Prof Duski Samad Tuanku Mudo |
Tuanku dan creative meniority dimaksud dalam tulisan ini adalah meniscayakan bahwa mereka yang sudah bergelar Tuanku pada dasarnya dapat dikembangkan menjadi pemimpin positif di lingkungannya.
Tuanku creative minority fakta sosialnya sudah nyata, namun perlu sentuhan dan akselerasi yang lebih produktif, khususnya dalam memerankan diri sebagai suluah bendang dalam nagari, tokoh agama sesuai levelnya yang menjadi kunci perubahan ke arah yang lebih baik dan adaptif dengan kemajuan.
Dalam dunia leadership dikenal istilah kelompok creative minority. Creative minority adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan kelompok minoritas yang memiliki pengaruh positif dalam masyarakat melalui ide-ide, inovasi, dan kontribusi kreatif mereka. Mereka mungkin memiliki pandangan atau nilai-nilai yang berbeda dari mayoritas, namun mampu mempengaruhi dan membawa perubahan yang positif melalui kreativitas dan ketekunan mereka. Istilah ini sering digunakan dalam konteks sosial, budaya, dan agama untuk merujuk pada kelompok-kelompok kecil yang memiliki dampak besar dalam membentuk arah perkembangan masyarakat.
Kelompok orang yang sudah melalui sistim pendidikan diharapkan dapat menjadi creative minority yang jadi pemimpin di lingkungannya. Pemimpin yang bertalenta adalah memiliki penciri Creative Minority. Pemimpin yang Creative Minority adalah pemimpin mampu mengubah dunia, mempengaruhi massa di sekitarnya dari pasif menjadi aktif. Sejatinya sifat creative minority ini sudah ada dalam diri orang terdidik, tetapi tidak akan berkembang kalau dibiarkan diam saja.
Pencermatan penulis dalam diskusi whaatshap, walau dalam narasi terbatas, potensi Tuanku sebagai aktor perubahan atau creative minority dalam mencerahkan, memberikan wawasan luas dan memberdayakan umat sudah kuat, walau keberagaman dan tabel statitistik tidak konstan.
POTRET TUANKU CREATIVE MINORITY
Keragaman geneologis keilmuan, patron dan sumber belajar yang dimiliki Tuanku, mestinya makin memperkaya dialog, muzakarah dan diskusi, serta memperkuat wawasan dalam menyikapi perkembangan terkini, namun masih perlu ditingkatkan.
Ada Tuanku yang sudah berada dilevel paham, memahami dan mampu mengartikulasikan dirinya sebagai creative minority (tokoh yang ditunggu kreativitas positifnya) di lingkungannya. Lama belajar dan pengalaman menjadi alat ukurnya, penulis menyebut Tuanku yang sudah sampai pada taraf alim, ulama dan cendikiawan. Pencapaian pendidikan Tuanku ke tingkat Sarjana, Magister dan Doktor adalah indikasinya.
Bahagian terbesar adalah Tuanku yang sudah mengalami transformasi akademik dan perilaku sosial dalam menyikapi perubahan, walau tidak jarang terjadi mereka menjadi dikucilkan atau setidaknya diberi stigma, "Tuanku itu inyo indak jo awak tudoh lai, inyo lah maju".
Tuanku transformatif adalah mereka yang sudah bergerak maju, mereka mengambil peran perubahan menjadi aktivis politik, Wali Nagari, birokrat nagari, dan menjadi tokoh dalam yang membaur dalam kepemimpin yang lebih luas. Mobilitas sosial dan vertikal Tuanku di dunia wartawan, pengurus ormas dan akivitas lainnya adalah kiprah baru yang sangat patut dihargai dan menjadi indikasi Tuanku creative minority yang teguh dalam menjaga tradisi dan siap melakukan perubahan dalam aksi.
Bahagian ketiga Tuanku sebagai creative minority yang perlu mendapat perhatian mereka yang belum punya kekuatan untuk melepaskan diri dari alam pikiran dan pendapat tunggal, kesediaan membuka ruang diskusi, dan menerima perbedaan sebagai wujud dari keterbukaan dan perubahan masyarakat.
Terma yang muncul dalam diskusi "cepat memvonis" mudah menyesatkan, segera menuduh dan pandangan streotipe negatif tanpa tabayyun adalah contoh dari creative minority yang masih ditutupi awan kegelapan ilmu satu arah yang dimilikinya.
Perlu kerja berkelanjutan untuk meningkatkan kualitas creative minority dikelompok Tuanku tipe ketiga ini. Kehadiran group whatsahap Silaturahmi Tuanku Nasional diharapkan dapat mentrigger perubahan yang lebih produktif dan konstributif.
