber-kurban adalah sikap batin mendekat kepada yang diridhai Allah,” kata Asasriwarni, guru besar UIN Imam Bonjol Padang ini.
Dikatakan Asasriwarni, sudah saatnya benar-benar berupaya melaksanakan ajaran agama Islam secara kaffah dalam setiap aspek kehidupan. Siapakah yang tidak tergetar hati melihat betapa banyaknya korban dari bencana yang melanda negeri ini.
Semua adalah ujian, peringatan. Bila masih saja acuh tak acuh terhadap peringatan-Nya, masih memperturutkan hawa nafsu dan kesenangan dunia, tanpa mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat, amat mudah bagi Allah menurunkan azab-Nya.
“Karena itu, di hari suci ini, apapun profesi dan status sosial kita, marilah sama-sama membuka mata hati, menumbuhkan kesadaran bahwa hidup tidak hanya di dunia. Dunia adalah perantara dan bekal untuk akhirat,” tutur Asasriwarni, Anggota Dewan Pertimbangan MUI Pusat ini.
Mari manfaatkan segenap apa yang Allah berikan sebagai jalan mendekatkan diri kepada-Nya. Sudah saatnya meninggalkan seluruh perbuatan yang merugikan diri dan orang lain, merusak iman dan akhlakul-karimah. Saatnya juga meninggalkan sifat-sifat munafik dan fasiq. "Mengetahui mana yang benar dan mana yang salah. Takutlah kita, karena Allah tidak akan memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasiq,” kata Asasriwarni.
Menurut Asasriwarni, ketaatan Ibrahim as kepada Allah dengan bersedia menyembelih anaknya, sungguh merupakan pelajaran yang sangat berharga bagi umat Islam. Siapakah manusia di muka bumi ini yang tidak butuh harta, jabatan, kekuasaan, kehormatan, anak dan segala macam yang mendatangkan kesenangan? Semua itu, sekali-kali tidak boleh menjadikan kita jauh dari keredhaan Allah. Justru sebaliknya, harta, jabatan, kekuasaan, ilmu dan juga anak, adalah amanah harus dikondisikan agar menjadikan kita makin mulia di hadapan Allah SWT.
Kalau ingin mendapatkan posisi yang mulia di sisi Allah selayaknya mengikuti jejak langkah Ibrahim as yang dilanjutkan Rasulullah SAW yakni mengokohkan ilmu dan iman sehingga memancarkan amal shaleh tidak henti- hentinya. Wujud dari penghayatan iman kepada Allah niscaya akan membuahkan ibadah, akhirnya ibadah akan melahirkan akhlakul karimah (akhlak yang baik dalam kehidupan) dan manjadikan manusia mulia disisi Allah, tutur Asasriwarni. (rls/red)