Ketua FKUB Sumbar Prof Duski Samad menyerahkan buku Tabayyun Intoleransi yang dia tulis ke Ketua FKUB NTT. (ist) |
Sigi24.com--Judul tulisan ini singkatan NTT yang diganti dengan Nusa Terindah Toleransi ini diangkat dari bahagian akhir persentasi Kepala Kesbangpol Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Kota Kupang, ketika FKUB dan Kesbangpol Sumatera Barat diterima berkunjung, Jumat, 03 Mei 2024.
Kunjungan FKUB Sumatera Barat ke Kupang NTT pada hari Kamis sampai hari Ahad, 2 sampai 5 Mei 2024 adalah bahagian dari ikhtiar menyaksikan dan berdiskusi dengan pengurus FKUB, pemuka agama dan Pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tentang kerukunan dan toleransi di daerah ini.
Beberapa tahun belakangan Provinsi NTT yang terletak dalam Waktu Indonesia Tengah indeks toleransi menduduki posisi teratas. Ketua FKUB-nya menyatakan bahwa toleransi, kerjasama dan kesetaraan adalah tiga kunci keberhasilan Provinsi Nusa Tenggara Timur sebagai daerah yang indeks toleransinya tertinggi di Indonesia.
Geologi NTT adalah unik yang terdiri atas puluhan suku dan bahasa daerah dengan 1.192 pulau yabg sudah bernama 432 yang berpenghuni 44 buah 69 suku 59 bahasa daerah dan 50 jenis busana adat dengan penduduk hanya 5 juta orang yang agamanya mayoritas Katolik dan umat Islam hanya 9.45 persen. Bedanya daerah ini penganut kepercayaan cukup banyak ada lebih 10 persen (data lihat data statistik).
Indeks kerukunan dan toleransi di Provinsi NTT pada tahun 2021 mendapat angka 81.07 dan kemudian dikalahkan oleh Provinsi Kepulauan Riau pada tahun 2022 dengan 83,5 setelah mereka melakukan studi tiru ke Provinsi NTT ini, Provinsi Sumatera Barat tentu juga dapat mengalahkan kami setelah studi tiru ini, begitu penjelasan Ketua FKUB NTT dalam sambutan pembukaannya.
Menguatkan dan menjadi terpelihara kerukunan dan toleransi di NTT adalah sumbangan dari kearifan lokal dan kekeluargaan yang sudah nafas toleransi, bagi rakyat NTT. Toleransi begitu penting dan jelas sekali sebagai perekat persaudaraan dan kekeluargaan yang terus dijunjung tinggi bagi setiap keluarga dan individu anggota masyarakat.
Membaca kembali sejarah bahwa toleransi di NTT sejak awal diletakkan oleh bangsa Portugis yang tidak saja menjajah pada abad ke 14 masehi lalu, sekaligus juga membawa agama Katolik maka kini mendekati angka 90 persen agama Katolik dianut oleh masyarakat di NTT. Sama juga halnya juga mayoritas, mendekati angka 90 persen penduduk beragama Kristen di Manado.
Hal yang sama juga terjadi mayoritas Islam melebihi 90 persen seperti di Provinsi Aceh Darussalam, Provinsi Sumatera Barat (Minangkabau), Riau, Kepri, Bengkulu, Sumsel yang disebut suku Melayu, etnis Betawi, Sunda, Mataram, Bugis di Sulawesi adalah mayoritas muslim yang memang jejak sejarahnya begitu, artinya mesti harus dihargai sebagaimana adanya.
Dalam diskusi muncul pertanyaan mengapa di NTT bisa nyaman dan toleran dapat terjadi dalam satu keluarga beda agama? Jawaban yang diberikan adalah memang faktor sejarah, kearifan lokal dan faktor budaya yang lebih menempatkan kekeluargaan sebagai identitas paling utama.
Pertanyaan lebih dalam muncul apa latar belakang nenek moyang orang NTT dapat mewariskan kedekatan kekeluargaan dapat menjadi perekat sosial yang paling tinggi?. Jawaban yang muncul adalah begitulah bawaan budaya yang patut kami syukuri. Anggota FKUB Sumatera Barat menyebut ini terjadi karena ada ikatan moral keagamaan atau perjanjian keagamaan sebagai indentitas komunal. Beda di Minangkabau sudah menjadi identitas komunal ABSSBK.
Dalam pertanyaan muncul ungkapan kalau di Minang satu rumah beda partai sudah lama berjalan, sedang iman dalam satu rumah itu tak ada, sedangkan di NTT satu rumah beda iman adalah wajar, yaitu karena keluarga faktor perekat sebagai identitas komunal.
Ritual keagamaan di NTT juga ada yang sudah menjadi agenda tahunan yang mereka namakan dengan DOA ROSARIO. Doa rosario adalah berdoa dari rumah ke rumah dalam komunitas bergiliran dalam bulan Mei dan Oktober setiap tahunnya.
NTT juga menyediakan ruang terbuka untuk melakukan ritual keagamaan yang mereka namaka TAMAN DOA di Kota Bela. Kunjungan ke Gereja Masehi Injele de Timur yang sudah berumur 400 tahun lebih berdiri sejak tahun 1614 masehi dengan jumlah jamaah banyak, sekitar 12 ribu jamaah yang datang bergiliran untuk satu kali ibadah 600 an memberi kesan bahwa geraja dan agama masuk ke daerah ini atas dukungan kuat penjajah Portugis dan Belanda, begitu kesannya dapat dicermati dari photo-photo yang dipasang di perpustakaan bersebelahan dengan Gereja Injele wilayah Indonesia bahagian timur.
Pengamatan di lapangan dan diskusi dengan berbagai tokoh dapat ditegaskan bahwa baiknya indeks kerukunan dan toleransi di Kupang dan hampir semua daerah di NTT ini adalah berakar dari kearifan lokal, kekuatan ikatan kekeluargaan dan yang paling besar sumbangannya bahwa beban sejarah identitas agama tidak kuat di daerah ini. Faktor Pemerintah daerah dan tokoh agama kuat kerjasamanya adalah alasan lain yang besar sumbangannya bagi terpeliharanya kerukunan dan toleransi dalam masyarakat sangat majemuk ini. @317#hotelontherock03052024.#ds.
*Ketua FKUB Provinsi Sumatera Barat