SIAP MEMIMPIN DAN DIPIMPIN
Narasi siap memimpin dan dipimpin ini diangkat dari Khutbah Idul Fitri 1445 H di Kota Pariaman disampaikan oleh Doktor Muhammad Nur, cendikiawan yang akar pendidikannya dari tradisi Tuanku dan ini tentu hendaknya menjadi perhatian Tuanku sebagai creative minority yang cukup luas pengaruhnya di Kota Pariaman dan Kabupaten Padang Pariaman.
Tulisan ini ditujukan kepada kaum Tuanku yang memang sudah ikut memerankan diri dalam kancah kepemimpinan di daerah untuk segera mengkonsolidasikan sahabat Tuanku. Pemilu 14 Februari 2024 lalu menempatkan nama-nama Tuanku di calon legislatif, berikut keterlibatan banyak Tuanku sebagai tim sukses pasang calon Presiden dan legislatif.
Intinya Tuanku tidak mungkin berdiri di "menara gading", caliak-caliak jauh, seperti gubalo bangau dalam politik lokal, sebab Tuanku juga akan "dipaksa" terlibat atau melibatkan diri dalam ruang terbuka kepemimpin lokal Bupati, Walikota, Gubernur di akhir tahun 2024, bahkan sudah ada sebahagian Tuanku yang membuat pernyataan atas nama Tuanku mendukung calon Gubernur.
Tuanku yang punya talenta dan memiliki bakat dalam "pertarungan" kepemimpinan sudah saatnya menyatakan dengan jelas dan semua Tuanku bertekad sama untuk "menaikan bendera Tuanku". Hebatnya rasanya jika Tuanku menjadi pemimpin formal, karena memang ia sudah pemimpin informal yang tulus dan sepenuh hati.
Keiikutsertaan Tuanku di calon legislatif lalu adalah indikasi adanya potensi Tuanku yang siap menjadi pemimpin, Saudara kita Id Darussalam Tuanku Sutan, Tuanku Afridison dan Tuanku lain yang turun di Pemilu 2024 lalu adalah contoh Tuanku siap memimpin dan dipimpin.
EMPOWERMENT TUANKU
Pemberdayaan Tuanku dalam konteks lebih luas adalah keharusan, sebab mereka adalah orang terdidik, tokoh agama dan menjadi faktor perubahan (creative minority) dilingkungannya. Apapun program dipastikan mudah berjalan ketika edukasi dan sosialisasinya mengunakan pintu agama.
Pencerahan dan penyadaran (enlighment), penguatan wawasan dan pengayaan (enrichment) Tuanku adalah pintu awal menuju pemberdayaan (empowerment) Tuanku. Penguatan gerakan literasi sebagai prasyarat untuk pencerahan dan pengayaan pandangan adalah titik star bagi pemberdayaan Tuanku.
Harus pula diperhatikan bahwa dimensi pemberdayaan Tuanku mencakup bidang-bidang kehidupan nyata, seperti lapangan kerja, ekonomi sosial, pemanfaatan filantropi umat (zakat) bagi kepentingan pemberdayaan Tuanku adalah kerja produktif yang itu dapat dilakukan maksimal bila pemimpin daerah ini dari barisan Tuanku.
1.Khatimah tulisan ini ingin memberi pesan bahwa Tuanku sebagai komunitas kecil yang kreatif tentu akan terus bergerak menuju arah yang lebih baik, adaptif dengan perubahan, mampu menjadi aktor perubahan di tengah kerusakan yang diciptakan komunitas yang tak bertanggung jawab, Zaharal fasada...(QS. al Ruum/30:41)
2.Tuanku sudah waktunya "tidak malu-malu" menyatakan diri siap memimpin dan dipimpin, menjadi Walikota, Wakil Walikota, Bupati, Wakil Bupati, dalam niat dan visi menghadirkan khaira umat, (QS. Ali Imran/3:110)
3.Kita penyandang gelar Tuanku diharapkan teguh dan hati-hati menjaga marwah dan martabat Tuanku, "tidak mudah terjual" untuk satu orang atau komunitas politik yang hanya menjadikan Tuanku "ganja batu" untuk politik elektoral, jangan kamu ungkai benang yang sudah ditenun...(QS. An-Nahl/16: 92).
Tulisan ini dibuat sebagai wujud dari harapan, dan keprihatinan mencermati situasi masyarakat yang memerlukan peran aktif, kontributif dan kolaboratif, khususnya Tuanku Creative Minority yang sudah diterima masyarakat dan kuat pengaruh baiknya. Wallahu'alam, DS.14042024@4Syawal1445H, Mohon maaf lahir dan batin.
*Pengasuh Group Silaturahmi Tuanku Nasional